Home Hukum Yenti Garnasih Soroti Macetnya Sistem Regulasi Penyebab Transaksi Janggal di Kemenkeu

Yenti Garnasih Soroti Macetnya Sistem Regulasi Penyebab Transaksi Janggal di Kemenkeu

Jakarta, Gatra.com - Pakar Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) Yenti Garnasih menyoroti ketidaktahuan Menteri Keuangan (Menkeu) RI Sri Mulyani akan adanya laporan hasil analisa (LHA) dari Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), yang diberikan kepada anak buahnya terkait transaksi janggal senilai Rp349 triliun. 

Ia meyakini, ada sistem yang macet di balik fenomena itu.

"Sampai Menteri Keuangan tidak tahu bahwa ada LHA kepada anak buahnya. Ini pasti ada sistem yang tidak bergerak. Ada sistem yang Pak Mahfud, Pak Menko (Menteri Koordinator) sendiri yang menyampaikan bahwa Ibu Menkeu tidak tahu," kata Yenti Garnasih, dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi III DPR RI, di Kompleks Parlemen, Kamis (6/4).

Menurut Yenti, ketidaktahuan itu merupakan suatu hal yang memalukan. Ia meyakini bahwa ketidaktahuan itu dilatarbelakangi tidak disampaikannya LHA PPATK itu kepada Sri Mulyani. Yenti nilai sebagai suatu tindakan melawan hukum.

"Menurut saya, sesuatu yang sangat memalukan ya, sampai negara kita ini, ada fenomena bahwa ternyata tidak tahu, tidak disampaikan, dan orang yang tidak menyampaikan itu tentu adalah suatu bentuk kegiatan yang ilegal, yang melawan hukum, yang tidak sesuai dengan bahwa mereka itu adalah pelayan publik," ujarnya.

Menurut Yenti, terdapat masalah dalam pelayanan publik yang ada. Sebab, tidak adanya penyampaian LHA PPATK ke Menkeu Sri Mulyani adalah tanda bahwa pelayanan publik justru tidak sesuai, tidak berjalan dengan penuh integritas, serta tidak profesional.

Untuk diketahui, sebelumnya Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam) RI Mahfud MD mengungkapkan, ada LHA PPATK yang tidak sampai ke Menkeu Sri Mulyani, meski laporan itu sebenarnya telah disampaikan pada Kementerian Keuangan (Kemenkeu). Laporan itu terkait temuan Rp189 triliun yang diduga merupakan pencucian uang cukai atas impor emas batangan yang surat cukainya dipalsukan menjadi impor emas mentah.

Mahfud mengatakan, menurut hasil analisis PPATK, dugaan pencucian uang itu berada dalam lingkup cukai dan melibatkan 15 entitas. Namun, yang tertulis dalam laporannya justru berubah menjadi pajak. 

Menurut Mahfud, data dalam laporan itu baru Sri Mulyani terima ketika ia bertemu dengan Kepala PPATK Ivan Yustiavandana, pada 14 Maret 2023 lalu.

"Ada kekeliruan pemahaman Ibu Sri Mulyani dan penjelasan Ibu Sri Mulyani karena ditutupnya akses yang sebenarnya dari bawah," kata Mahfud MD dalam rapat dengar pendapat umum (RDPU) bersama Komisi III DPR RI, di Gedung Nusantara, Kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu (29/3) lalu.

"Yang semula, ketika ditanya Bu Sri Mulyani itu, 'Ini apa kok ada uang Rp189 triliun?'. Itu pejabat tingginya yang eselon I itu [menjawab], 'Enggak ada, Bu, di sini, enggak pernah ada,' katanya. [Ditanya lagi] 'Ini tahun 2020?' kata Bu Sri. [Dijawab] 'Enggak, enggak pernah ada, Bu,' katanya. [Dijawab], 'Ada, [menurut] Pak Ivan, lah ada'. Baru dia, 'Oh ya, nanti dicari', dan itu menyangkut Rp189 (triliun)," lanjut Mahfud, dalam kesempatan itu.

239