Home Lingkungan World Water Day 2022, Kritis Ketersediaan Air Berkelanjutan di Tengah Perubahan Iklim

World Water Day 2022, Kritis Ketersediaan Air Berkelanjutan di Tengah Perubahan Iklim

Jakarta, Gatra.com- Direktur Bina Teknik Sumber Daya Air Kementerian PUPR, Muhammad Rizal mengatakan, indeks pemakaian air di Indonesia menunjukkan bahwa beberapa tempat, seperti di Pulau Jawa, Sumatera, Sulawesi serta Bali dan Nusa Tenggara mempunyai status kritis sedang sampai dengan kritis berat. Yaitu indeks pemakaian air mencapai 50% - 100% untuk berbagai keperluan seperti domestik, Industri dan pertanian.

"Ini merupakan tantangan yang dihadapi Indonesia, sehingga Kementerian PUPR harus menjawab dengan pembangunan infrastruktur dan pengelolaan sumber daya air yang ditujukan sebesar-besarnya untuk kesejahteraan masyarakat," ungkapnya dalam webinar yang bertajuk “Melestarikan Ketersediaan Air Dalam Menghadapi Perubahan Iklim”, Selasa (22/3).

Perbaikan infrastruktur ini, lanjut Rizal, juga dilakukan untuk mewujudkan Sustainable Development Goals (SDGs), terutama tujuan pemenuhan terhadap Air Bersih dan Sanitasi yang layak pada situasi perubahan iklim ekstrim. 

Pengelolaan air secara terpadu berbasis Daerah Aliran Sungai (DAS) diperlukan untuk menjaga keseimbangan siklus air dan memastikan para pengguna air di sekitar DAS terhindar dari bencana, sehingga dapat mempertahankan mata pencahariannya.

DAS yang terkelola dengan baik dapat memastikan ketersediaan air tanah tetap terjaga memenuhi kebutuhan air di daerah hilir yang kebanyakan adalah daerah permukiman perkotaan dan kawasan industri.

Footprint Program Manager WWF Indonesia, Tri Agung Rooswiadji mengatakan bahwa sumber air yang tercemar menyebabkan pengelolaan terhadap kelestarian siklus air juga semakin sulit. Di antaranya, tentu saja biaya yang meningkat untuk memoroses air tanah tersebut, bahkan untuk mencegah penggunaanya secara berlebihan.

"Masalah utamanya adalah kita tidak mengetahui secara pasti berapa banyak ketersediaan air tanah yang ada, yang artinya kita bisa saja gagal dalam proses pemanfaatan sumber-sumber air tanah yang vital, seperti misalnya di sekitar DAS," jelas Tri Agung.

Karenanya, lanjut dia, mengeksplorasi, melindungi serta menggunakan air tanah secara berkelanjutan akan menjadi kunci untuk bertahan dan beradaptasi terhadap perubahan iklim dan efek dari semakin meningkatnya populasi manusia.

Sebagai salah satu upaya pelestarian siklus air dan juga ketersediaan air, Danone-AQUA bersama dengan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) melakukan validasi atas analisa dan kalkulasi dampak kepengurusan (Stewardship) aktivitas pengelolaan air yang dilakukan oleh Danone-AQUA dengan metode Volumetric Water Benefit Analysis (VWBA) di dua lokasi pabrik AQUA yaitu Mekarsari dan Babakanpari di sumber air Kubang.

Head of Climate and Water Stewardship Danone Indonesia, Ratih Anggraeni menjelaskan, Danone-AQUA berkontribusi dalam melindungi sumber daya air tanah secara menyeluruh dengan mengembalikan air ke dalam ekosistem, menggunakan air secara bertanggung jawab dan meningkatkan akses air bersih untuk masyarakat.

"Kami berkomitmen dalam menjaga sumber daya air untuk keberlanjutan lingkungan dan bisnis bersama masyarakat serta pemangku kepentingan. Kami menjaga kuantitas dan kualitas air di
DAS dengan menginisiasi penelitian hidrogeologi, program konservasi, dan pembentukan forum pengguna air untuk memastikan keterlibatan seluruh pemangku kepentingan dalam mengelola DAS,” jelasnya.

Dalam hal ini, lanjut dia, Danone-AQUA terus berupaya mengembangkan program untuk meningkatkan akses air bersih, sanitasi dan penyehatan lingkungan bagi masyarakat di sekitar pabrik serta wilayah operasional AQUA di Indonesia yang masih kekurangan akses air bersih.

Peneliti Air Tanah BRIN, Dr. Sci. Rachmat Fajar Lubis mengatakan, pemahaman tentang ketersediaan air tanah harus terus diamplifikasi, karena dalam satu dekade ini persediaannya terus menurun. Metode kuantifikasi di enam sektor yang terintegrasi di antaranya penanaman pohon dan pembangunan sumur resapan untuk konservasi air hendaknya dapat dilakukan secara nasional.

"Karena akan sangat bermanfaat untuk memonitor ketersediaan air. Pada akhirnya diperlukan dukungan serta partisipasi untuk menjaga bangunan-bangunan konservasi air,” jelas Rachmat.

Berdasarkan data World Meteorological Organization, sebagian besar negara di dunia tidak siap menghadapi krisis air, seperti banjir dan kekeringan yang diperkirakan akan memburuk seiring perubahan iklim. Secara global, laporan tersebut menemukan 25% dari semua kota yang disurvei sudah mengalami kekurangan air secara berkala.

Selama dua dekade terakhir, pasokan gabungan dari sumber air permukaan, air tanah dan air yang ditemukan di dalam tanah, salju, dan es di planet ini telah menurun sampai 1 sentimeter per tahun.

Peringatan World Water Day 2022 secara global mengusung tema Groundwater: Making the invisible, visible atau Air Tanah : membuat yang tidak terlihat, bisa dilihat dengan menitik beratkan pada pemanfaatan dan pengelolaan air tanah.

Air, terutama air tanah adalah sumber daya yang paling umum digunakan untuk mendukung kebutuhan air minum, pertanian, sistem sanitasi dan kebutuhan industri. Menurut data yang dirilis oleh FAO, sekitar 40 persen dari ketersediaan air dari lapisan akuifer digunakan untuk keperluan irigasi, terutama di negara-negara yang kekurangan sumber daya air.

Memompa air tanah untuk keperluan irigasi menjadi pilihan yang termurah sehingga mempercepat proses kelangkaan air tanah. Sejalan dengan itu, penggunaan pupuk dan pestisida juga dapat mengakibatkan penurunan kualitas air.

150