Home Milenial Gara-gara Kerak Telor, Anak Betawi itu Ada di Kota Ambon

Gara-gara Kerak Telor, Anak Betawi itu Ada di Kota Ambon

Ambon, Gatra.com - Ada yang menarik di Festival Teluk Ambon, yang digelar memperingati Hari Ulang Tahun (HUT) ke-74 Provinsi Maluku. Jika pada tahun-tahun sebelumnya peserta hanya dari 11 kabupaten kota di Maluku, kali ada peserta special. Datangnya dari Provinsi DKI Jakarta. 

Itu sebabnya, nuansa Betawi sangat terasa pada beberapa stand di pameran Festival Teluk Ambon, yang dibuka sejak 18 hingga 20 Agustus 2019 ini. Selain penampilan sandiwara tradisional khas Betawi atau Lenong. Ada juga Bir Pletok dan kuliner khas negeri Si Pitung, yakni Kerak Telor, yang ikut menyemarakkan festival di kawasan Pattimura Park Ambon ini. 

Senin (19/8/2019), Gatra.com sengaja mampir ke acara Festival Teluk Ambon, yang sudah mulai digelar sejak tanggal 18 Agustus lalu di Kawasan Pattimura Park Ambon.

Setelah berkeliling melihat-lihat pameran pada sejumlah stand dari berbagai komunitas maupun lembaga yang ada di situ, tiba-tiba aroma yang sudah sangat lama tidak tercium menyergap. Ya, aroma itu, berasal dari tenda miliki Dinas Pariwisata Jakarta Selatan. Ada gerobak Kerak Telor khas Betawi di situ, yang menggoda untuk disantap.

Niat ingin segera mencicipi menu khas berbahan dasar ketan putih, kelapa parut dan telur ini, harus tertahan. Sebab Gatra.com ada di posisi antrian ke sepuluh. Maklum banyak yang antri. Itu pun setiap yang antri, memesan lebih dari satu. Sambil menunggu, Gatra.com mengajak Hendra, sang penjualnya untuk ngobrol-ngobrol. Kebetulan dia tidak keberatan diajak ngobrol.

"Kalau sekarang yang jualan kerak telor memang kebanyakan sudah berumur 50 tahunan ke atas. Anak-anak muda Betawi tidak mau repot berjualan. Karena berjualan kerak telor prosesnya sangat panjang. Mulai dari menyiapkan serundeng, bawang goreng, dan juga karena proses memasaknya yang masih menggunakan arang," ujar lelaki berusia 35 tahun itu, sembari tangannya lincah menggulung kerak telor. 

Menurut Hendra, dia sendiri merupakan generasi ketiga dalam keluarganya yang berjualan kerak telor. Bagi dia ini merupakan dagangan yang diwariskan keluarganya secara turun temurun. Meski begitu, dia sangat menyayangkan di keluarganya hanya dia yang bersedia melanjutkannya. 

"Ini warisan dari Kakek, kemudian turun ke bapak saya, dan akhirnya saat ini saya yang meneruskan. Sehari-hari di Jakarta saya berjualan di Pusat Budaya Betawi Setu Babakan, Pasar Minggu. Mulai berjualan setelah lulus dari Sekolah Teknik Menengah (STM), sampai sekarang," ungkapnya. 

Hendra sudah sepuluh tahun diajak oleh Dinas Pariwisata Jakarta Selatan untuk mengikuti pameran di luar daerah. 

"Saya sangat bangga sebab dari kerak telor saya sudah berkeliling ke hampir seluruh kota besar di Indonesia. Saya merasa sangat bersyukur sebab selain berjalan-jalan, saya dapat memperkenalkan kuliner warisan khas Betawi ini di seluruh Indonesia," tuturnya. 

Hendra mengaku setiap mengikuti pameran tidak pernah mentargetkan harus laku berapa porsi, yang terpenting banyak orang yang penasaran dan ingin mencobanya. 

"Saya setiap ikut pameran, sudah difasilitasi penuh oleh pihak dinas pariwisata. Sehingga saya saat berjualan tidak mematok harus laku berapa banyak, yang terpenting ada orang yang tertarik dan penasaran kemudian mencoba saja sudah membuat saya senang," paparnya.

Kota Ambon, merupakan pengalaman pertama bagi Hendra. Sejak hari pertama berjualan yakni pada Minggu (18/8/2019), menurut dia, dagangannya sudah diserbu pembeli karena banyak pengunjung festival yang penasaran dengan kuliner khas Betawi ini.

"Saya sampai tanggal 18 Agustus menggunakan pesawat pagi, saat itu rencananya belum langsung berjualan. Tapi dari pihak pariwisata meminta untuk mulai berjualan saat malam pembukaan. Akhirnya siang itu juga saya segera ke pasar tradisional Mardika Ambon, untuk mecari kelapa parut dan telur ayam. Sebab bahan-bahan lainnya saya bawa dari Jakarta. Arang juga saya bawa dari sana. Karena takut beda arang akan mengurangi cita rasa," ucapnya.

Untuk satu porsi kerak telor dengan telur ayam harganya Rp.20.000, dan untuk telur bebek seharga Rp.25.000. Namun karena kesulitan menemukan telur bebek akhirnya dia hanya menjual kerak telor dengan telur ayam.

"Kalau menggunakan telur bebek lebih gurih dan resep aslinya menggunakan telur bebek. Tetapi dari hari pertama saya kesulitan mencari telur bebek. Bahan-bahan lain semua dari Jakarta. Jadi setiap hari saya ke Pasar Mardika, hanya untuk membeli kelapa dan telur," katanya.

Tiap harinya Hendra hanya membawa dua rak telur saja. Jika habis berarti akan dilanjutkan esok hari. Sehingga omset per harinya sekitar Rp.1.200.000.

"Dari Jakarta saya sudah mempersiapak stok untuk empat hari. Dan setiap hari saya membawa dua rak telur. Jika satu kali distok untuk beberapa hari, telur akan dingin, dan rasa kerak telornya akan berkurang nikmat," ujar Hendra yang mengaku senang berada di Kota Ambon.

1166

KOMENTAR

TINGGALKAN KOMENTAR