Home Nasional Percakapan Mao dan Aidit, Kabinet Kerensky ala Letkol Untung

Percakapan Mao dan Aidit, Kabinet Kerensky ala Letkol Untung

Peking, Gatra.com- Dipa Nusantara (DN) Aidit dan dokter Sutanti istrinya berkunjung ke Peking pada Agustus 1965. Tepatnya 55 hari menjelang pemberontakan 1 Oktober 1965. Terjadi percakapan Pemimpin RRC Mao Zedong dan Ketua CC PKI DN Aidit saat berkunjung ke Tiongkok.

Percakapan diperoleh Taomo Zhou dari arsip Kemenlu RRC yang sudah dibuka (dideklasifikasi). Percakapan ini dimuat dalam buku Taomo Zhou, Migration in The Time of Revolution China, Indonesia, and The Cold War, Cornell University Press, 2019, halaman 160-161:

Pada 5 Agustus 1965, Aidit, istrinya, Tanti, dan Jusuf Adjitorop, seorang anggota Politbiro, mengadakan pertemuan dengan Mao Zedong dan para pemimpin penting Tiongkok lainnya, termasuk Liu Shaoqi, Zhou Enlai, Deng Xiaoping, dan Chen Yi. Dalam pertemuan tersebut, Zhou melaporkan kepada Mao tentang kesehatan Sukarno dan revisi perjalanan Aidit. Selanjutnya kedua belah pihak membicarakan tentang tentara Indonesia:

Mao: Saya pikir sayap kanan Indonesia bertekad untuk merebut kekuasaan. Apakah Anda juga bertekad?

Aidit: (Mengangguk) Kalau Sukarno mati, yang jadi pertanyaan siapa yang lebih unggul.

Mao: Saya menyarankan agar Anda tidak terlalu sering pergi ke luar negeri. Anda dapat membiarkan orang Nomor Dua (yaitu wakil Anda) [di partai Anda] pergi ke luar negeri.

Aidit: Sayap kanan bisa mengambil dua kemungkinan tindakan. Pertama, mereka bisa menyerang kita. Jika mereka melakukannya, kami punya alasan untuk melakukan serangan balik. Kedua, mereka dapat mengambil cara yang lebih moderat dengan membangun pemerintahan Nasakom. Tanpa Sukarno, akan mudah bagi sayap kanan untuk mendapatkan dukungan dari pihak tengah untuk mengucilkan kita. Skenario terakhir akan sulit bagi kami. Namun, apa pun yang terjadi, kita harus menghadapinya. AS menyarankan Nasution untuk tidak melakukan kudeta. Sebab jika dia memulai kudeta, sayap kiri juga akan mengambil tindakan yang sama. Pihak Amerika mengatakan kepada Nasution bahwa ia harus menunggu dengan sabar; bahkan jika Sukarno meninggal, dia [Nasution] harus fleksibel daripada [memulai] kudeta. Dia menerima saran dari Amerika.

Mao: Itu tidak bisa diandalkan. Situasi saat ini telah berubah.

Aidit: Dalam skenario pertama, kami berencana membentuk komite militer. Mayoritas komite tersebut adalah sayap kiri, namun juga harus mencakup beberapa elemen moderat. Dengan cara ini, kita bisa membingungkan musuh kita. Musuh-musuh kita tidak yakin dengan sifat komite ini, dan oleh karena itu para komandan militer yang bersimpati kepada sayap kanan tidak akan langsung menentang kita. Jika kami langsung menunjukkan bendera merah, mereka akan langsung menentang kami. Ketua komite militer ini mungkin adalah anggota bawah tanah partai kami, namun ia akan mengidentifikasi dirinya sebagai orang yang netral. Komite militer ini tidak boleh bertahan terlalu lama. Kalau tidak, orang baik akan berubah menjadi orang jahat. Setelah hal ini terwujud, kita perlu mempersenjatai kaum buruh dan tani pada waktu yang tepat.

Rencana yang diutarakan Aidit kepada Mao, khususnya pembentukan sebuah komite yang jelas-jelas tidak berhaluan kiri dan akan dipimpin oleh seorang anggota bawah tanah PKI di kalangan tentara Indonesia, sangat mirip dengan peristiwa yang terjadi pada pagi tanggal 1 Oktober. 1965. Informasi ini sesuai dengan argumen John Roosa bahwa Aidit dan kelompok eksklusif termasuk perwira militer progresif membuat rencana G-30-S tanpa memberi tahu seluruh anggota partai atau bahkan politbiro.

Aidit menggunakan Letkol Untung, Komandan Batalyon I Kesatuan Kawal Cakrabirawa bertindak  sebagai wayang untuk menjalankan kudeta. Pada pukul 14.00 RRI menyiarkan Dekrit No. 1 tentang Pembentukan Dewan Revolusi. Dekrit menyebutkan Dewan Revolusi sebagai sumber dari kekuasaan negara. Dari 45 orang anggota Dewan Revolusi hanya mencantumkan beberapa orang komunis. Dan lebih dari 25 orang simpatisan komunis. Selebihnya adalah orang-orang agama dan para perwira tinggi ABRI (TNI/Polri) yang tidak tahu apa-apa. Susunan Dewan Revolusi ini diperlukan untuk menyesatkan umum, seolah dia bukan kup komunis. Cocok dengan kata Aidit pada Mao: "Dengan cara ini, kita bisa membingungkan musuh kita."

Dewan Revolusi adalah semacam Kabinet Kerensky dalam Revolusi Sosialis di Moskow pada 1917. Kerensky membentuk kabinet yang terdiri dari golongan sosialis dan moderat. Tetapi pada 8 November 1917, dia dikudeta Nikolai Lenin. Kerensky hanya dibutuhkan sebagai pemerintahan sementara. Nasib Dewan Revolusinya Untung akan sama jika memperoleh kemenangan pada Kudeta 1 Oktober 1965.

1003