Home Ekonomi Warga Genengsari Sulap Kotoran Sapi Jadi Biogas

Warga Genengsari Sulap Kotoran Sapi Jadi Biogas

Sukoharjo, Gatra.com – Warga Dukuh Krandon, Desa Genengsari, Kecamatan Polokarto, Kabupaten Sukoharjo, Jawa Tengah, menyulap kotoran sapi menjadi energi alternatif biogas sebagai pengganti elpiji untuk memasak. Pengembangan biogas energi alternatif ini dimulai sejak tahun 2022.

Salah satu pemilik kandang sapi, Lasmini (35), menjelaskan, sejak tahun 2022 lalu, ia sudah memanfaatkan kotoran sapi untuk sumber energi. Proses awal pengolahan dimulai ketika pemilahan kotoran sapi.

Kotoran dicampur dengan kencing sapi dan air agar tidak ada gumpalan ataupun rumput. Kencing sapi ternyata justru lebih banyak memproduksi gas dibanding kotoran sapi.

Proses selanjutnya, kotoran sapi yang tak ada gumpalan itu dialirkan menuju tangki biodigester untuk proses perubahan menjadi gas. Sebab jika ada yang menggumpal, tidak akan bisa menjadi gas.

Dalam proses pembuatan gas, perlu membutuhkan minimal tiga angkong kotoran sapi per hari agar bisa diolah menjadi energi. Pada proses tersebut, full murni letong, tidak boleh ada tanah, pasir ataupun batu bata.

“Setiap hari minimal tiga angkong kotoran sapi diolah, pagi dan sore, jadi paginya naruh kotoran besok pagi baru bisa jadi gas. Kalau ada rumput sedikit tidak apa-apa, tapi kalau banyak akan ada penyumbatan di pembuangan dan akan mengakibatkan penumpukan dan tangki penampung membeludak,” jelasnya.

Kemudian kotoran sapi yang telah diproses akan mengalir ke tangki IPAL. Lalu sisa kotoran sapi yang masih berwujud padat dapat dimanfaatkan menjadi pupuk oleh warga sekitar.

Sementara itu, hasil dari pengolahan limbah berwujud gas dimanfaatkan warga sebagai bahan bakar dengan menggunakan instalasi pipa yang dilengkapi dengan barometer.

“Ini sangat optimal, warga yang nyambung cukup membayar pajak airnya saja,” ujarnya.

Dia mengaku, sebelum memakai biogas, dalam sebulan dia membeli 2-3 tabung elpiji untuk memasak. Namun sejak pengembangan biogas energi alternatif dimulai, dirinya cukup menggunakan satu tabung elpiji.

“Nilai ekonominya kalau tombok enggak, kalau dihitung-hitung beli gas lebih ringan ini [biogas[,” imbuhnya.

Sementara itu, Kepala Dusun setempat, Suwanti, mengatakan ada tiga unit biodigester yang dimanfaatkan warga setempat. Sebanyak 15 rumah warga telah menggunakan energi dari kotoran sapi untuk kebutuhan rumah tangga. Masing-masing unit biodigester tersebut yakni bantuan dari ESDM Provinsi, Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Sukoharjo, dan Dana Desa.

“Satu unit dapat dimanfaatkan lima kebutuhan rumah tangga, bareng-bareng kelompok, kalau lebih nanti tidak maksimal, ada yang kecil dan yang besar apinya,” katanya.

Dia mengatakan, pembuatan biodigester kali pertama pada 2019 berdasarkan masukan dari warga. Di kampung itu, hampir setiap warga memiliki ternak sapi. Kemudian, dana desa dimanfaatkan untuk pembuatan biodigester pertama.

“Proses awal, kebetulan di sini hampir sembilan persen warga peternak, lalu ada komunikasi dengan dinas pertanian kabupaten dan diteruskan ke provinsi, jadi dari sana langsung turun kelokasi untuk mengecek,” katanya.

Menurut Suwanti, penggunaan biogas baru mencakup lima persen dari total sekitar 300 KK yang ada di Dukuh Krandon, Desa Genengsari. Artinya, pupuk kotoran sapi juga belum dimanfaatkan secara maksimal dan masih ada beberapa yang terbuang. Sehingga untuk memoptimalkan, saat ini Pemdes Genengsari tengah mengajukan bantuan alat ke provinsi dan dinas setempat.

“Mengisi ulangnya dengan inovasi baru. Ada barometernya. Ada ukurannya nanti ketika gas tinggi atau rendah dan ada percobaan untuk pemanfaatan lampu,” tandasnya.

103