Home Politik Walhi: Pemerintah Harus Gunakan Hak Gugat Lingkungan Hidup

Walhi: Pemerintah Harus Gunakan Hak Gugat Lingkungan Hidup

 

Palembang, Gatra.com - Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) menilai pemerintah daerah (Pemda) di Indonesia belum maksimal merealisasikan hak gugat lingkungan hidup.

 

Dewan Walhi Nasional, Muslimin Pardi Dahlan mengatakan jika dimaksimalkan fungsi hak gugat lingkungan hidup bisa memberikan efek jera terhadap aksi kerusakan dan pencemaran lingkungan.

 

"Dalam undang-undang nomor 32 tahun 2009 diatur tentang kewajiban pemerintah daerah melakukan pengawasan setiap kegiatan usaha yang dinilai berpotensi merusak dan mencederai lingkungan hidup," ungkapnya.

 

Dijelaskannya, pada UU tersebut pemerintah mempunyai hak untuk memberikan saksi, mulai saksi tertulis, memberikan paksaan denda pergantian terhadap kerusakan lingkungan bahkan bisa dibekukan izinnya.

 

"Selama ini kita tidak dengar realisasinya, kami yakin UU nomor 32 tahun 2019 belum dijalankan Pemda," ucapnya.

 

Menurutnya, UU 32 tahun 2019 tersebut juga berlaku bagi kasus Kebakaran Hutan dan Lahan (Karhutla) terutama di Sumsel terkait baku mutu udara yang menjadi kewanangan Gubernur, yang dituntut menetapkan ketentuan baku mutu udara.

 

"Bagaimana kita bisa menetapkan jika ketentuan baku mutu udara saja gubernur belum pernah melakukan itu," ucap dia.

 

Di sisi lain, berdasarkan data Walhi, sekitar 80% persen dari total luas hutan primer Indonesia sudah diberikan izin konsesinya kepada korporasi, terutama sektor hutan dan perkebunan.

 

"Sehingga akses dan keselamatan rakyat terhadap potensi SDA di Indonesia berkurang. Ini membuat ketimpangan antara korporasi dan rakyat dan mengakibatkan konflik berkepanjangan," paparnya.

 

Kendati demikian, pihaknya mengapresiasi hak gugat lingkungan hidup yang digunakan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) terhadap hak korporasi yang diduga melakukan perusakan dan percemaran lingkungan hidup.

 

"KLHK sudah dimulainya. Sudah banyak gugatan yang dimenangkan, total kerugian lingkungan yang harus dibayar oleh korporasi ini semuanya mencapai 18 triliun, sayangnya belum ada eksekusinya,” ujar dia.

 

Di Sumsel, pernah ada satu kasus sekitar tahun 2016, kejadian kebakaran hutan di Kabupaten OKI, Sumsel, yakni PT Bumi Mekar Hijau (BMH) dengan keputusan mengharuskan perusahaan membayar ganti kerugian sebesar Rp 8,9 miliar.

 

“Namun sampai hari ini kita belum tahu apakah ini sudah eskusi apa tidak. Harusnya pemda menguatkan kewajiban pengawasan setiap usaha yang berdampak kerusakan dan pencemaran lingkungan hidup. Hal ini sesuai UU 32 tahun 2009," tegasnya.

 

 

 

 

 

Reporter: Karerek

 

664

KOMENTAR

TINGGALKAN KOMENTAR