Home Lingkungan Indikator Kebijakan Fiskal Berbasis Ekologi Perlu Diterapkan

Indikator Kebijakan Fiskal Berbasis Ekologi Perlu Diterapkan

Jakarta, Gatra.com - Pelestarian keanekaragaman hayati harus dilakukan berbagai pihak. Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan, Joko Tri Haryanto mengatakan bahwa kebijakan fiskal berbasis ekologi perlu diterapkan dengan melihatnya sebagai peluang yang bisa menghasilkan penerimaan bagi pihak terkait.

"Kita jangan selalu menempatkan biodiversitas sebagai ancaman (keuangan), karena datangnya toh tidak sekarang, bakal terus dinegosiasi. Kalau ada potensi revenue generating, semua pihak akan melindungi, memainkan peran yang luar biasa karena perspektifnya beda," ujarnya dalam acara bertajuk "Mengukur Keanekaragaman Hayati untuk Transfer Fiskal Berbasis Ekologi" di Jakarta, Selasa (10/1).

Menurutnya, penerapan kebijakan fiskal berbasis ekologi harus memiliki rumusan yang tepat. Adanya indikator tertentu sebagai target pencapaian maupun pengukuran, menjadi syarat utama agar keanekaragaman hayati mampu dilihat sebagai isu yang harus segera ditangani.

"Kalau kita lihat, ketika bicara fiskal berbasis ekologi, itu juga punya multipurpose. Saya mencoba mengatasi banyak persoalan, minimal quality speding, karena salah satu problem (pendanaan) adalah quality spending," terangnya.

Joko menerangkan salah satu kebijakan yang setidaknya telah berupaya memperhatikan keanekaragaman hayati, sebagai isu penting dalam kebijakan pendanaan yakni transfer anggaran provinsi berbasis ekologi atau (Tape). Kebijakan ini pertama diterapkan di Kaltara pada 2019 lalu.

Baca Juga: Transfer Anggaran Ekologi Harus Dilakukan Pusat ke Daerah

Dalam kebijakan ini, Pemerintah Provinsi (Pemprov) mengalokasikan dana fiskal ke Kabupaten/Kota salah satunya melalui Bantuan Keuangan (Bankeu). Nantinya, dana bisa digunakan oleh provinsi dan kabupaten/kota terhadap pencapaian target pembangunan pada masing-masing sektor dengan mengutamakan formulasi pencapaian utama terletak pada capaian kinerja utama pada tingkat ekologi. Namun, keseluruhan mekanisme ini belum menggunakan indikator kinerja sebagai dasar pembagian alokasi dana.

Joko mengatakan bahwa perumusan indikator pengukuran harus dilakukan. Hal ini digunakan untuk melihat output dari input yang telah diberikan, terutama dalam pemanfaatan pendanaan.

"Semua mekanisme tujuannya untuk perubahan perilaku, perubahan kondisi. Indikatornya harus dicek, kalau tidak ada output gimana? Kita membuat kebijakan harapannya terus sampai 50-100 tahun ke depan, bukan trial, besok tidak dijalankan lagi," ucapnya.

Baca Juga: Tidak Ada Masalah Ekologi Apabila Kearifan Lokal Dijalankan

Ia menilai bahwa kebijakan ini merupakan salah satu upaya mengatasi permasalahan ekologi di daerah. Dengan memberikan ruang penyelesaian secara lokal, diharapkan persoalan keanekaragaman hayati mampu dijaga keberlangsungannya melalui solusi yang dipahami masyarakat sekitar.

300