Home Ekonomi Upaya Dipertan Banjarnegara Antisipasi Sawah Terancam Puso

Upaya Dipertan Banjarnegara Antisipasi Sawah Terancam Puso

Banjarnegara, Gatra.com – Wilayah pegunungan umumnya kaya mata air. Ketersediaan suplai air sepanjang tahun membuat kebanyakan masyarakat secara turun temurun bertani atau menjadi pembudidaya ikan.

Banjarnegara dikenal sebagai salah satu sentra pertanian dan perikanan yang maju. Tanah vulkanik yang subur dan suhu udaranya yang sejuk mendukung sektor pertanian dan perikanan maju. Kentang Dieng misalnya, dikenal hingga mancanegara.

Namun, rupanya tak semua wilayah di Banjarnegara bersahabat dengan petani. Di beberapa wilayah, cekaman kemarau tetap berdampak. Utamanya, di wilayah Banjarnegara sisi selatan.

Sedikitnya 240 hektare sawah petani di daerah ini terdampak kekeringan sehingga terancam gagal panen. Ratusan hektare sawah tersebut tersebar di empat kecamatan, meliputi Kecamatan Susukan, Kecamatan Mandiraja, Kecamatan Purwanegara, dan Kecamatan Sigaluh.

Kepala Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Banjarnegara, Totok Setya Winarno, mengatakan, seluruh sawah yang terancam gagal panen adalah sawah tadah hujan. Sebagian besar, berada di Kecamatan Susukan yang merupakan sawah tadah hujan.

Padahal, usia tanaman padi rata-rata baru menginjak satu minggu hingga satu bulan. Sementara musim kemarau masih panjang.

"Kalau gagal panen belum, karena usianya juga masih muda. Kemungkinan dikhawatirkan," katanya, Sabtu (12/7).

Untuk mengantisipasi gagal panen, Dinas Pertanian siap memfasilitasi petani dengan pompa yang saat ini tersedia di kecamatan atau BPBD. Mesin pompa itu bisa dipinjam dan dimanfaatkan petani untuk menyedot air dan mengalirkannya ke lahan pertanian yang kekeringan.

Masalahnya, tak semua area sawah berdekatan dengan sumber air. Akibatnya, padi pun terancam gagal panen. Sebab, pada masa pertumbuhan, tanaman padi membutuhkan suplai air yang cukup dan konstan.

“Daerah persawahan yang tidak memiliki sumber air ini khususnya berada di wilayah Kecamatan Susukan,” katanya.

Totok menyarankan petani  agar mengatur pola waktu tanam. Sebelum padi tua, petani mestinya sudah membuat persemaian agar bisa menanam tepat waktu. Dengan demikian, setelah padi panen, petani bisa langsung mengolah lahannya dan memulai bercocok tanam karena bibit sudah siap tanam.

Namun, yang terjadi selama ini, kebanyakan petani baru menyemai setelah panen. Padahal masa padi di persemaian cukup lama, hingga 21 hari, dan terkadang satu bulan. Akibatnya, tanaman yang baru tumbuh dicekam kekeringan.

509