Home Regional Kejati NTT Tahan Dua Tersangka Korupsi Tanah Aset Pemprov Rp 8,5 Miliar

Kejati NTT Tahan Dua Tersangka Korupsi Tanah Aset Pemprov Rp 8,5 Miliar

Kupang, Gatra.com - Tim penyidik Tindak Pidana Khusus (Pidsus) Kejati NTT menahan dua tersangka kasus dugaan korupsi pemanfaatan aset Pemprov NTT berupa tanah seluas 31.670 m2. 

Lokasi tanah tersebut terletak di Pantai Pede, Desa Gorontalo, Kecamatan Komodo, Kabupaten Manggarai Barat, yang di atasnya telah dibangun Hotel Plago.

Penetapan tersangka dilakukan setelah tim penyidik menerima hasil penghitungan kerugian negara dari BPKP Perwakilan NTT, dengan total kerugian negara sebesar Rp8.522.752.021,08

Kedua tersangka adalah Thelma Bana selaku Kabid Pemanfaatan Aset (Pengguna Barang), dan Heri Pranyoto sebagai Direktur PT Sarana Wisata Internusa. 

Baca Juga: Buronan Terpidana Kasus Korupsi Bank NTT, Diringkus Tim Tabur Kejagung RI

Thelma dan Heri langsung ditahan penyidik usai menjalani pemeriksaan sebagai tersangka pada Senin (31/7/2023) sore. Thelma ditahan di Lapas Perempuan Kupang, sementara Heri Pranyoto ditahan di Rutan Kupang.

Kasi Penkum Kejati NTT, Agung Raka mengatakan, penahanan dilakukan penyidik setelah ditetapkan tersangka. Para tersangka diduga sebagai pelaku tindak pidana dimaksud, dan dugaan itu didasarkan pada alat bukti yang cukup.

“Tersangka kita tahan untuk 20 hari kedepan, dan dapat diperpanjang maksimal 40 hari. Penyidik juga sudah menjadwalkan pemeriksaan tambahan. Intinya pemeriksaan tersangka akan terus berlanjut hingga penyidikan rampung,” kata Agung ( 31/7).

Agung yang juga mantan Kasi C (Ekonomi dan Keuangan) Bidang Intelijen Kejati NTB, menambahkan, penahanan terhadap tersangka dilakukan untuk memperlancar proses penyidikan, karena dikuatirkan tersangka dapat melarikan diri, merusak dan menghilangkan barang bukti, atau dikuatirkan akan mengulangi tindak pidana.

Baca Juga: KPK Sebut NTT Termasuk Provinsi Rawan Korupsi

Sementara itu, tim penyidik Pidsus Kejati NTT terus mengembangkan penyidikan perkara ini. 

“Penyidik terus kembangkan penyidikan, dan ada potensi penambahan tersangka,” jelas Agung.

Diketahui, kasus ini bermula pada tahun 2012, dimana Kementerian Pariwisata, Seni dan Budaya menghibahkan dua bidang tanah milik Departemen Pariwisata, Seni dan Budaya Provinsi NTT kepada Gubernur NTT dengan Sertifikat Hak Pakai Nomor 3/Gorontalo/2012 seluas 17.286 m2 dan Nomor 4/Gorontalo/2012 seluas 14.384m2 di Kabupaten Manggarai Barat.

Selanjutnya, pada tanggal 23 Mei 2014, Pemprov NTT mengadakan PKS BGS tanpa melalui tender kepada PT Sarana Investama Manggabar Nomor: HK 530 tahun 2014, Nomor: 04/SIM/Dirut/V/14 tentang pembangunan hotel dan fasilitas pendukung lainnya di atas tanah milik Pemprov NTT seluas 31.670m2 di Kabupaten Manggarai Barat, dengan syarat-syarat pihak I memberikan tanah seluas 31.670m2 kepada pihak II, dan merekomendasikan pemberian HGB kepada pihak II.

Kemudian, dengan jangka waktu kerja sama selama 25 tahun terhitung sejak tanggal beroperasi. Kontribusi diberikan oleh pihak II kepada pihak I sebesar Rp255.000.000 setiap tahun berjalan. Pihak II dapat menjaminkan HGB untuk suatu hutang pihak II pada salah satu bank/lembaga keuangan lainnya atas persetujuan dari pihak I.

Nilai kontribusi sebesar Rp255 juta, setiap tahun ditentukan oleh Imanuel Kara dan Thelma Bana, yang seharusnya dilakukan oleh tim yang ditunjuk oleh gubernur dengan melibatkan tim penilai aset atau appraisal.

Setelah perjanjian ditandatangani, pada tahun 2016 ditindaklanjuti oleh para pihak, yaitu pihak I Pemprov NTT mengajukan permohonan hak pengelolaan (HPL) atas tanah tersebut ke BPN Manggarai Barat, dan terbitlah Sertifikat Nomor 00002/Gorontalo tanggal 22 April 2016 atas nama Pemprov NTT, selanjutnya diserahkan kepada pihak II PT SIM untuk pengurusan HGB.

Pihak II PT SIM mengajukan IMB ke Badan Penanaman Modal dan Pelayanan Perizinan Kabupaten Manggarai Barat, dan terbitnya IMB Nomor: BPMPP.503.640/IMB/038/XII/2016 tanggal 5 Desember 2016 atas nama Heri Pranyoto, SE.AK., PT SIM untuk membangun sarana wisata terpadu atau taman rekreasi dan wisata publik.

Baca Juga: Kejaksaan Agung RI Sita Aset Tanah 11,7 Hektar Milik Jhoni Plate Di Labuan Bajo NTT Terkait Kasus

Berdasarkan PKS Nomor HK530 tanggal 23 Mei 2014, Lydia Chrisanty Sunaryo dan Heri Pranyoto dibantu Jantje Tuwera yang merupakan mantan Kepala BPN NTT, mengusulkan penerbitan IMB atas nama PT SIM.

Kepala BPN Manggarai Barat saat itu I Gusti Made Anom Kaler atas risalah pemeriksaan yang dibuat oleh Budi Sidik Raharjo dan Caitano Soares, dan menerbitkan IMB selama 30 tahun, bukan 25 tahun sesuai masa berlaku BGS.

Setelah menerima IMB, pada Januari 2021, PT SIM membangun hotel, bukan dalam bentuk sarana wisata terpadu (taman rekreasi) dan wisata publik sesuai IMB yang diterima. Hal tersebut terjadi karena pengajuan IMB tidak dilampiri gambar rencana arsitek/gambar struktur dan perhitungan struktur untuk bangunan bertingkat yang lengkap dan sah.

Kemudian, pada tahun 2021 ada temuan tim auditor BPK bahwa nilai kontribusi kerja sama tersebut sangat rendah, sehingga disarankan untuk melakukan revisi terhadap perjanjian tersebut, namun tidak ada tanggapan dari PT SIM. Pada akhirnya, Pemprov NTT melakukan pemutusan hubungan kerja, namun HGB dan IMB masih atas nama PT SIM.

250