Home Milenial Sejumlah LSM dan Ormas di Ambon Gelar 16 Hari Anti KTP

Sejumlah LSM dan Ormas di Ambon Gelar 16 Hari Anti KTP

Ambon, Gatra.com - Sejumlah lembaga swadaya masyarakat (LSM), organisasi perempuan, organisasi masyarakat (ormas) dan media di Kota Ambon, Provinsi Maluku, menggelar Kampanye 16 Hari Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (KTP), yang akan berlangsung dari tanggal 25 November sampai 10 Desember 2019. 
 
Kampanye yang digelar di Lapangan Merdeka, Ambon, Senin (25/11/2019) ini, terlaksana karena urung rembuk para perempuan Maluku yang berasal dari Yayasan Gasira Maluku, Yayasan Peduli Inayana Maluku, Ina'ata Mutiara Maluku, Clerry Cleffy Institute, Humanum, Yayasan Pelangi Maluku, Fatayat NU, serta didukung penuh oleh Pemerintah Provinsi Maluku, Tim Penggerak PKK Provinsi Maluku, dan iNews TV Ambon.
 
Kampanye ini turut dihadiri oleh istri Gubernur Maluku, yang juga Ketua Tim Penggerak PKK Provinsi Maluku, Widya Murad Ismail, istri Wakil Gubernur Maluku Betrix Orno, aktivis perempuan Maluku yang baru saja terpilih sebagai Komisioner Komnas Perempuan RI Olivia Latuconsina, serta aktivis perempuan yang juga mantan Komisioner Komnas Perempuan Lies Marantika. 
 
Kampanye 16 hari anti kekerasan terhadap perempuan ini adalah kampanye internasional untuk mendorong kepedulian pemerintah dan masyarakat dalam upaya penghapusan kekerasan terhadap perempuan dan anak di seluruh dunia. 
 
Pada hari pertama kampanye ini, Senin (25/11/2019), diisi dengan launching (peluncuran) 16 Hari Anti KTP dan dialog bertemakan "Dengarkan Suara Korban", dilanjutkan dengan sejumlah kegiatan lainnya.
 
Saat berlangsung dialog "Dengarkan Suara Korban", yang menghadirkan salah satu korban pelecehan seksual dengan pelaku ayah kandung terhadap anaknya sendiri saat masih berusia 12 tahun, mendapat empati dari Ketua Tim Penggerak PKK Maluku, Widya Murad Ismail.
 
Widya sempat meneteskan air mata mendengar cerita yang disampaikan sang anak yang sudah beranjak dewasa, terkait kisah pilunya.
 
Korban menceritakan kisah traumatiknya, sampai akhirnya dia diperlakukan tidak selaiknya dari ayah kandung sendiri. Korban mengalami trauma dan ketakutan karena diancam sang ayah untuk tutup mulut. 
 
Kasus yang berujung dengan laporan ibunya ke polisi itu, akhirnya memenjarakan sang ayah dengan hukuman penjara selama 13 tahun.
 
Sang anak yang terganggu psikisnya itu, terus berusaha untuk bangkit. Saat berada di lokasi kegiatan, dia menggunakan topeng untuk menutupi identitasnya. Korban saat hadir, didampingi Tim dari Yayasan Peduli Perempuan dan Anak.
 
Widya yang tak kuasa meneteskan air mata, secara spontan langsung memeluk anak korban kekerasan seksual itu, saat ia menutup ceritanya. 
 
Dia lantas memberikan motivasi dan semangat kepada korban, untuk terus bangkit dan tidak pupus meraih cita-citanya.
1381

KOMENTAR

TINGGALKAN KOMENTAR