Home Hukum Ketua SPI Jambi Menganggap Proses Penangkapan Polisi Salah

Ketua SPI Jambi Menganggap Proses Penangkapan Polisi Salah

Batanghari, Gatra.com - Ketua Serikat Petani Indonesia (SPI) Provinsi Jambi, Sarwadi turut serta hadir dalam sidang kedua Praperadilan 19 tersangka Karhutla dalam areal hutan konsesi PT REKI yang berlangsung di Pengadilan Negeri Muara Bulian, Kabupaten Batanghari, Jambi.

"Agenda hari ini Ssidang kedua Praperadilan terhadap 19 pemohon anggota Serikat Petani Indonesia (SPI) Dusun Sungai Jerat, Desa Bungku, Kecamatan Bajubang, Kabupaten Batanghari," kata Sarwadi dikonfirmasi Gatra.com, Selasa (5/11) di depan Musala PN Muara Bulian.

Baca Juga: PN Gelar Sidang Praperadilan 19 Tersangka Karhutla

Ia berkata proses penangkapan yang dilakukan kepolisian dianggap salah tangkap. Sebab 19 petani pada saat itu tidak melakukan sebagaimana dituduhkan pelaku Karhutla.

"Mereka ditangkap di rumah masing-masing dan ada yang duduk di warung. Sehingga ketika penangkapan tersebut, kita anggap tidak pas. Maka kita lakukan sesuai hak kita adalah mengajukan Praperadilan terhadap para penangkap tersebut. Mulai dari Kapolri Cq Kapolda Jambi Cq Kapolres Batanghari Cq Kasat Reskrim Polres Batanghari," ucapnya didampingi sejumlah keluarga dan kuasa hukum 19 tersangka.

Baca Juga: Sidang Kedua Praperadilan Tersangka Karhutla Cuma 10 Menit​​​​​​​

Sarwadi dan kuasa hukum akan membahas bersama perihal jawaban termohon dalam sidang kedua hari ini. Mulai dari surat menyurat maupun saksi-saksi. Sebab besok agenda sidang Praperadilan adalah tanggapan termohon.

"Kita akan menghadirkan saksi-saksi berjumlah 10 orang bahkan bisa lebih. Kita lihat nanti. Saksi berasal dari pihak keluarga yang melihat langsung, mengalami dan merasakan saat itu. Mereka akan bersaksi. Soal keluarga atau tidak kita akan lihat nanti ya," ujarnya.

Sarwadi melihat pemerintah Cq Kepolisian sedang mencari orang yang akan ditersangkakan dalam proses kebakaran hutan. Karena memang pemerintahan Jokowi sedang gencar-gencarnya untuk mendorong jangan sampai ada proses pembakaran.

"Nah, perusahaan-perusahaan besar yang ada di Jambi ini rata-rata terjadi kebakaran di sana. Namun yang ditagkap bukan pemilik konsesi, tapi malah orang-orang yang berada di sekitar itu. Sehingga kita akan sampaikan, bahwa ini salah tangkap," katanya.

Baca Juga: Istri Beserta Anak 19 Tersangka Karhutla Hadiri Sidang Kedua​​​​​​​

Menurut Sarwadi, seharusnya yang di tangkap pihak kepolisian adalah pemilik perusahaan, kalau memang lahan atau hutan itu milik perusahaan. Kalau pemilik perusahaan tidak di tangkap, kata dia, berarti bukan punya perusahaan, punya orang lain seperti itu.

"Seyogyanya kalau rumah saya yang kebakaran, pasti saya yang ditanya kenapa bisa kebakaran. Bukan orang yang menumpang atau masyarakat sekitarnya," ujarnya.

"Masyarakat di sana lebih dahulu, kita tidak mengerti apakah PT REKI sampai di situ atau tidak, SK nya seperti apa, benar atau tidak harus dibuktikan di pengadilan. Logikanya kalau itu tanah saya, tentu saya jaga dan saya rawat. Faktanya mereka hidup di sana sudah bertahun-tahun, berkampung, para petani yang ada di Sungai Jerat," katanya.

Sarwadi mengaku tidak mengetahui adanya transaksi jual beli lahan. Sebab sepengetahuan dia, petani menggarap sendiri, bekerja sendiri dan membuat kebun sendiri. Ia juga tidak mengetahui ada peran serta orang lain bernama Nadeak dalam proses jual beli lahan.

"Kami tidak mengerti persoalan seperti itu. Soal nama Nadeak saya tidak mengerti dan tidak tahu. Saya cuma baca dari media. Yang jelas orang-orang itu berada di kebun menanam tanaman, memang ada sawit di sana. Saya juga tidak pernah melihat seperti apa bentuknya. Kemudian kawan-kawan minta tolong dan kita fasilitasi," ujarnya.

1194