Jakarta, Gatra.com - Indeks dolar Amerika Serikat (AS) merosot pada perdagangan awal Desember, ini membuat nilai tukar Rupiah ditutup menguat 169 poin di level Rp15.563 per dolar AS.
Direktur Laba Forexindo Berjangka, Ibrahim Assuaibi mengatakan tergelincirnya dolar AS lebih jauh lantaran adanya kemungkinan bank sentral (The Fed) memperlambat kenaikan suku bunganya di masa depan.
"Komentar dari anggota Fed dalam beberapa pekan terakhir memperkuat anggapan bahwa kenaikan suku bunga di masa depan akan bergantung pada jalur inflasi," kata Ibrahim dalam keterangannya, Kamis (1/12).
Baca Juga: Pasar Asia Diguncang Risiko Resesi, Dollar Merajalela
Di dalam negeri, penguatan nilai tukar Rupiah beriringan dengan optimisme Pemerintah bahwa Indonesia kebal terhadap resesi global yang diprediksi akan terjadi di tahun 2023. Adapun keyakinan pemerintah datang dari tingkat konsumsi dalam negeri yang cukup besar.
Meskipun diklaim kebal resesi, Ibrahim menyebut pemerintah harus tetap melakukan antisipasi. Musababnya, tingkat konsumsi masyarakat juga dipengaruhi oleh jumlah lapangan pekerjaan.
"Ketika sektor manufaktur di Indonesia melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap buruhnya, maka tentu saja akan mengganggu tingkat konsumsi," tutur Ibrahim.
Selain itu, dia menyebut masih ada sejumlah risiko yang perlu diwaspadai pemerintah RI, terutama dari sisi perekonomian global. Adapun resiko tersebut antara lain inflasi yang melonjak dipicu oleh harga energi dan pangan yang tinggi, suku bunga tinggi, penguatan dolar AS serta derasnya aliran modal asing yang keluar dari negara berkembang.
Baca Juga: Saham Wall Street Jatuh: Dollar AS Menguat, Suku Bunga Naik
"Resiko ini menambah ketidakpasian pasar keuangan," imbuhnya.
Pada perdagangan besok, Ibrahim memperkirakan nilai mata uang rupiah kemungkinan dibuka berfluktuatif namun ditutup menguat direntang Rp15.540 - Rp 15.590 per Dolar AS.
