Home Politik Dua Pengibar Bendera Bintang Kejora di Istana Jadi Tersangka

Dua Pengibar Bendera Bintang Kejora di Istana Jadi Tersangka

Jakarta, Gatra.com - Polda Metro Jaya (PMJ) menetapkan dua tersangka pengibaran bendera bintang kejora dalam aksi tolak diskriminasi dan rasisme Papua di depan Istana Negara, Kamis (29/8). Dua tersangka itu adalah JK dan AT.

Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karopenmas) Humas Polri Brigjen Pol. Dedi Prasetyo menjelaskan, penetapan tersangka itu dilakukan setelah PMJ menyelidiki secara komprehensif sejumlah foto dan video, face recognition di INAFIS. Sejumlah medium tersebut, kata Dedi, mampu mengidentifikasi pihak yang mengibarkan bendera bintang kejora.

Adapun peran kedua tersangka, kata Dedi, sama yakni sebagai pihak yang melakukan orasi dan mengomandokan massa aksi.

"Hasil penyelidikan dua tersangka, CK korlap (koordinator lapangan) melakukan orasi dan sebagai komando bersama AT," kata Dedi di Pulau Bidadari, Kepulauan Seribu, Jakarta Utara, Sabtu (31/8) sore.

Dedi menambahkan, keduanya sudah menjalani pemeriksaan di PMJ. Pihaknya juga menyita sejumlah barang bukti.

"Saat ini kedua tersangka (menjalani) proses pemeriksaan di Polda. Barang bukti yang disita HP, spanduk, kaos bintang kejora, selendang bintang kejora, toa, dan 2 ponsel," ujar Dedi.

Dedi menyebut, keduanya melakukan secara sengaja dan sudah mengatur rencana pengibaran itu. Sebab aksi sudah dipersiapkan, yakni pengumpulan massa melalui undangan, telepon, dan mengajak langsung atau door to door.

Padahal tujuan pengibar itu adalah menyampaikan aspirasi soal ujaran kebencian dan diskriminasi oleh aparat dan organisasi masyarakat (ormas) terhadap 43 mahasiswa Papua di Surabaya. Namun menurut Dedi, pada saat proses penyampaian aspirasi di Istana Negara itu melanggar aturan.

"Mereka sampaikan aspirasinya, soal ujaran kebencian dan diskriminasi yang di Surabaya itu. Namun dalam proses menyampaikan aspirasi, tidak mengindahkan ketentuan Pasal UU No. 9 Tahun 1998 tentang Menjaga Persatuan dan Kesatuan. Dan mengibarkan bintang kejora ada pasalnya juga," ucap Dedi.

Terkait hukum pengibaran bendera itu, Dedi sebelumnya berujar bahwa pengibar bisa dikenakan pasal makar dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), yakni pasal 106, 107, 108. Bunyi pasal itu tentang dugaan tindak pidana terhadap keamanan negara dan atau permufakatan akan melakukan kejahatan terhadap keamanan negara dan makar.

"Itu masih didalami oleh tim dari Polda Metro dan tentunya masih akan melihat juga beberapa putusan Mahkamah Agung yang bisa dijadikan yurisprudensi tentang pengibaran BK (Bintang Kejora) aksi itu," papar Dedi pada Jumat (30/8).

Dedi menambahkan, instruksi pengamanan bendera itu tak hanya dilakukan oleh jajaran PMJ, namun juga kepolisian di wilayah lain.

"Seluruh wilayah Indonesia sama, itukan hukum positif indonesia. Hukum positif Indonesia, berlaku di seluruh wilayah indonesia," ujar mantan Wakapolda Kalimantan Tengah ini.

Sebelumnya, sejumlah mahasiswa asal Papua menggelar aksi tolak rasisme dan menuntut referendum di depan Istana Negara, Jakarta Pusat, Rabu (28/8). Dalam aksinya, massa mengibarkan empat bendera bintang kejora yang disanggah dengan bambu panjang.

Sebelum pengibaran itu, aparat sempat memberi arahan untuk tak mengibarkan bendera di depan Istana Negara. Aparat meminta pengibaran bendera hanya sampai jalan yang berada di depan Mabes TNI AD dan Kementerian Dalam Negeri.

Alhasil, massa bersorak dan memaksa untuk mengibarkan bendera di depan Istana Negara. Massa dan aparat sempat alot bernegosiasi, sejumlah massa bahkan sudah ada yang menuju Istana Negara.

Setelah negosiasi, aparat akhirnya memberikan izin kepada massa ke Istana Negara hingga akhirnya mengibarkan bendera bintang kejora di sana.

 

453