Home Hukum Kuasa Humum Pendeta Gideon Simanjuntak Apresiasi Pernyataan Komnas Perempuan

Kuasa Humum Pendeta Gideon Simanjuntak Apresiasi Pernyataan Komnas Perempuan

Jakarta, Gatra.com – Kuasa hukum Dr. Bontot Tanaka Simanjuntak, S.H., M.Th (Pendeta Gideon Simanjuntak) dan Amanda Roberta Zefannyaa, Johanes Eduard H. Aritonang, S.H., M.H., mengapresiasi Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) mengenai kliennya.

Johanes Eduard di Komnas Perempuan, Jakarta, Senin (13/5), menyampaikan, Komnas Perempuan menyampaikan pernyataan tersebut melalui Surat Nomor: 539/HK.03/V/2024 tanggal 06 Mei 2024 Perihal Pernyataan tentang Informasi dalam Catatan Tahunan (Catahu) 2018.

Advokat dari Kantor Hukum Johanes Aritonang & Partners Law Firm ini, menjelaskan, Pendeta Gideon Simanjuntak diisukan terlibat pelecehan seksual sebagaimana dimuat dalam Catahu 2018 Komnas Perempuan.

Dalam surat tersebut, lanjut dia, pada poin 2 menyatakan bahwa deskripsi kasus pada Catahu 2018 yang menyebutkan nama Gideon Simanjuntak didasarkan hanya pada laporan yang disampaikan ke Komnas Perempuan.

“Kemudian pernyataan Komnas pada Poin 3, menyatakan 'Catahu Komnas Perempuan bukanlah dokumen hukum yang berlaku dan mengikat para pihak yang disebutkan di dalamnya. Upaya-upaya hukum tetap menjadi wewenang dari aparat penegak hukum sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku',” ujarnya.

Kemudian pada poin 4-nya menyatakan, ?sejak Catahu 2020, Komnas Perempuan telah melakukan pembaruan penulisan narasi pola dan tren kasus kekerasan terhadap perempuan dengan menggunakan inisial nama, baik terlapor maupun pengadu.

“Pernyataan dari Komnas Perempuan ini ke depannya akan kami gunakan dengan sebaik-baiknya sebagaimana peruntukannya untuk kepentingan dari klien kami, anak-anak klien, keluarga klien maupun dalam masyarakat luas yang membutuhkannya,” kata dia.

Johanes Eduard menyampaikan, sebagaimana pernyataan Komnas Perempuan tersebut dan aturan hukum yang berlaku di Negara Republik Indonesia, yakni Pasal 18 Ayat (1) ?Undang-Undang (UU) Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia bahwa terduga dianggap tidak bersalah sebelum adanya putusan pengadilan.

Adapun isi Pasal 18 Ayat (1), yakni setiap orang yang ditangkap, ditahan, dan dituntut karena disangka melakukan sesuatu Tindakan Pidana berhak dianggap tidak bersalah sampai dibuktikan kesalahannya secara sah dalam suatu sidang pengadilan dan diberikan segala jaminan pembelaannya dengan ketentuan perundang-undangan.

Atas dasar itu, sudah sepatutnya seluruh masyarakat Indonesia yang taat dan patuh terhadap hukum untuk tidak mempersangkakan dan menghakimi setiap orang yang belum terbukti bersalah atau sebelum adanya putusan pengadilan.

“Mari kita sama-sama bahu-membahu menegakkan bahwa negara kita ini adalah negara hukum. Hukum adalah panglima,” ujarnya.

Tim kuasa hukum dan klien, lanjut Johanes Eduard, menyampaikan terima kasih kepada Komnas Perempuan atas pernyataan bahwa akan mendukung apabila kasus penggunaan dan penyebaran informasi Catahu secara tidak bertanggung jawab dapat diproses lebih jauh sehingga meminimalisir perundungan.

“Dengan demikian, untuk ke depannya setiap penggunaan Catahu 2018 yang berkaitan dengan klien kami dan dipergunakan secara tidak bertanggung jawab akan diproses melalui proses hukum yang berlaku,” ujarnya.

Tim kuasa hukum mengharapkan permasalahan yang dihadapi Pendeta Gideon Simanjuntak ini dapat dijadikan sebagai pembelajaran untuk ke depannya sehingga tidak ada lagi pihak-pihak yang mengalami permasalahan yang sama seperti yang menimpa dia.

“Kami berharap Komnas Perempuan dapat memberikan disclaimer/informasi tambahan dalam Catahu 2018 pada website Komnas Perempuan pada bagian tentang klien kami,” ujarnya.

Disclaimer tersebut terkait pernyataan yang dikeluarkan Komnas Perempuaan, yaitu bahwa informasi yang diterima oleh Komnas Perempuan yang dicatatkan dalam Catahu 2018 adalah berdasarkan laporan dari pengadu saja.

“Kami mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Komnas Perempuan dan semua pihak yang terkait atas kerja sama yang baik dengan dikeluarkannya pernyataan ini sebagai bentuk penyelesaian permasalahan,” katanya.

Ia menjelaskan, masuknya nama kliennya dalam Catahu 2018 yang dirilis pada Mei tahu itu menjadi perbincangan publik, khususnya di beberapa kalangan tertentu dan berbagai media sosial beberapa bulan terakhir.

Menurutnya, karena telah menyedot perhatian publik, maka teknik penyelesaiannya pun harus sangat hati-hati, apalagi klien dan keluarganya menerima berbagai perundungan di sosial media.

“Ada juga beberapa kejadian yang terjadi dalam aktivitas keseharian mereka, baik kepada Pak Gideon, Ibu Amanda bahkan ancaman kepada anak mereka pun ada,” katanya.

Sejak awal Januari 2024, lanjut dia, kantor hukum pihaknya sudah berupaya mengadvokasi terhadap permasalahan klien ke Komnas Perempuan. Ini bukanlah suatu perkara yang mudah dalam mengaadvokasi permasalahan yang sudah terstigma di masyarakat.

“Ini membutuhkan ketelitian, pengalaman, kedewasaan, hikmat, dan maupun kematangan berpikir dalam penyelesaiannya,” ujar dia.

Ia mengungkapkan, Kantor Hukum Johanes Aritonang & Partners kebetulan memiliki beberapa pengalaman dalam mengadvokasi gereja maupun pendeta seperti gereja di Sleman dan Semarang bahkan sudah sampai pada putusan pengadilan tingkat banding yang kemudian inkracht atau berkekuatan hukum tetap.

382