Home Internasional Ketua Melanesian Youth Forum Tanggapi Catatan Sinis soal Keputusan KTT MSG di Vanuatu

Ketua Melanesian Youth Forum Tanggapi Catatan Sinis soal Keputusan KTT MSG di Vanuatu

Jayapura, Gatra.com - Ketua Melanesian Youth Forum, Steve R. Mara, merespons catatan sinis Socratez Yoman dan beberapa tokoh Papua terkait keputusan KTT Melanesian Spearhead Group (MSG) di Port Villa, Vanuatu pada 23-24 Agustus 2023 lalu.

Diketahui permohonan United Liberation Movement for West Papua (ULMWP) atau Gerakan Persatuan Pembebasan Papua Barat untuk menjadi anggota penuh MSG, telah ditolak oleh KTT MSG karena tidak memenuhi kriteria sebagai anggota MSG.

Namun sayang, informasi keputusan KTT MSG yang telah menolak keanggotaan ULMWP banyak terjadi disinformasi. Beberapa tokoh Papua termasuk Socratez Yoman tidak membuka informasi dan fakta yang sebenarnya.

"Ini merupakan catatan saya terhadap tulisan beberapa orang di Papua yang menanggapi keputusan hasil MSG termasuk catatan dari Bapak Socratez Yoman sebelumnya mengenai “Indonesia Berjuang Bukan Untuk Menghalangi/Menggagalkan ULMWP Menjadi Anggota Penuh MSG”, kata Mara dalam keterangannya kepada Gatra.com, Selasa (28/8).

Mara meyakini bahwa penolakan ULMWP didasari karena kelompok ini tidak sesuai dengan nilai dan prinsip yang dianut oleh MSG.

"Dalam butir 13, ayat 1 Communique dinyatakan bahwa ULMWP tidak memenuhi kriteria Keanggotaan berdasarkan Perjanjian yang ada. Pembentukan MSG yang akan menjamin pemberian status keanggotaan)," terang Mara.

Mara menengarai kelompok ULMWP tidak bisa tidur nyenyak karena mendapati kenyataan penolakan. "Harus diakui bahwa tidak mudah untuk dapat menyebarluaskan kabar kebenaran. Beberapa hal fundamental dari Comminuque MSG sengaja disembunyikan dari masyarakat Papua," ujar Mara.

Mara menjelaskan mekanisme pengambilan keputusan di KTT MSG. Indonesia sebagai Associate Member MSG, tidak ikut dalam pembahasan tersebut. Pembahasan berlangsung tertutup di antara para Anggota Penuh (Full Member) tanpa kehadiran Associate Member dan Observer.

"Sejauh pemahaman saya, bahwa setiap permohonan sebagai anggota baru MSG harus memenuhi kriteria yang ditetapkan oleh Pedoman Keanggotaan Baru MSG yang telah ditetapkan pada tahun 2018," jelas Mara.

Sebaliknya, Mara meyakini bahwa forum KTT MSG semakin meningkatkan nilai tawar dan legal standing kedaulatan Indonesia atas Papua Barat.

"Bagi saya, merupakan bagian terpenting dari KTT MSG tersebut yaitu, pengakuan tegas KTT MSG terhadap kedaulatan Indonesia atas Papua Barat. Reaffirmed the sovereignty of Indonesia over West Papua (Butir 9, ayat ii Communique)," tegas Mara.

Mara mengemukakan setidaknya ada dua alasan yang menyebabkan ULMWP tidak akan pernah memenuhi kriteria sebagai anggota MSG.

"Pertama, ULMWP tidak akan pernah mampu berkomitmen terhadap visi, prinsip, nilai, dan tujuan MSG, sebagaimana diatur dalam Perjanjian Pembentukan MSG. Terutama mengenai prinsip penghormatan terhadap kedaulatan dan keutuhan wilayah," tegasnya.

Alasan kedua, Mara melanjutkan, ULMWP juga bukan subjek hukum internasional yang dapat mengaksesi atau mengikatkan diri pada perjanjian internasional.

"Seperti Perjanjian Pembentukan MSG. Berdasarkan hukum internasional, hanya Negara atau Organisasi Internasional yang diperbolehkan untuk mengaksesi perjanjian internasional," sambung Mara.

Untuk itu, menurut Mara penting untuk mengabarkan dan membuka fakta apa adanya. "Ingat lah bahwa, jika tidak ingin jatuh di esok hari maka katakan kebenaran hari ini," tegas Mara.

Mara juga mendorong agar mengimplementasikan isi Communique KTT MSG. Yaitu penguatan kerja sama dengan Indonesia, antara lain, Sekretariat MSG diminta untuk menjajaki isu sosial, pembangunan ekonomi dan pemberdayaan warga Papua.

"Sebenarnya juga memuat dorongan bagi dalam kerangka UU Otonomi Khusus Papua terdapat pada Butir 13 Communique. Saya kira ini dapat menjadi kesempatan yang baik bagi semua pihak untuk menjelaskan kemajuan Papua, pasca berlakunya UU Otonomi Khusus Papua," imbuh Mara.

Meski di bagian tersebut, terdapat poin terkait hak asasi manusia (HAM) dan usulan kunjungan Komisaris Tinggi HAM PBB ke Papua. Mara menilai bahwa hal itu sebenarnya sebuah hal yang baru.

Pemenuhan HAM bagi rakyat merupakan realitas yang penting di semua negara yang sifatnya progresif. Tidak ada satu pun negara yang dapat mengklaim sempurna dalam pemenuhan HAM-nya.

"Mengingat Indonesia telah berkali-kali dipercaya masyarakat internasional untuk menjadi Anggota Dewan HAM PBB, tentu Indonesia sudah berpengalaman untuk menyikapi berbagai usulan terkait upaya perbaikan HAM," tambah Mara.

Mara menegaskan bahwa keanggotaan MSG dibatasi hanya untuk Negara-negara Merdeka dan Berdaulat. Hal itu tertuang dalam Communique KTT MSG butir 13, Pasal VII.

Mara mengajak agar semua pihak bersikap jujur menyampaikan data dan fakta yang ada. Dia menekankan kalau kebohongan bukanlah hal yang baik. Kendati demikian, terkadang kebohongan dikabarkan dan disebarluaskan dengan suka cita.

"Tanpa pedulikan orang lain yang terjebak dalam kebingungan. Sungguh, saya ingin menyeru semua pihak untuk menggunakan akal budi demi melawan kebohongan oleh siapa pun," imbuh Mara.

Mara mengajak agar mempersiapkan masa depan Papua dalam NKRI yang lebih baik. "Kita harus pintar, harus cerdas dalam berbagai bidang, jangan terlena dengan mimpi sesaat yang dibagikan kepada kita," kata Mara.

"Papua ada banyak pintu yang dibuka, dan setiap pintu itu membutuhkan SDM anak muda Papua yang berkualitas dan mampu bersaing. Jika kita disibukan dengan mimpi politik kemerdekaan, maka kompetensi kita akan kurang dan orang lain dengan santainya akan datang dari daerah lain untuk mengambil kursi kita di tanah Papua," tutur Mara.

 

229