Home Ekonomi Strategi Pembatik Muda Yogyakarta Kalahkan Dominasi Batik Printing

Strategi Pembatik Muda Yogyakarta Kalahkan Dominasi Batik Printing

Bantul, Gatra.com – Persaingan di industri kerajinan batik dinilai semakin berat akibat melubernya produk batik printing. Kondisi ini membuat perajin batik muda menyusun ulang strategi pemasaran dan segmen pasar. Langkah ini dilakukan pemilik Batik Farras, Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta, Daery Farras, untuk mengalahkan produk batik printing.

"Pasar bagi kerajinan batik tradisional saat ini menghadapi tantangan berat, khususnya menggaet segmen pasar anak-anak muda. Produk batik printing berharga murah menjadi rujukan mereka saat mencari batik, “ kata Daery, Jumat (23/2).

Hadir sejak 2006 silam, Batik Farras awalnya berkonsentrasi membantu perajin batik Bantul untuk menemukan pasar. Seiring waktu, persaingan dengan batik printing membuat pengelola mencari ceruk pasar yang lebih menantang.

Alhasil, konsep pemasaran Batik Farras diubah. Jika di awal-awal usaha fokus pada area perkotaan untuk penjualan, menurut Daery, sekarang menyasar daerah pinggiran.

Jika dulu hanya memenuhi pasar konsumen tradisional yang berfokus pada pakem motif pasaran, sekarang segmennya menyasar kalangan anak muda dan menghadirkan motif kontemporer serta kombinasi yang lebih beragam dengan jumlah terbatas.

“Kami menyasar kawasan Yogyakarta selatan sebagai pasar. Saat ini ada tiga toko yang kami buka di Lendah, Wates, dan Bantul. Di rumah produksi, kami mempekerjakan 25 pembatik yang didominasi generasi muda,” kata Daery.

Karena menyasar segmen pasar muda, produk Batik Farras, baik tulis maupun cap, kemudian dibanderol lebih murah dengan kisaran harga Rp100 ribu – Rp250 ribu per lembar ukuran dua meter.

Daery menyebut tersebarluaskan pemakaian produknya menjadi fokus untuk memperluas jangkauan pasar.

“Kami juga menghadirkan motif kontemporer dengan warna cerah yang digemari anak muda. Tak hanya itu, berbagai motif yang diinginkan pembeli kami akomodasi dengan memasukkan unsur motif tradisional seperti kawung maupun parang,” jelasnya.

Lewat media sosial sebagai arena promosi, Daery membaca keinginan pembeli yang tak ingin mengenakan busana yang samai dengan orang lain. Akhirnya, untuk motif yang dikembangkan oleh timnya, motif Batik Farras dibuat terbatas sekitar 20-30 helai.

Menembus pasar hingga Kalimantan, Sulawesi, hingga Papua setiap bulannya, Daery mengaku omzet yang masuk mencapai Rp30 juta-Rp40 juta.

“Menyambut Lebaran tahun ini, kami telah menyiapkan 30-40 desain motif terbaru yang sesuai keinginan anak-anak muda. Jumlahnya tetap terbatas,” ujarnya.

56