Home Pemilu 2024 Koalisi Masyarakat Sipil Desak DPR Gunakan Hak Angket soal Pemilu

Koalisi Masyarakat Sipil Desak DPR Gunakan Hak Angket soal Pemilu

Jakarta, Gatra.com – Koalisi Masyarakat Sipil Kawal Pemilu Demokratis mendesak anggota DPR untuk menggunakan seluruh hak konstituonal mereka, di antarnya hak angket untuk membongkar dugaan kejahatan pada Pemilu 2024.

Demikian salah satu pernyataan sikap Koalisi Masyarakat Sipil Kawal Pemilu Demokratis yang diterima pada Kamis (22/2). Koalisi juga menuntut agar seluruh anggota KPU dan Bawaslu mengundurkan diri.

Anggota koalisi, Halili Hasan dari SETARA Institute, menyampaikan, sikap tersebut sebagai bentuk pertanggungjawaban karena telah gagal mengemban amanat rakyat untuk menyelenggarakan Pemilu yang luber dan jurdil.

“Jika mereka tidak mengundurkan diri, Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) harus memberhentikan mereka akibat begitu banyak pelanggaran sangat fatal dan serius yang mereka lakukan,” ujarnya.

Sikap koalisi selanjutnya, kata Gufron Mabruri dari Imparsial, menuntut agar penyelenggara dan pengawas baru dapat segera direkrut agar Pemilu dapat dilaksanakan ulang secara demokratis sebelum periode Pemerintahan Jokowi habis.

Julius Ibrani dari PBHI menyampaikan, menyampikan, koalisi juga mendorong agar elemen-elemen demokrasi, baik dari kalangan perguruan tinggi, masyarakat sipil, dan media untuk mengonsolidasikan diri dalam rangka menghentikan kepentingan dan ambisi kekuasaan Jokowi, keluarga, dan kroni-kroninya dengan membajak pemilu dan demokrasi Indonesia.

Dimas Bagus Arya dari KontraS menyampaikan, Koalisi Masyarakat Sipil Kawal Pemilu Demokratis menyampaikan sikap tersebut menyikapi instruksi KPU RI dan Bawaslu RI.

Menurutnya, sejak 18 Februari 2024 yang lalu, KPU di beberapa kabupaten/kota menghentikan pleno terbuka rekapitulasi suara secara manual di tingkat kecamatan oleh Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK). Pleno terbuka diinstruksikan oleh KPU untuk dijadwalkan ulang.

Pada saat yang sama, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) menyarankan agar SIREKAP KPU RI dihentikan. SIREKAP secara faktual beberapa kali tidak bisa diakses publik.

“Penghentian pleno terbuka tentang rekapitulasi suara secara manual di tingkat kecamatan harus dipersoalkan,” ujar Dimas.

Wahyu Susilo dari Migrant Care menyampaikan, keputusan KPU untuk menghentikan dan menjadwalkan ulang pleno terbuka rekapitulasi suara secara manual menguatkan kecurigaan publik bahwa Pemilu 2024 telah dibajak oleh rezim Jokowi.

Pemungutan dan penghitungan suara direkayasa sedemikian rupa di duga kuat untuk tiga keinginan Jokowi yang sudah banyak beredar di publik. Pertama, untuk memenangkan Paslon Capres Cawapres Prabowo-Gibran. Kedua, untuk meloloskan Partai Solidaritas Indonesia (PSI) ke parlemen. Ketiga, untuk menggerus suara PDI Perjuangan.

“Penghentian rekap manual di tingkat kecamatan dan Sirekap KPU karena perbedaan yang tajam antara rekap manual dan tampilan hasil penghitungan suara secara online menegaskan kekacauan dalam Pemilu,” ujar Mike Verawati dari Koalisi Perempuan Indonesi. (KPI).

Koalisi Masyarakat Sipil Kawal Pemilu Demokratis menilai kekacauan terjadi karena Pemilu 2024 di tangan penyelenggara Pemilu hari ini bukanlah instrumen luhur kedaulatan rakyat, namun tak lebih sebagai instrumen politik kekuasaan Jokowi.

Penghentian rekapitulasi suara manual dan Sirekap KPU merupakan strategi untuk mengondisikan suara demi kepentingan Jokowi yang di duga salah satunya terkait lolosnya PSI di parlemen.

“Padahal, berdasarkan rekapitulasi Form C1 yang dilakukan oleh organisasi pemantau dari kalangan masyarakat sipil, seperti KawalPemilu.org, PSI sejauh ini termasuk partai yang tidak lolos ke DPR RI,” ujarnya.

Kekacauan rekapitulasi suara berkenaan dengan siasat jahat rezim untuk membajak Pemilu dan kelembagaan penyelenggara Pemilu. Dengan sendirinya, situasi tersebut membuat legitimasi Pemilu runtuh.

Koalisi Masyarakat Sipil Kawal Pemilu Demokratis terdiri dari PBHI Nasional, Imparsial, WALHI, Perludem, ELSAM, HRWG, Forum for Defacto, SETARA Institute, YLBHI, Migrant Care, IKOHI, Transparency International Indonesia (TII), Indonesian Corruption Watch (ICW), dan KontraS.

Kemudian, Indonesian Parlementary Center (IPC), Jaringan Gusdurian, Jakatarub, DIAN/Interfidei, Koalisi Perempuan Indonesia (KPI), Yayasan Inklusif, Fahmina Institute, Sawit Watch, Centra Initiative, Medialink, Perkumpulan HUMA, Koalisi NGO HAM Aceh, Flower Aceh, dan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pers.

Selanjutnya, Lingkar Madani (LIMA), Desantara, FORMASI Disabilitas (Forum Pemantau Hak-hak Penyandang Disabilitas), SKPKC Jayapura, AMAN Indonesia, Yayasan Budhi Bhakti Pertiwi, Aliansi untuk Demokrasi Papua (ALDP), Public Virtue, Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA), Yayasan Tifa, Serikat Inong Aceh, Yayasan Inong Carong, Eco Bhinneka Muhammadiyah, dan FSBPI.

282