Home Nasional Menteri PPPA: Hukum Maksimal Pelaku Kekerasan Seksual di Sidoarjo 

Menteri PPPA: Hukum Maksimal Pelaku Kekerasan Seksual di Sidoarjo 

Sidoarjo, Gatra.com - Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) , Bintang Puspayoga, mendorong aparat penegak hukum untuk memberikan hukuman maksimal terhadap pelaku kasus kekerasan seksual di Sidoarjo sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Seperti diketahui, dalam kasus tersebut seorang anak yang baru berusia 11 tahun menjadi korban kekerasan seksual yang dilakukan oleh ayah sambung atau ayah tiri nya sendiri. Hingga akibatnya, kini sang anak tengah hamil dalam usia kandungan 24 minggu atau 6 bulan.

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2016, pelaku dapat dikenai penambahan hukuman 1/3 dari ancaman pidana dikarenakan kekerasan seksual dilakukan oleh orang tua korban.

"Kami yakin dan percaya aparat penegak hukum akan menangani kasus ini secara tuntas dan cepat demi memberikan keadilan bagi korban dan efek jera bagi pelaku. Proses hukum ini terus kami pantau bersama UPTD PPA Sidoarjo," ujar Bintang dalam tinjauannya ke Unit Pelaksana Teknis Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA) Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur, Sabtu lalu (28/10).

Disamping itu, Bintang juga mengapresiasi gerak cepat yang terintegrasi lintas sektor antara dinas pengampu isu perempuan dan anak dalam memberikan pendampingan yang terbaik bagi korban.

Karena menurutnya, penanganan yang dilakukan lintas sektor dalam kasus ini termasuk dalam penanganan yang komprehensif dan mengedepankan kepentingan terbaik bagi korban.

Penanganan yang baik, Sambung Bintang, akan memberikan imbas positif terhadap kondisi korban. Berkat hal tersebut pula, saat ini korban masih memiliki keinginan yang tinggi untuk mengikuti proses pembelajaran secara daring.

"Ini merupakan salah satu hal yang patut kita syukuri, korban masih terus bersemangat menempuh pendidikan dan menggapai cita-citanya menjadi dokter," kata Bintang.

Berdasarkan informasi yang didapatkan, korban dan ibunya kini tidak perlu tinggal di rumah aman dikarenakan korban harus bersekolah, sedangkan ibunya bekerja. Hal ini juga dikarenkan korban dan ibunya mendapatkan dukungan positif dari lingkungan sekitar mereka.

"Kondisi ini baik bagi psikologis korban karena tidak adanya stigma dari masyarakat, sehingga tidak terjadi reviktimisasi, seperti anak dikeluarkan dari sekolah atau bahkan diusir dari lingkungan sekitarnya," tutur Menteri PPPA tersebut.

Dalam kesempatan yang sama, Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak Keluarga Berencana (P3AKB) Kabupaten Sidoarjo, Syaf Satriawarman menerangkan, bahwa pihaknya mengambil beberapa langkah inisiatif, salah satunya terkait persalinan korban.

"Bilamana secara klinis tidak memungkinkan melakukan persalinan secara normal, maka akan dilakukan operasi caesar. Pemerintah Daerah sudah menyanggupi pembiayaan persalinan dan kami sudah mendaftarkan korban sebagai peserta BPJS," tutur Syaf.

Menurut Syaf, nantinya persalinan korban akan dilaksanakan secara tertutup. Selanjutnya, pihaknya pun akan melakukan evaluasi secara bergantian oleh tim kesehatan, tim psikolog, dan sekolah kepada korban.

"Misalnya evaluasi oleh pihak sekolah terkait pembelajaran yang diikuti oleh korban secara daring. Mudah-mudahan untuk penanganan korban ini sudah kita tangani dengan baik," papar Syaf.

104