Home Hukum Kata Komnas HAM dan Komnas Perempuan atas Penetapan Putri Candrawathi sebagai Tersangka

Kata Komnas HAM dan Komnas Perempuan atas Penetapan Putri Candrawathi sebagai Tersangka

Jakarta, Gatra.com– Putri Candrawathi alias PC, istri Ferdy Sambo ditetapkan sebagai tersangka. Kabar ini menuai tanggapan dari Komnas Hak Asasi Manusia (Komnas HAM RI) dan Komnas Perempuan yang ditayangkan melalui Zoom Meeting dan kanal YouTube Hubungan Masyarakat Komnas HAM RI pada Jumat, 19 Agustus 2022.

Pembicara yang diundang kali ini antara lain Komisioner Pengkajian dan Penelitian Komnas HAM RI Sandrayanti Moniaga atau yang biasa disapa Sandra, Komisioner Komnas Perempuan Theresia Iswarini yang disapa sebagai Rini dan Komisi Paripurna Komnas Perempuan Siti Aminah Tardi yang disapa sebagai Ami.

“Pertama-tama, saya atas nama Komnas HAM ingin menyampaikan terima kasih setulusnya kepada rekan-rekan semua yang berkenan menghadiri pertemuan sore ini. Meskipun agak mendadak, tapi sebagai tanggapan atas permintaan pembawa acara yang cukup banyak ini kami sepakat untuk menyampaikan keterangan pers sore ini,” jelas Sandra.

Sandra membuka pemberian tanggapan dengan menugaskan Ami membaca poin pertama dan kedua, sementara Rini diperintahkan untuk membaca poin terakhir.

Pertama-tama, Ami menyampaikan bahwa Komnas HAM dan Komnas Perempuan menghormati kewenangan penyidik yang menetapkan PC sebagai tersangka atas peristiwa tewasnya Brigadir J. Menurut Ami, penetapan ini sudah melewati proses yang panjang.

Kedua, penetapan PC sebagai tersangka atau dalam istilah Komnas Perempuan adalah perempuan yang berkonflik dengan hukum, di mana di dalamnya adalah juga bagian dari perempuan yang berhadapan dengan hukum, memiliki sejumlah hak yang diatur di dalam kitab undang-undang hukum acara pidana.

“Diantaranya hak untuk melakukan pembelaan diri, praduga tidak bersalah kemudian hak atas bantuan hukum sebagai bagian dari proses untuk melakukan pembelaan diri. Kemudian, hak untuk memberikan keterangan tanpa tekanan, hak untuk bebas dari penyiksaan dan perlakuan tidak manusiawi, dan hak atas kesehatan dan dalam konteks inilah kami mengharapkan dan merekomendasikan agar hak ibu PC sebagai perempuan yang berhadapan dengan hukum ini dihormati dan dipenuhi oleh negara,” lanjut Ami sambil menutup penyampaian poinnya.

Poin yang ketiga disampaikan oleh Rini. Poin ini merupakan hasil pemeriksaan dan observasi LPSK, Komnas HAM dan Komnas Perempuan yang berisi dorongan agar pendampingan psikolog dan psikiater sebagai bagian dari hak atas kesehatan tetap dilakukan.

Selain menjadi upaya pemulihan perempuan yang menghadapi hukum, mengikuti proses hukum hingga persidangan dan pasca putusan pengadilan, pendampingan psikologis kemungkinan juga mendukung kelancaran ibu PC dalam memberikan keterangan supaya proses hukum berjalan lancar.

Rini juga menyebutkan dua poin tambahan yang masih relevan dengan ditetapkannya PC sebagai tersangka.

“Yang keempat, Komnas HAM dan Komnas Perempuan akan melakukan pemantauan untuk memastikan negara melalui aparat penegak hukum menghormati dan memenuhi hak-hak ibu PC sebagai perempuan yang berhadapan dengan hukum selama proses penyidikan penuntutan dan pemeriksaan di persidangan,” tambah Rini.

Untuk menutup tanggapan melalui pertemuan daring tersebut, Rini menyebutkan poin paling akhir, yakni kelima yang berbunyi, “Dan yang kelima untuk kelanjutan pemeriksaan Komnas HAM dan Komnas Perempuan masih akan terus berproses dan melanjutkan koordinasi dengan berbagai pihak terkait,” katanya.

275