Home Olahraga Insiden Kanjuruhan, FIFA Tegas Melarang Penggunaan Gas Air Mata

Insiden Kanjuruhan, FIFA Tegas Melarang Penggunaan Gas Air Mata

Malang, Gatra.com – Dilaporkan sudah sebanyak 127 korban meninggal dunia setelah pertandingan Arema FC vs Persebaya Surabaya di ajang Liga 1 2022-2023, di stadion Stadion Kanjuruhan, Sabtu malam (1/1).

Insiden terjadi diduga karena suporter yang turun ke lapangan setelah laga berakhir. Tindakan suporter Arema turun ke lapangan itu tak lepas dari kekalahan Singo Edan 2-3 dari Persebaya Surabaya. Mereka mencari pemain dan tim sepakbola Arema. 

Baca Juga: Geger! Petaka 1 Oktober, Rusuh Arema Vs Persebaya, 125 Suporter dan 2 Aparat Tewas, Ratusan Terluka

Karena suasana kacau di lapangan, pihak keamanan yang diterjunkan mencoba mengamankan para pemain terlebih dahulu sebelum mengurai massa. 

Tembakan gas air mata pun dilontarkan untuk mengurai massa yang turun ke lapangan. Namun, lontaran gas air mata tersebut membuat supporter di lapangan kocar kacir. 

Suporter mengalami sesak napas dan tak sedikit dari mereka jatuh pingsan. 

Letusan gas air mata tersebut bahwa dilaporkan memakan korban. 

Baca Juga: Tragedi Berdarah di Stadion Kanjuruhan Malang, Kapolda Jatim: 127 Orang Meninggal Dunia

Dalam aturan Persebakbolaan diatur FIFA (Stadium Saferty dan Security Regulations) mengenai keamanan dan regulasi dicantumkan  larangan penggunaan gas air mata. Penggunaan gas air mata di dalam lapangan sepak bola tidak diperbolehkan. Dalam aturan tersebut tertulis di pasal 19 b soal pengaman di pinggir lapangan. 

"No firearms or 'crowd control gas' shall be carried or used (senjata api atau 'gas pengendali massa' tidak boleh dibawa atau digunakan)," tulis aturan FIFA. 

Jika memperhatikan bunyi pasal 19 b tersebut, pihak keamanan laga Arema vs Persebaya di Stadion Kanjuruhan dianilai melanggar aturan FIFA. 
Diketahui efek dari gas air mata menyebabkan terjadinya reaksi seketika trhadap kulit yang terkena, khusus bagian wajah dan mata. Siapapun yang terpapar gas air mata akan merasa nyeri dan pedih. 

1562