Jakarta, Gatra.com - Presiden Joko Widodo telah menetapkan panitia seleksi calon pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (Pansel Capim KPK) pada Jumat sore (17/5). Penetapan tersebut dinilai telah sesuai dengan kebutuhan akan waktu bagi Pansel untuk bekerja secara efektif agar dapat memilih Capim KPK yang terbaik.
Namun demikian, Komposisi Pansel Capim KPK sebagiannya mengandung masalah serius. Dalam pernyataan yang diterima Gatra.com hari ini, Sabtu (18/5), kelompok yang menamakan dirinya Koalisi Masyarakat Sipil Anti Korupsi mengatakan bahwa dengan komposisi yang ada, ada nuansa bahwa Presiden lebih mempertimbangkan harmoni dan kompromi kepentingan elit dalam lingkaran terdekatnya daripada upaya yang sungguh-sungguh untuk memberantas korupsi.
Menurut mereka, mestinya Presiden Jokowi melakukan evaluasi menyangkut kinerja sejumlah anggota Pansel terdahulu. Mengingat pada periode kepemimpinan KPK hari ini, banyak masalah internal KPK yang kian mengkhawatirkan. Termasuk aspek rekam jejak dilihat dari integritas maupun sikap atau posisi mereka terhadap kelembagaan KPK. Hal ini yang sepertinya abai untuk dilakukan sehingga komposisi pansel menimbulkan kesan politik akomodatif.
Baca Juga: Pansel Pimpinan KPK Resmi Terbentuk, Inilah Daftar Namanya
Sementara beberapa nama Pansel juga memiliki kedekatan dengan Mabes Polri yang memicu kecurigaan adanya kehendak untuk mempertahankan kontrol elit Kepolisian atas KPK. Padahal KPK dibentuk untuk menjalankan fungsi trigger bagi penegak hukum lainnya. Dikhawatirkan, kepentingan ini dapat menganggu independensi KPK dalam memberantas korupsi.
Atas berbagai catatan tersebut, Koalisi lantas menyerukan sejumlah kekhawatiran.
Pertama, Presiden Jokowi dianggap tidak memiliki imajinasi besar dalam agenda pemberantasan korupsi. Target untuk meningkatkan Corruption Perception Index (CPI) Indonesia sulit diharapkan tercapai dengan materi Pansel hari ini.
Baca Juga: KPK Harapkan Pansel Segera Bekerja Hasilkan Pimpinan yang Independen
Kedua, Presiden Jokowi mendua dalam sikapnya untuk lebih all out pada periode kedua kepemimpinannya. Meskipun publik masih harus menunggu hasil final rekapitulasi KPU, kemungkinan besar Jokowi terpilih kembali sebagai Presiden. Semestinya momentum ini dimanfaatkan Presiden untuk dapat meminggirkan berbagai desakan dan kepentingan segelintir elit, karena sikap akomodatif atas hal ini justru dapat mengancam agenda pemberantasan korupsi.
Ketiga, Pesiden Jokowi gagal memastikan kepada tim di Istana untuk mempertimbangkan dengan serius rekam jejak seseorang sebelum ditetapkan sebagai anggota Pansel. Jika beberapa anggota Pansel memiliki kedekatan khusus dengan berbagai pihak yang selama ini berseberangan dengan KPK, atau memiliki cacat etis, tentu mereka semestinya tidak dipaksakan masuk sebagai anggota Pansel.
Keempat, Koalisi menolak komposisi Pansel Capim KPK yang ada sekarang karena adanya catatan serius terhadap beberapa nama pansel, yang menurut Koalisi tidak sejalan dengan agenda pemberantasan korupsi dan penguatan KPK, sehingga akan mempengaruhi kualitas Capim KPK yang akan dipilih kemudian.
Koalisi Masyarakat Sipil Anti Korupsi beranggotakan ICW, TII, Pusako, Pukat UGM, YLBHI, MCW, KRPK, SAHDAR Medan, GAK Lintas Perguruan Tinggi, Banten Bersih, dan MaTA Aceh.
