Home Hukum Kasus Titan, Guru Besar UGM: Polisi Tak Bisa Buka Kasus yang Telah Dihentikan

Kasus Titan, Guru Besar UGM: Polisi Tak Bisa Buka Kasus yang Telah Dihentikan

Jakarta, Gatra.com - Sidang permohonan praperadilan PT Titan Infra Energy terus berlanjut di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Dalam sidang lanjutan pada Jumat (17/6) kemarin, agenda sidang memperdengarkan keterangan saksi ahli yang dihadirkan pemohon.

Diberitakan sebelumnya, Titan mengajukan permohonan praperadilan terhadap lantaran pihaknya menilai tindakan polisi telah melawan hukum. Seperti diketahui, pada 4 Oktober 2021 silam, polisi telah menerbitkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) atas nama Titan.

Sebelum menerbitkan SP3, polisi mendalilkan Titan diduga melakukan tindak penipuan, penggelapan, dan tindak pidana pencucian uang. Namun, selang beberapa bulan kemudian, melalui laporan polisi baru, polisi kembali membuka kasus. Kali ini polisi mengurangi jumlah tuduhannya menjadi dugaan melakukan penggelapan dan pencucian uang.

Kuasa hukum Titan, Haposan Hutagalung, mengatakan tindakan polisi yang telah menerbitkan surat perintah penghentian penyidikan (SP3) dan kemudian membuka kembali adalah tindakan melawan hukum. “Seharusnya, polisi mempraperadilan SP3 mereka dulu. Setelah dikabulkan oleh hakim, baru mereka membuka kembali kasus ini,” terang Haposan dalam rilis Sabtu (18/6).

Untuk menguji permohonan tersebut, Haposan mengajukan saksi ahli Marcus Priyo Gunarto, Guru Besar Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada. Di persidangan, Marcus menerangkan, bahwa tujuan penyidikan adalah menemukan alat bukti, membuat terang perkara, dan menentukan tersangka.

Tentu saja, pengumpulan bukti itu harus dilakukan secara sah sesuai dengan rambu hukum yang berlaku, misalnya polisi harus menemukan dua alat bukti.

“Dalam penyidikan, polisi harus menemukan bukti bukti setiap unsur delik pidana. Bila unsur-unsur delik pidana itu tidak ditemukan, maka penyidikan harus dihentikan dengan menerbitkan SP3," papar Marcus, dalam siaran pers, Jumat (17/6).

Dalam kasus Titan, di mana polisi telah menerbitkan SP3 untuk kasus pidana dengan tempus dan locus delicti yang sama, seharusnya perkara ini tidak bisa diusut lagi.

“Dalam konteks ini, bila perkaranya sama, orangnya, locus dan tempus-nya sama, maka pengertiannya adalah perkara yang sama. Karena itu, kasus ini tidak bisa disidik kembali,” jelas Ketua Departemen Pidana FH UGM ini.

Kalau kemudian polisi membuka kembali, sesuai Peraturan Kapolri Nomor 6 Tahun 2019, maka polisi harus memohonkan praperadilan. Hakimlah yang akan memutuskan apakah perkara tersebut layak dibuka kembali.

Di lain pihak, pengamat hukum perdata UGM, M Hawin menjelaskan, perjanjian kredit fasilitas yang disepakati Titan dan kreditur sindikasi PT Bank Mandiri Tbk, Credit Suisse AG Cabang Singapura, PT Bank CIMB Niaga, dan Trafigura Pte Ltd merupakan murni perikatan perdata.

Perikatan yang ditandatangani pada 28 Agustus 2018 tersebut memiliki alas hukum sesuai dengan Pasal 1320 KUH Perdata. Guru Besar Hukum Perdata ini menambahkan, dalam pasal 1320 tersebut ada empat aspek yang telah terpenuhi. Mulai dari objek yang diperjanjikan, kecapakapan para pihak yang terlibat, suatu sebab yang tidak dilarang hingga yang terutama adalah kesepakatan para pihak.

Tudingan polisi perihal Titan telah melakukan tindak pidana penipuan, penggelapan dan pencucian uang jelas perlu pembuktian yang cermat. “Dalam praktek pengalihan pembayaran fasilitas kredit sindikasi pembayaran tidak terbukti ada kegiatan yang dianggap melanggar perjanjian yang disepakati bersama dalam Cash Account And Management Agreement (CAMA),” kaji Hawin.

Kalaupun ada proses pengalihan uang atau transaksi perbankan yang terjadi, dalam kajiannya, pakar hukum bisnis yang juga mantan Dekan Fakultas Hukum UGM menyatakan, peluang Titan melakukan transfer gelap nyaris tidak dapat dilakukan. Seluruh akun bank yang digunakan perjanjian kredit ini menggunakan rekening Bank Mandiri, yang juga bertindak selaku Agen.

Artinya alur transaksi kas yang ada, baik Rekening Operasional, Rekening Penagihan (Collection Account) maupun rekening DSA (Debt Service Account) sudah pasti dalam pengawasan langsung oleh Bank Mandiri.

Jadi, mendalilkan Titan telah berbuat pidana seperti dituduhkan polisi, jelas jauh panggang dari api. “Karena semua peristiwa hukum yang terjadi dalam kesepakatan itu dalam ranah hukum perdata,” pungkas Hawin.

188