Home Hukum Pukat UGM: Omnibus Law Termasuk Korupsi Kebijakan

Pukat UGM: Omnibus Law Termasuk Korupsi Kebijakan

Sleman, Gatra.com - Pusat Kajian Antikorupsi Universitas Gadjah Mada (Pukat UGM) menilai omnibus law termasuk korupsi kebijakan. Sejak perencanaan, undang-undang itu dianggap tak transparan dan tak terakses oleh publik.

Hal itu disampaikan peneliti Pukat UGM Yuris Rezha Kurniawan di diskusi ‘Omnibus Law dan Korupsi Legislasi’ di kantor lembaga tersebut di kompleks kampus UGM, Sleman, Rabu (26/2). “Selama ini pemahaman kita korupsi itu saat penerapan kebijakan, seperti pungli dan suap. Padahal banyak korupsi dalam pembuatan kebijakan,” ujar dia.

Menurut dia, korupsi legislasi terjadi ketika penyusunan suatu undang-undang mempertimbangkan, mengakomodasi, bahkan akan menguntungkan kelompok tertentu. “Suatu undang-undang mengakomodasi kepentingan tertentu itu temasuk korupsi kebijakan,” ujar dia.

Omnibis law dianggap menguntungkan kelompok pengusaha. “Undang-undang ini kamuflase untuk investasi karena semua aturan didorong demi ekonomi tapi tidak memitigasi risikonya. Indeks persepsi korupsi kita memang naik, tapi ada satu indikator turun yakni terkait ekonomi,” kata dia.

Yuris lantas membandingkannya dengan kasus korupsi lain seperti Gubenur Sulawesi Tenggara dalam penerbitan izin usaha tambang, dugaan keterlibatan eks Gubernur Jawa Barat di kasus suap Meikarta, hingga kasus dua hakim Mahkamah Konstitusi. “Itu semua korupsi legislasi karena putusan mereka terkait produk kebijakan,” ujarnya.

Selain itu, penyusunan omnibus law juga tidak transparan dan membatasi akses informasi publik. Yuris tak sependapat atas pernyataan pejabat pemerintah bahwa omnibus law akan dibuka ke publik saat dibahas di DPR. “Asas keterbukaan itu sejak perencanaan undang-undang, bukan hanya saat di DPR,” kata dia.

Sosiolog UGM AB Widyanta menilai omnibus law merupakan bagian dari rangkaian panjang kekuasaan demokrasi liberal dan praktik hukum besi penguasa secara ekonomi-politik. “Hukum dibuat untuk menguntungkan oligarki,” ujar dia.

Penerapan omnibus law, seperti halnya penyiapan ibu kota baru, bakal mengeksploitasi sumber-sumber daya, termasuk merusak keanekaragaman hayati. “Biodiversitas kita selama ini tak pernah dianggap sebagai kekayaan bangsa,” kata dia.

Untuk itu, kata dia, generasi muda perlu menyiapkan gerakan untuk merespons kondisi ini. “Penyusunan omnibus law menjadi momentum gerakam yang perlu diformulasi dan jadi titik temu gerakan masyarakat sipil. Suara sayup generasi masa depan harus didengar,” kata dia.

Ketua Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Yogyakarta Shinta Maharani menyatakan omnibus law mengancam kebebasan pers. Salah satu rancangan UU itu tentang Penyederhanaan Persyaratan Investasi pada Sektor Tertentu, mengubah dua pasal UU Pers, yakni soal penanaman modal dan peningkatan sanksi bagi pers yang melanggar sejumlah ketentuan dari Rp500 juta jadi Rp2 miliar.

“Pasal-pasal itu membuat pemerintah seenaknya memberi sanksi administratif kepada pers yang dianggap bermasalah. Tekanan buat perusahaan pers bentuknya denda yang diperbesar karena tak homrati norma agama, susila, dan asas praduga tak bersalah. Pasal ini rawan jadi pasal karet seperti ancaman hukuman pada pencemaran nama baik,” kata Shinta.

1617