Home Ekonomi Transisi Energi Diterapkan, Biaya Hidup Meningkat

Transisi Energi Diterapkan, Biaya Hidup Meningkat

Jakarta, Gatra.com- Menteri Keuangan Sri Mulyani menjelaskan, proses transisi energi tidak mudah dilakukan dan akan ada banyak implikasi akibat kebijakan itu. Menurut dia, di negara lain proses transisi ke ekonomi hijau menghadapi banyak tantangan khususnya di sektor energi.

“Transisi bisa menimbulkan biaya hidup yang meningkat di tahap awal. Ini semakin menantang ketika ekonomi global tengah menghadapi laju inflasi yang tinggi dan juga masih rentan setelah bangkit dari pandemi serta memunculkan sejumlah pilihan politik yang tidak mudah,” jelas Sri Mulyani saat memberikan kata sambutan dalam acara HSBC Summit 2022: Powering the transition to net zero, Indonesia’s pathway for green recovery di Jakarta, Rabu (14/9).

Karena itu, kata dia, pemerintah melalui kebijakan fiskal terus mendukung inisiatif transisi energi. Presiden Jokowi sudah mengumumkan di acara CO26 di Glasgow tentang bagaimana Indonesia terus melanjutkan upaya mencapai emisi nol dengan meluncurkan mekanisme transisi energi.

Baca juga AS-Indonesia Sepakati Kerangka Kerja Sama Percepatan Transisi Energi Terbarukan

Selain itu, Indonesia juga sudah meluncurkan platform mekanisme transisi energi di pertemuan menteri keuangan G20, Juli lalu. Transisi energi menjadi salah satu isu yang menjadi bahasan global.

"Salah satu institut di Swiss membuat laporan bahwa dunia akan kehilangan potensi ekonomi hingga 10 persen jika kesepakatan Paris Agreement untuk mencapai emisi nol pada 2050 tidak tercapai,” jelas Sri Mulyani. Baca juga: Saatnya Lakukan Transisi Energi Bersih

Sri Mulyani mengatakan, Indonesia bisa kehilangan potensi ekonomi Rp 112,2 triliun atau 0,5 persen dari GDP pada 2023 akibat krisis perubahan iklim. “Pada 2030, Indonesia bisa kehilangan potensi ekonomi akibat krisis perubahan iklim sebesar 0,6 – 3,45 persen dari GDP," ujarnya.

Ia mengatakan, tanda-tanda terjadinya krisis perubahan iklim bisa dilihat dari kenaikan emisi gas sebesar 4,3 persen dari 2010-2018. Suhu udara yang naik 0.03 derajat Celcius tiap tahun serta tinggi permukaam laut yang naik 0,8-1,2 cm.

Baca juga: IPA Convex 2022: Ini Dua Tantangan Industri Hulu Migas

Menurutnya, ada banyak pelajaran yang bisa diambil dari pandemi Covid-19 antara lain semua negara harus saling bekerja sama. Hal tersebut juga berlaku untuk perubahan iklim karena tidak ada satu negara pun yang tidak terkena dampaknya.

Pemerintah, kata Sri Mulyani, berkomitmen untuk mengurangi emisi lewat kesepakatan Paris Agreement yaitu menurunkan 29 persen emisi C02 dengan upaya sendiri serta 41 persen CO2 dengan bantuan internasional pada 2030. “Pemerintah sudah mengalokasikan anggaran untuk tindakan mitigasi dari perubahan iklim. Tapi untuk mencapai target tersebut perlu sumber dana yang besar yaitu sekitar Rp 3.461 triliun atau Rp 266 triliun per tahun," jelas Sri Mulyani.

Sedangkan APBN hanya mengalokasikan Rp89,6 triliun per tahun atau 3,6 persen dari total pengeluaran pemerintah. "Karena itu untuk bisa mencapai target pembangunan rendah karbon dan nol emisi, perlu bantuan dari banyak pihak,” ungkap Sri Mulyani.

103