Home Ekonomi OJK Bolehkan BPR dan BPRS Lakukan IPO, Ini Syaratnya

OJK Bolehkan BPR dan BPRS Lakukan IPO, Ini Syaratnya

Jakarta, Gatra.com - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) membolehkan Badan Perkreditan Rakyat (BPR) dan BPR Syariah (BPRS) melantai di Bursa Efek Indonesia atau melakukan Initial Public Offering (IPO) melalui Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 7 Tahun 2024 (POJK 7/2024).

POJK 7/2024 yang berlaku sejak diundangkan pada 30 April 2024 memuat Pasal 35 yang berisikan bahwa BPR atau BPRS dapat melakukan penawaran umum efek dalam bentuk ekuitas dan/atau utang (obligasi/sukuk) melalui pasar modal dan harus memenuhi persyaratan tertentu.

Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK, Dian Ediana Rae, mengungkapkan, ada ketentuan yang harus diperhatikan supaya BPR dan BPRS bisa melakukan IPO.

“Pertama adalah sebetulnya ada penguatan BPR itu sendiri. Tidak semua BPR akan bisa melakukan IPO, ada syarat-syarat tertentu yang akan kita terapkan,” ungkapnya di Raffles Hotel, Jakarta Selatan, Senin (20/5).

Oleh karena itu, lanjut dia, nanti akan dibagi berdasarkan pengelompokkan. Misalnya akan ada pengelompokkan kekuatan permodalan, tingkat kesehatan, dan sebagainya yang akan memungkinkan BPR diterima di IPO.

Hal ini karena reputasi BPR dipertaruhkan di IPO, bisa jadi mendorong atau justru menghambat BPR-BPR lain untuk bisa memanfaatkan IPO ke depannya.

Dian juga mengatakan, OJK akan benar-benar selektif dan bertahap untuk memperbolehkan BPR-BPR melantai di Bursa Efek Indonesia (BEI). “Nah, ini yang kita sedang perkuat bagaimana persyaratan-persyaratannya,” katanya.

Setidaknya nanti akan ada tiga jenis BPR berdasarkan sistem tier bank pada masa lalu. “Dulu kita sederhanakan seperti bank tier 1, tier 2, tier 3. Ini yang sedang kita kerjakan secara lebih detail sebelum memang bisa IPO,” tutupnya.

Berikut persyaratan BPR dan BPRS yang akan melakukan IPO:

1. Rencana penawaran umum efek telah dicantumkan dalam rencana bisnis;

2. Modal inti paling sedikit Rp80.000.000.000,00 (delapan puluh miliar rupiah);

3. Penilaian tata kelola dengan predikat paling rendah peringkat 2 dalam 2 (dua) periode terakhir;

4. Penilaian profil risiko paling rendah peringkat 2 dalam 2 (dua) periode terakhir; dan

5. Tingkat kesehatan paling rendah peringkat komposit 2 dalam 2 (dua) periode terakhir.

41