Home Hukum Kerugian Lingkungan Tambang Timah Capai Rp271 Triliun, Ahli Hukum UI: Tidak Termasuk Kerugian Negara

Kerugian Lingkungan Tambang Timah Capai Rp271 Triliun, Ahli Hukum UI: Tidak Termasuk Kerugian Negara

Jakarta, Gatra.com - Kerugian ekologi atau lingkungan akibat korupsi tata niaga komoditas timah wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah Tbk tahun 2015-2022 sebesar Rp271 triliun. Angka ini berdasarkan perhitungan Ahli Forensik Lingkungan IPB, Bambang Hero Saharjo. Lantas, apakah kerugian negara dapat ditentukan dari kerusakan lingkungan?

Pengajar asal Fakultas Hukum Universitas Indonesia (UI), Gandjar Laksmana Bonaprapta mengatakan bahwa kerugian akibat kerusakan lingkungan berbeda dengan kerugian negara. Menurutnya, perkara kerugian negara atau kerugian perekonomian negara di atur dalam Pasal 2 dan 3 Undang-Undang (UU) Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (PTPK).

Dalam Pasal 2 Ayat (1) misalnya, menyebutkan setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara dipidana dengan pidana penjara minimal 4 tahun dan maksimal 20 tahun. Lalu, denda paling sedikit Rp200 juta dan paling banyak Rp1 miliar.

Karena itu, kerugian berupa kerusakan lingkungan berbeda dengan kerugian yang dimaksud di Pasal 2 dan 3 UU PTPK.

"Pasal 2 dan 3 UU PTPK itu mengatur adanya kerugian keuangan negara atau kerugian perekonomian negara. Kerugian berupa kerusakan lingkungan berbeda dengan kerugian yang dimaksud di Pasal 2 dan 3 UU PTPK," ujar, Gandjar dalam keterangannya yang diterima pada Sabtu (9/3).

"Jadi ini bukan urusan kelaziman tapi urusan bagaimana memahami maksud UU dan ini menyangkut kepastian hukum," tegasnya.

Tak hanya itu, Gandjar menjelaskan perbuatan yang mengakibatkan kerusakan lingkungan bukanlah tindak pidana korupsi. Alasannya, kerugian lingkungan tidak termasuk kerugian keuangan negara atau kerugian perekonomian negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dan 3 UU PTPK.

Dengan demikian, lanjut dia, penetapan tersangka pada seseorang yang berdasar pemahaman unsur yang salah atau tidak tepat menjadi tidak tepat pula. Gandjar juga berpendapat bahwa yang berwenang menghitung kerugian keuangan negara adalah Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Artinya, perhitungan ahli forensik lingkungan IPB bahwa kerugian ekologi menjadi dasar kerugian negara tidak lah tepat.

"Sebagai tambahan kerusakan lingkungan merupakan akibat yang dilarang oleh UU Lingkungan. Pelakunya seharusnya dijerat sebagai pelaku tindak pidana lingkungan hidup. Bukan dipaksakan sebagai tindak pidana korupsi apalagi berdasarkan penafsiran yang menyimpang dari maksud UU," tutur dia.

142