Home Pemerintahan Daerah Universitas Airlangga akan Eksaminasi Putusan Perkara Baiq Nuril

Universitas Airlangga akan Eksaminasi Putusan Perkara Baiq Nuril

 

Jakarta, Gatra.com - Aktivis sekaligus politisi perempuan, Rieke Diah Pitaloka mengapresiasi Pusat Studi Hukum HAM Fakultas Hukum Universitas Airlangga, Surabaya yang akan melakukan eksaminasi dalam kasus Baiq Nuril yang direncanakan berlangsung, di Ruang Pusat Studi, Gedung C, Human Right Law Studies (HRLS) Fakultas Hukum Universitas Airlangga, Surabaya, Jawa Timur, pada Jumat Sore besok (25/1).

“Saya mendukung penuh eksaminasi yang akan dilakukan untuk memberikan analisis hukum atas putusan dalam kasus Baiq Nuril,” kata Rieke dalam siaran persnya di Jakarta, Kamis (24/1).

Rieke menjelaskan bahwa pada 17 Januari 2019 lalu, Pengadilan Negeri Mataram telah selesai memeriksa pengajuan Peninjauan Kembali (PK) atas putusan Mahkamah Agung No. 547/K Pid.Sus/2018 yang diajukan oleh Pengacara Baiq Nuril, Joko Jumadi.

“PN Mataram menyatakan bahwa syarat formil telah terpenuhi. Selanjutnya berkas PK dikirim ke Mahkamah Agung. Saya mengajak seluruh elemen bangsa terlibat dalam #KawalPKBuNuril dan #SaveIbuNuril,” katanya.

Rieke menyebut bahwa putusan MA terhadap PK yang diajukan pengacara Baiq Nuril akan menentukan masa depan kasus-kasus kekerasan dan pelecehan seksual. Karena putusan MA terindikasi kuat mengabaikan fakta persidangan dan terindikasi pula Majelis Hakim Mahkamah Agung abai terhadap “perkara pokok yang menyebabkan rentetan peristiwa terjadi”.

“Seyogyanya, Hakim Mahkamah Agung menggunakan cara pandang hukum conditio sine qua non (suatu akibat tidak akan muncul begitu saja tanpa penyebab yang menyertainya),” katanya.

Nah, jika PK Baiq Nuril ditolak MA, lanjut Rieke, maka dikhawatirkan akan menjadi yurisprudensi, pedoman bagi para hakim dalam memutuskan perkara serupa. Artinya, jika korban atau keluarga, atau lingkungannya mengungkap kasus kekerasan seksual kepada publik, termasuk di media sosial, maka bisa dipastikan justru korban yang seharusnya dilindungi, malah mendapatkan sanksi hukum.

“Jika MA menolak PK Baiq Nuril akan menjadi fenomena hukum yang mencederai hukum,” katanya.

Menurut Rieke para pelaku kekerasan seksual (termasuk pelaku pencabulan verbal) justru akan mendapatkan proteksi hukum karena penegak hukum “gagal paham” terhadap kasus kekerasan seksual. Pelaku kekerasan seksual menerima impunitas (tiada sanksi hukum) atas tidakannya dengan berlindung di balik UU ITE.

“Dengan demikian UU ITE oleh pelaku dan penegak hukum dijadikan payung hukum “rehabilitasi” pelaku kekerasan seksual dan menjadi alat untuk menghukum korban kekerasan seksual,” katanya.

Untuk itu, diharapkan semua pihak mengawal PK Baiq Nuril di Mahkamah Agung.

“Kita tidak mengintervensi proses dan keputusan hukum. Gerakan ini justru sebagai upaya penegakkan hukum yang benar-benar memenuhi rasa keadilan, bukan membelenggu keadilan,” katanya.

Majelis Eksaminasi Fakultas Hukum Universitas Airlangga akan melibatkan sejumlah pakar hukum dari berbagai Universitas yang ada dan acara terbuka untuk umum.

Diketahui, dalam putusan Mahkamah Agung (MA), Baiq Nuril divonis bersalah karena melakukan tindak pidana informasi dan transaksi elektronik dan dihukum pidana 6 bulan penjara serta denda sebesar Rp 500 juta, subsider 3 bulan kurungan. Baiq Nuril tidak terima dan mengajukan Peninjauan Kembali (PK).


Anthony Djafar

137

KOMENTAR

TINGGALKAN KOMENTAR