Home Hukum Pengujian UU Pengadilan HAM, Momentum Adili Penjahat Kemanusiaan di Myanmar

Pengujian UU Pengadilan HAM, Momentum Adili Penjahat Kemanusiaan di Myanmar

Jakarta, Gatra.com – Sejumlah ahli dan tokoh Hak Asasi Manusia (HAM) bersama sejumlah organisasi yang tergabung dalam Tim Universal HAM mengajukan permohonan uji materil UU No. 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM pada Rabu (7/9).

Tim Universal HAM memohon kepada Mahkamah Konstitusi (MK) untuk menghapus frasa “oleh warga negara Indonesia” sebagaimana tersebut pada ketentuan Pasal UU Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM. Ketentuan ini dinilai sangat membatasi yurisdiksi peradilan nasional Republik Indonesia dalam menerapkan yurisdiksi universal atas kejahatan paling serius di bawah hukum internasional.

Dalam keterangannya, Tim Universal HAM merujuk pada pentingnya peradilan nasional untuk dapat mengadili para pelaku kejahatan paling serius di negara Myanmar karena selaras dengan norma-norma mendasar dari konstitusi.

Baca juga: Penyelidik PBB Kumpulkan Bukti Kejahatan di Myanmar

Tim Universal HAM menyoroti situasi kejahatan kemanusiaan di Myanmar baru-baru ini. Junta Militer Myanmar telah mengeksekusi empat aktivis pro-demokrasi. Puluhan aktivis lainnya sedang menunggu eksekusi berikutnya. Sejak Junta berkuasa melalui kudeta pada Februari tahun lalu telah terjadi pembunuhan 2.000 orang, 15.000 orang ditahan atau hilang, 1,2 juta orang mengungsi, dan menurut PBB lebih dari 14 Juta orang membutuhkan bantuan kemanusiaan.

Ilustrasi Tentara Myanmar Melakukan Penjagaan (ANTARA FOTO/REUTERS/Stringer/Foc)

Fakta-fakta itu merupakan tragedi kemanusiaan yang bertentangan dengan UUD 1945. Tim Universal HAM yang diwakili Marzuki Darusman, Busyro Muqoddas, dan AJI-Indonesia sebagai pemohon membubuhkan sejumlah catatan. Di antaranya pembunuhan aktivis-aktivis Myanmar, menyusul perlakuan tak manusiawi lainnya yang dilakukan oleh Junta, dan berbagai penyiksaan terhadap jurnalis dan warga Myanmar juga terjadi.

Baca juga: Malaysia Desak ASEAN Gabung dengan Lawan Junta Myanmar

Warga etnis minoritas muslim Rohingya juga merasakan kekejaman yang sama. Jika kejahatan tersebut dibiarkan terus terjadi, korban akan terus berjatuhan. Negara-negara di mana pun di dunia, termasuk di ASEAN harus bertindak, tidak terkecuali Indonesia.

Menurut Tim Universal HAM, Konstitusi RI menganut sistem perlindungan universal hak asasi manusia (HAM). Hal itu terlihat dengan digunakannya frasa “setiap orang” dalam pasal-pasal perlindungan HAM dalam UUD 1945. Konstitusi negara mengakui hak asasi setiap orang tanpa memandang status kewarganegaraannya.

Namun, Pasal 5 UU Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM membatasi perlindungan HAM dalam UUD 1945 itu. Peradilan terhadap pelaku pelanggaran HAM hanya dapat dilakukan jika pelakunya adalah “warga negara Indonesia.” Selain itu, sekalipun kejahatan HAM terjadi di luar wilayah Indonesia, pengadilan dapat dibentuk sepanjang pelakunya adalah warga negara Indonesia.

Pasal ini, menurut Tim Universal HAM, jelas dalam kerangka melindungi orang Indonesia semata, bukan dalam arti setiap orang. Jika tidak diubah, lalu bagaimana dengan sifat konstitusi yang melindungi HAM secara universal itu?

Pasal 5 UU Pengadilan HAM jelas melanggar UUD 1945 sekaligus membatasi peran Indonesia dalam mewujudkan perdamaian dunia dan penegakkan hukum yang adil, sebagaimana diamanatkan konstitusi.

Lebih lanjut, menurut pemohon, pembatasan itu membuat hak korban pelanggaran HAM di Myanmar terabaikan. Apalagi sebagai negara yang tidak menanda-tangani dan meratifikasi Statuta Roma 1998, maka pelaku kejahatan paling serius di Myanmar tidak dapat diadili pada International Criminal Court di Denhaag-Belanda. “Tentu tak mungkin pula otoritas peradilan nasional Myanmar menyidangkan Junta Militer karena negeri itu berada di bawah kekuasaan Junta Militer dengan tangan besi,” ucap Marzuki Darusman dan tim dalam keterangan persnya.

Tim Universal HAM menggarisbawahi pentingnya peran Indonesia dalam melindungi saudaranya se-Asia Tenggaranya. Selain amanah pembukaan dan konstitusi, Jakarta juga merupakan ibukota ASEAN sehingga Jakarta merupakan wilayah hukum yang sangat mungkin sering dikunjungi pelaku pelanggaran HAM itu.

Peran Indonesia dalam perlindungan HAM universal dapat dilakukan jika frasa “oleh warga negara Indonesia” dihapus Mahkamah Konstitusi. Itu sebabnya Para Pemohon mengajukan dihapuskannya frasa itu di MK agar HAM warga Myanmar terlindungi.

376