Home Hukum LEHI Minta Jokowi Reformasi Hukum di Sisa Masa Jabatannya

LEHI Minta Jokowi Reformasi Hukum di Sisa Masa Jabatannya

Jakarta, Gatra.com – Ketua Ketua Lembaga Eksaminasi Hukum Indonesia (LEHI), Laksanto Utomo, meminta Presiden Joko Widodo (Jokowi) mereformasi hukum karena banyaknya penegak hukum, khususnya hakim agung yang terlibat kasus korupsi jual beli perkara.

“Gawat, perlu ada tindakan hukum dan sesuai judul kita [Mendesak Reformasi Hukum Total], inilah saatnya, inilah waktunya,” kata Laksanto dalam webinar bertajuk “Mendesak Reformasi Hukum Total” di Jakarta, Jumat (18/11).

Menurutnya, di akhir sisa masa jabatannya, Presiden Jokowi harus melakukan reformasi di bidang hukum, termasuk lembaga peradilan karena tetap marak kasus koruptif hakim.

Baca Juga: KPK OTT Dugaan Suap Pengurusan Perkara di Mahkamah Agung

“Sisa masa jabatan presiden inilah saatnya, inilah waktunya,” kata pria yang karib disapa Laks tersebut.

Presiden Jokowi harus memimpin langsung reformasi di bidang hukum, karena praktif koruptif aparat penegak hukum, khususnya hakim, termasuk hakim agung masih saja terjadi.

Teranyar, giliran dua hakim agung, yakni Sudrajad Dimyati dan Gazalba Saleh serta sejumlah pihak lainnya, di antaranya dari Mahkamah Agung (MA), pengacara dan lainnya harus berhadapan dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Lebih lanjut Laks menyampaikan, praktik koruptif ini sangat merugikan para pihak yang terpaksa dikalahkan karena hakimnya menerima suap. Untuk itu, pemerintah perlu membentuk badan eksaminasi untuk mengontrol putusan hakim.

“Dalam hal ini, yang dirugikan dari putusan perkara ada keberpihakan dengan adanya lembaga eksaminasi,” ujarnya.

Terkait kondisi karut marutnya kondisi hukum di Indonesia, Laks mengatakan, pihaknya telah melayangkan surat kepada pemerintah agar segera melakukan reformasi hukum.

“Kita memberikan surat dan sudah diterima. Suratnya masuk ke Menkopolhukam [Menteri Koordinator Bidang Politik dan Hukum Mahfud MD],” katanya.

Laks mengungkapkan, ketika memimpin Asosiasi Pimpinan Perguruan Tinggi Hukum Indonesia (APPTHI), pihaknya telah melakukan sejumlah langkah untuk mengkritisi MA, di antaranya menerbitkan buku “Akuntabilitas Mahkamah Agung” pada 2016.

“Rasa kecewa terhadap MA ini dengan mengeluarkan buku tentang Akuntabilitas 'Mahkamah Agung', karena ada kegalauan para dekan fakultas hukum,” ujarnya.

Buku tersebut menanggapi kondisi MA sebagaimana hasil penelitian Sebastiaan Pompe berjudul “Runtuhnya Institusi Mahkamah Agung” pada tahun 2012. Pihaknya juga diterima Presiden Jokowi di Istana Negara Jakarta sekitar tahun 2017.

Selanjutnya, APPTHI melakukan eksaminasi terhadap putusan Sudjiono Timan. Dari eksaminasi tersebut, pihaknya memberikan rekomendasi kepada sejumlah pihak terkait, di antaranya MA.

Baca Juga: Pemerintah Diminta Bentuk Badan Eksaminasi Nasional

“Pemerintah pasif saja. Akhirnya pada pada 2020, mantan Sekretaris MA, Nurhadi ditangkap KPK, pemerintah dan MA diam saja,” kata dia.

Terakhir, giliran Hakim Agung Sudrajad Dimyati bersama sejumlah pegawai MA dan pihak lainnya berurusan dengan KPK. Bahkan, kasus korupsi terkait jual beli perkara itu juga menyeret Hakim Agung Gazalba Saleh.

“Sebenarnya lembaga eksaminasi ini sudah digaungkan tetapi tidak ada tanggapan. Ternyata pemerintah tidak memperhatikan juga hingga akhirnya dua hakim agung ditangkap,” katanya.

145