Home Hukum Sengkarut Peradilan, Gayus Lumbuun: Menkopolhukam Segera Kumpulkan Pakar Hukum

Sengkarut Peradilan, Gayus Lumbuun: Menkopolhukam Segera Kumpulkan Pakar Hukum

Jakarta, Gatra.com – Pembina Lembaga Eksaminasi Hukum Indonesia (LEHI), Prof. Gayus Lumbuun, mengatakan bahwa Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keaman (Menkopolhkam), Mahfud MD, segera mengumpulkan belasan pakar hukum untuk membenahi sengkarut lembaga peradilan.

“Pak Menko Polhukam merespons dengan akan mengumpulkan pakar-pakar hukum, kira-kira ada 12 orang,” kata Gayus usai beraudiensi dengan Menkopolhukam Mahfud MD di Kemenkopolhukam, Jakarta, Senin (5/12).

Mantan hakim agung ini menjelaskan, bersama Ketua LEHI, Dr. Laksanto Utomo, menemui Menkpolhukam untuk menyampaikan soal berbagai sengkarut lembaga peradilan dan penataannya.

Baca Juga: LEHI Minta Jokowi Reformasi Hukum di Sisa Masa Jabatannya

“Karut-marut peradilan sekarang ini, di mana data saya menunjukkan 85 hakim di seluruh Indonesia dan diusut oleh Komisi Yudisial (KY),” ujarnya.

Selain itu, dua hakim agung, yakni Sudrajad Dimyati dan Gazalba Saleh serta dua hakim yustisi Elly Tri Pangestu dan Prasetio Nugroho serta sejumlah pegawai Mahkamah Agung (MA) kembali terkuak melakukan jual beli perkara. Kasusnya tengah disidik oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

“Dua hakim agung dinyatakan KPK sebagai tersangka. Ini karut-marut yang ditemukan di dunia peradilan,” ujarnya.

Selain itu, pihaknya juga menyampaikan bagaimana nasib para korban dari peradilan atau putusan yang ternyata hakimnya terbukti menerima suap, baik di tingkat pengadilan negeri, pengadilan tinggi hingga Mahkamah Agung (MA).

“Bagaimana korban yang disebabkan adanya jual beli perkara, tegasnya seperti itu,” ujar Gayus.

Sedangkan untuk poin kedua, yakni penataan atau membenahi sengkarut lembaga peradilan di semua tingkatan, yakni mulai pengadilan negeri, pengadilan tinggi, MA, lanjut Gayus, LEHI mengusulkan beberapa hal.

“Pertama, agar dilakukan eksaminasi. Eksaminasi ini bukan barang baru di peradilan karena ada Sema [Surat Edaran Mahkamah Agung] Nomor 1 Tahun 1967, ketuanya ketika itu Pak Suryadi,” katanya.

Dalam Sema Nomor 1 Tahun 1967 tersebut, disebutkan instruksi untuk melakukan eksmainasi terhadap putusan perkara-perkara yang berkembang dan menjadi polemik atau kontroversi di masyarakat.

“Usulan kedua, agar peradilan ini menjadi wajah baru, dengan cara mengevaluasi para pimpinan hakim di seluruh Indonesia,” katanya.

Menurut Gayus, evaluasi ini dilakukan terhadap para ketua dan wakil ketua pengadilan negeri, pengadilan tinggi, serta para pimpinan di MA. Untuk peradilan tingkat pertama atau PN, totalnya sekitar 350-an yang tersebar di berbagai kabupaten dan kota.

“Maka di sana [pengadilan negeri] ada sekitar 700 ketua dan wakil ketua di PN itu dievaluasi,” katanya.

Sedangkan untuk pengadilan tinggi, ucap Gayus, kalau jumlah provinsi di Indonesia saat ini totanya 35, maka berarti ada 70 orang hakim yang menjadi ketua dan wakil ketua PT. Sedangkan di tingkat pusat atau MA, terdapat 10 pimpinan yang harus dievaluasi.

“[Nanti hasilnya] yang bagus dipertahankan yang buruk diganti. Itu inti pembahasan yang tadi disampaikan,” katanya.

Sedangkan saat dikonfirmasi apakah dalam pertemuan tersebut juga sempat disampaikan usulan mengenai pendirian lembaga atau badan eksaminasi untuk mengontrol putusan hakim, Gayus mengatakan, belum sampai ke sana.

“Tapi akan dikumpulkan para ahli-ahli hukum, dalam waktu dekat ini dan kami berdua akan diikutsertakan,” ucapnya.

Baca Juga: Hakim Agung Kembali Terjerat Kasus, Gayus Lumbuun Minta Presiden Reformasi MA

Ketua LEHI, Laksanto Utomo, menambakan, LEHI belum lama berdiri dan idenya dari Asosiasi Pimpinan Perguruan Tinggi Hukum Indonesia (APTHI) beberapa tahun lalu, yakni harus membuat terobosan untuk memperbaiki sengkarut peradilan, khususnya putusan hakim.

“Kita membuat trobosan di dalam kebuntuan penegakan hukum itu dengan membuat Lembaga Eksaminasi Hukum Indonesia,” katanya.

Ia menjelaskan, Dewan Pembina LEHI salah satunya adalah Prof. Gayus Lumbuun. Selain itu, sejumlah dekan-dekan fakultas hukum se-Indonesia. “Mudah-mudahan dengan diterimanya kita di Menkopolhukam ini bisa merupakan secarah harapan untuk penegakan hukum di Indonesia,” katanya.

500