Home Internasional Aplikasi Online Kuatkan Protes Tanpa Pemimpin di Hong Kong

Aplikasi Online Kuatkan Protes Tanpa Pemimpin di Hong Kong

Hong Kong, Gatra.com - Dalam gerakan protes Hong Kong terdapat peserta yang tidak biasa. Mereka berada di balik laptop memonitor sejumlah grup di aplikasi pesan pribadi Telegram dan forum online. Sukarelawan seperti Tony (bukan nama sebenarnya) menjalankan ratusan kelompok Telegram yang mendukung protes Hong Kong berubah menjadi kampanye pembangkangan sipil.

Mereka mengklaim, bahwa lebih dari dua juta orang telah turun ke jalan dalam beberapa pekan terakhir untuk mengekspresikan penentangan terhadap undang-undang ekstradisi yang kontroversial. Hong Kong telah mengalami serangkaian aksi massa penentang undang-undang yang dikhawatirkan para pengkritik dapat mengakhiri independensi peradilannya.

Banyak ajakan protes dibuat secara anonim dalam pesan dan obrolan grup di aplikasi pesan terenkripsi. Beberapa kelompok memiliki hingga 70.000 pelanggan aktif, mewakili sekitar 1% dari seluruh populasi Hong Kong. Banyak yang memberikan informasi terbaru dan laporan langsung yang berkaitan dengan protes.

Demonstran mengatakan, koordinasi protes online menawarkan cara mudah dan instan untuk menyebarkan informasi. Grup obrolan juga memungkinkan peserta memilih secara nyata untuk memutuskan langkah selanjutnya.

"Mereka cenderung hanya berfungsi ketika pilihannya sedikit. Atau, mereka bekerja ketika situasinya memberikan suara yang tidak jelas," ujar Tony seperti yang dilansir dari BBC, Minggu (30/6).

Pada 1 Juni, hampir 4.000 pengunjuk rasa memilih dalam kelompok Telegram untuk menentukan apakah kerumunan akan kembali ke rumah pada malam hari atau terus memprotes di luar markas polisi Hong Kong. Hanya 39% yang memilih untuk terus melakukan protes di markas polisi.

Aplikasi dan layanan lain juga membantu para pengunjuk rasa mengatur aktivitas mereka. Di area umum, poster dan spanduk yang mengiklankan acara yang akan datang tersebar di Airdrop, yang memungkinkan orang berbagi file dengan iPhone dan iPad terdekat.

Minggu ini, sekelompok aktivis anonim mengumpulkan lebih dari setengah juta dolar di situs crowdfunding. Mereka berencana untuk memasang iklan di surat kabar internasional yang menyerukan agar RUU ekstradisi Hong Kong dibahas di KTT G20.

Banyak pengunjuk rasa Hong Kong berusaha keras untuk menghindari meninggalkan jejak digital. "Kami hanya menggunakan uang tunai, kami bahkan tidak menggunakan ATM selama protes," kata seorang demonstran, Johnny (25 tahun).

Ia menggunakan ponsel tua dan kartu sim baru setiap kali menghadiri protes. Administrator grup lain yang tidak ingin disebutkan namanya karena takut akan pembalasan mengatakan, beberapa orang menggunakan beberapa akun untuk menyembunyikan jejak online mereka.

"Beberapa dari kita memiliki tiga atau empat ponsel, iPad, laptop dan notebook. Satu orang dapat mengendalikan lima atau enam akun. Orang tidak akan tahu bahwa mereka adalah orang yang sama dan juga banyak orang menggunakan satu akun," terangnya kepada BBC.

Tony percaya, pengambilan keputusan melalui pemungutan suara kelompok dapat melindungi individu dari tuduhan. Ia berpendapat administrator grup obrolan tidak memiliki afiliasi dengan partai politik dan tidak memiliki kendali atas apa yang diposkan anggota dalam grup mereka.

"Pemerintah tidak akan menangkap setiap peserta dalam gerakan ini. Tidak layak untuk melakukannya," katanya. Namun, Tony mengakui, bahwa penegakan hukum mungkin akan mengejar jalan lain.

Pada 12 Juni, seorang administrator dari kelompok Telegram ditangkap karena diduga berkonspirasi dengan orang lain untuk menyerbu kompleks pembuatan hukum Hong Kong dan menghalangi jalan-jalan di sekitarnya.

"Mereka ingin memberi tahu orang lain bahwa bahkan jika pembuat hukum bersembunyi di internet, mereka mungkin masih akan datang untuk menangkap di rumah si pembuat hukum itu," kata seorang pengacara Hong Kong yang mewakili beberapa pengunjuk rasa yang ditangkap, Bond Ng.

162