Home Kesehatan IDI dan Asosiasi Dokter Medis Dunia Bahas Standardisasi Etik Kedokteran

IDI dan Asosiasi Dokter Medis Dunia Bahas Standardisasi Etik Kedokteran

Jakarta, Gatra.com – Pengurus Besar Ikatan Foster Indonesia (PB IDI) bersama World Medical Association (WMA) atau Asosiasi Dokter Sedunia membahas masalah etik kedokteran dalam dunia kesehatan masa kini.

Ketua Umum (Ketum) PB IDI, Dr. M. Adib Khumaidi, SpOT, dalam siaran pers, Minggu (3/7), mengatakan, pihaknya bersama WMA membahas masalah kode etik kedokteran dalam simposium International Code of Medical Ethics (ICoME) bertajuk ”How Indonesian Medical Association (Ikatan Dokter Indonesia) and Worldwide Medical Organizations Standardize Medical Ethics and Professionalism” di Jakarta.

Ia menjelaskan, simposium tersebut merupakan sinergi dan kolaborasi IDI dengan WMA sudah berlangsung sejak kedua organisasi ini berdiri dan IDI sejak dahulu hingga kini merupakan satu-satunya anggota WMA yang diakui dan mewakili Indonesia.

Kolaborasi ini, kata Adib, bukan hanya terkait dengan masalah etik kedokteran internasional, namun juga dalam setiap hal terkait kedokteran dan dunia medis. Dukungan WMA dan pemerintah untuk IDI sangat berarti bagi organisasi profesi ini, sehingga IDI terus bisa berkembang dan menjalankan amanat negara untuk menjaga kualitas dokter dan pelayanan kedokteran semata demi kepentingan rakyat.

“Asosiasi Medis Dunia [WMA] telah mengembangkan Kode Etik Medis Internasional sebagai kanon prinsip-prinsip etika untuk anggota profesi medis di seluruh dunia,” ujar Otmar Kloiber, Secretary General (Sekjen) WMA.

Menurutnya, sesuai dengan Deklarasi WMA Jenewa: The Physician's Pledge, yang mendefinisikan dan menjelaskan tugas profesional dokter terhadap pasien mereka, dokter lain dan profesional kesehatan, diri mereka sendiri, dan masyarakat secara keseluruhan.

“Dokter harus mengetahui norma dan standar etika, hukum, dan peraturan nasional yang berlaku, serta norma dan standar internasional yang relevan,” katanya.

Norma dan standar tersebut, lanjut Otmar, tidak boleh mengurangi komitmen dokter terhadap prinsip-prinsip etika yang ditetapkan dalam kode etik ini. Bagi WMA, keberadaan organisasi profesi juga haruslah tunggal karena menyangkut standardisasi etik kedokteran demi keselamatan pasien dan masyarakat, serta dokter.

Ketua Panitia ICoME IDI & WMA, dr. Pukovisa Prawiroharjo, SpS(K), PhD, menjelaskan bahwa simposium ini merupakan pembukaan dari rangkaian konferensi WMA yang berlangsung Senin-Selasa (4-5/7/2022) di Jakarta.

Menurutnya, simposium ini merupakan kebanggaan bagi Indonesia, khususnya IDI karena dipercaya oleh WMA untuk menyelenggarakan simposium bersama ini yang dilanjutkan dengan ICoME. Acara ini diharapkan dapat menambah wawasan dan meningkatkan kualitas etika profesionalisme dokter Indonesia.

Simposium ini menghadirkan sejumlah pembicara dari Indonesia dan internasional. Di antaranya Sekjen WMA, Dr. Otmar Kloiber, Bendahara WMA, Prof. Ravindra sekaligus yang mendalami etika kedokteran telemedis, dr. Ramin Parsa-Parsi yang merupakan inisiator dari perubahan deklarasi Geneva dan International Code of Medical Ethics yang saat ini sedang direvisi, dan Prof. Urban Wiesing yang merupakan bagian dari inisiator Deklarasi Helsinki yang saat ini menjadi rujukan seluruh komite etik penelitian seluruh dunia, termasuk Indonesia.

Menteri Kesehatan Republik Indonesia (Menkes RI), Budi Gunadi Sadikin, menyampaikan, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) telah berkomitmen untuk melakukan transformasi sistem kesehatan, sehingga semua orang memiliki akses layanan kesehatan yang mudah dan berkualitas serta dengan biaya yang terjangkau baik di layanan primer maupun rujukan.

“Dengan transformasi kesehatan, kita ingin mewujudkan ketahanan bangsa dalam menghadapi setiap krisis kesehatan,” ujarnya.

Menurutnya, hal itu tertuang dalam rencana strategis Kemenkes yang meliputi: transformasi layanan primer, layanan rujukan, sistem ketahanan kesehatan, pembiayaan kesehatan, SDM kesehatan, dan teknologi kesehatan.

“Dengan semangat 'lahir kembali', IDI sebagai organisasi profesi diharapkan selalu bersama pemerintah dalam mewujudkan transformasi sistem kesehatan yang merata dan berkualitas bagi seluruh masyarakat Indonesia,” katanya.

IDI sebagai pembina para dokter di seluruh Indonesia, lanjut Budi Gunadi, diharapkan dapat berkontribusi dalam pengembangan pendidikan dokter untuk menghasilkan dokter yang memiliki kompetensi mendalam, mampu bersaing di tingkat global, berorientasi sosial, serta bersedia melayani di seluruh wilayah Indonesia yang membutuhkan.

Ia menyampaikan, pemerintah percaya, IDI sebagai organisasi profesi dokter akan selalu mendorong peningkatan peran dokter untuk selalu profesional dalam layanannya, terbuka akan inovasi dan kemajuan teknologi kesehatan, serta selalu mengutamakan kepentingan bangsa dari kepentingan lainnya.

127