Home Kesehatan Faricimab Inovasi Injeksi Mata Penyakit Gangguan Penglihatan

Faricimab Inovasi Injeksi Mata Penyakit Gangguan Penglihatan

Jakarta, Gatra.com- Roche Indonesia mengumumkan kehadiran injeksi mata faricimab untuk pengobatan neovascular age-related macular degeneration (nAMD) dan diabetic macular edema (DME), dua penyakit penyebab kehilangan penglihatan.

Faricimab adalah pengobatan pertama untuk nAMD dan DME di Indonesia yang bekerja dengan menargetkan VEGF-A dan Ang-2, dua penyebab utama ketidakstabilan pembuluh darah yang terkait dengan kondisi retina yang mengancam penglihatan. Mekanisme kerja ganda yang unik ini bisa dihasilkan dari keahlian Roche dalam rekayasa antibodi.

“Kami berkomitmen untuk membantu mendorong perubahan positif dalam bidang oftalmologi dan meningkatkan kesehatan mata dalam agenda nasional,” ujar Presiden Direktur Roche Indonesia,Dr. Ait-Allah Mejri dalam konferensi persnya, Kamis (2/11).

Baca juga: Studi: Kasus Diabetes Dua Kali Lipat Meningkat Hingga Tahun 2050

Lewat pendekatan baru terhadap diagnosis dan pengobatan kondisi mata yang sedang dieksplorasi saat ini, Roche berkomitmen untuk turut mengatasi tantangan kesehatan global ini,
bersama dengan komunitas yang memiliki penglihatan terbatas.

“Kami berkomitmen untuk membantu pasien yang memerlukan untuk dapat mengakses obat-obatan yang mereka butuhkan, dan kami akan bekerja sama dengan semua mitra pemerintah dan swasta untuk menemukan jalan ke depan agar dapat menawarkan solusi akses yang terjangkau dan berkelanjutan bagi orang-orang yang membutuhkan faricimab," jelas Ait-Allah.

Sebagai informasi, data World Health Organization menyebut bahwa hampir 2,2 miliar orang di dunia hidup dengan gangguan penglihatan. Hal ini karena kurangnya akses terhadap layanan perawatan mata sederhana, setidaknya setengah dari kondisi mereka belum
ditangani atau belum dapat dicegah.

​​​​​​Baca juga: Anak Penderita Diabetes Tipe 1 Boleh Puasa, Asal Perhatikan Ini

Karenanya, Dokter Spesialis Mata Konsultan Vitreoretina dan Direktur
Layanan Vitreoretina, JEC Eye Hospitals & Clinics, Dr. dr. Elvioza, SpM(K) menyebut kalau persetujuan faricimab sangat disambut baik oleh masyarakat Indonesia yang menderita nAMD dan DME. “Sangat penting untuk memiliki pilihan dan strategi pengobatan yang dapat mengurangi beban frekuensi suntikan bagi pasien yang menderita penyakit mata yang bisa menyebabkan kebutaan," jelas dia.

Terutama, lanjut dr Elvioza adalah bahwa konsultasi secara sering dapat menjadi tantangan bagi pasien dan perawat atau pengasuh (caregiver). Terutama bagi mereka yang berada di lokasi terpencil atau memiliki mobilitas terbatas dan
akses terhadap pengobatan sangat penting untuk dapat mengatasi kehilangan penglihatan.

Menurut dia, menggabungkan dua inhibitor dalam satu suntikan membuka jalan baru bagi pengobatan penyakit mata. Selain manfaat klinis, faricimab menawarkan daya tahan yang lebih lama, yang berarti lebih sedikit suntikan bagi pasien.

"Terobosan ini memungkinkan pasien mendapatkan suntikan dengan selang waktu 4 bulan setelah tahun pertama, dibandingkan suntikan yang harus diberikan setiap sebulan sekali pada terapi yang sudah ada,” jelasnya.

Baca juga: Kurang Aktivitas Fisik Penyebab Utama Obesitas

Faricimab dirancang untuk menghambat jalur yang melibatkan Ang-2 dan VEGF-A. Baik Ang-2 dan VEGF-A diperkirakan berkontribusi terhadap kehilangan penglihatan dengan mengganggu kestabilan pembuluh darah, yang dapat menyebabkan terbentuknya pembuluh darah baru yang bocor dan meningkatkan peradangan.

Seiring penelitian tambahan terus dilakukan, penghambatan kedua jalur telah terbukti dalam studi praklinis berpotensi memberikan manfaat yang saling melengkapi, dapat menstabilkan pembuluh darah dan dengan demikian mengurangi kebocoran pembuluh darah dan peradangan.

Adapun dampak kebutaan sangat fatal. Bahkan dari sisi ekonomi, International Federation on Ageing (IFA) menyebut beban gangguan penglihatan menimbulkan kerugian langsung yang diperkirakan mencapai $2,8 triliun pada tahun 2022. Diabetic Retinopathy dan nAMD menjadi dua penyebab utama gangguan penglihatan dan kebutaan.

“Dampak gangguan penglihatan terhadap kualitas hidup dan produktivitas individu tidak dapat dianggap enteng.” Pendekatan baru untuk mengobati kondisi retina yang mengancam penglihatan. Inovasi baru menggabungkan VEGF dan Ang-2 adalah secercah harapan bagi pasien,” kata dr. Elvioza menjelaskan.

Baca juga: Waspada Gaya Hidup, Kegemukan dan Penyakit Kronis

Kondisi-kondisi ini mempengaruhi kemampuan seseorang untuk bekerja, terlibat secara sosial dan hidup mandiri, sehingga menyebabkan depresi dan kecemasan. Hal ini juga meningkatkan tekanan pada sistem kesehatan dan memberikan beban besar pada perawat.

Adapun  di Indonesia, terdapat sekitar 8 juta orang berusia di atas 50 tahun yang mengalami masalah gangguan penglihatan. Di antaranya, diperkirakan terdapat 700,000 pasien yang terdampak oleh nAMD dan DME.

"Penyebab utama gangguan penglihatan adalah kelainan refraksi, sedangkan penyebab utama kebutaan adalah katarak. Selain itu, faktor degeneratif dan penyakit kronis juga merupakan risiko terjadinya penyakit mata lainnya seperti age-related macular degeneration (AMD) dan diabetic macular edema (DME),” ujar Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular Kementerian Kesehatan, Dr. Eva Susanti.

260