Home Ekonomi Harga Garam Ganggu Petani

Harga Garam Ganggu Petani

Impor garam sudah terjadi bertahun-tahun, meski banyak petani garam bertebaran di pantai-pantai Indonesia. Indonesia banyak mengimpor garam dari Australia khususnya untuk industri.

GATRAreview.com - Masalah timbul karena impor garam seringkali merugikan petani. Seringkali garam yang sebenarnya untuk industri diam-diam bocor ke pasar rumah tangga. Hal ini dikeluhkan oleh Susi Pudjiastuti, Menteri Kelautan dan Perikanan yang menilai impor garam harus hati-hati agar tidak menekan harga di dalam negeri. “Persoalannya impor terlalu banyak dan itu bocor,” kata Susi (4/7/2019). Susi meyakini harga garam di petani seharusnya bisa mencapai Rp 2.000 jika impornya dikendalikan.

Jakfar Sodikin, Ketua Asosiasi Petani Garam Rakyat Indonesia (APGRI) menyebutkan harga di petani cenderung turun. Ia mengatakan harga yang cenderung turun tersebut membuat petani garam tidak terlalu bersemangat bekerja. Turunnya harga garam bahkan tak tanggung-tanggung. Awal Juli 2019, harganya merosot hingga Rp 400 per kg.

Soal mutu disebut menjadi faktor mengapa harga garam lokal turun. Deputi Bidang Koordinasi Sumber Daya Alam dan Jasa, Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman, Agung Kuswandono menyatakan garam petani mengandung kadar NaCi yang tidak sesuai dengan standar mutu. Hal itu yang menyebabkan harga di tingkat petambak anjlok. "Garam tidak sesuai standar mutu, (tapi petani) minta dihargai dengan harga standar," katanya kepada pers di Jakarta, Jumat (12/7/2019).

Meski ada tekanan terhadap harga garam di tingkat petani, Indonesia tetap akan impor garam pada 2019. Hal itu diputuskan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Darmin Nasution yang menjadi penengah antara kepentingan petani dan pengusaha. Ia mengatakan meski ada pasokan garam dari petani, tapi industri juga membutuhkan kepastian akan kualitas garam yang ada. Maka, pemerintah akhirnya tetap impor garam lagi. Sebagai jalan tengah, alokasi impor garam 2019 diturunkan 37% dibandingkan tahun lalu, menjadi 2,7 juta ton saja.

Bagaimanapun nasib petani garam perlu mendapat perhatian. Selagi garam petani memenuhi syarat dan jumlahnya cukup, maka produk mereka layak didahulukan.

Gula Bisnis Manis

Bisnis gula memang manis. Itu terlihat dari impor gula yang terus meningkat. Januari 2019, Faisal Basri mencuit di Twitter yang menyebut Indonesia menjadi pengimpor gula terbesar dunia jelang pemilihan umum. Sepanjang, 2017/2018, Indonesia mengimpor sekitar 4,45 juta metrik ton gula yang dikutip dari Statista. Indonesia bahkan mengalahkan China dan Amerika dalam hal impor gula.

Data dari dalam negeri juga menunjukan Indonesia masih harus impor gula mentah yang akan dibuat menjadi gula kristal rafinasi. Tahun 2019, Indonesia butuh impor gula 2,2 juta ton. Angka ini berdasarkan pernyataan Ketua Umum Asosiasi Gula Rafinasi Indonesia (AGRI) Rachmat Hariotomo. Ia mengatakan volume impor itu dihitung berdasarkan proyeksi kebutuhan gula mentah (GM) untuk gula kristal rafinasi (GKR) dari sektor industri pada tahun ini sebanyak 3,2 juta ton. Di sisi lain, ada sisa stok tahun lalu 1 juta ton.

Tren kenaikan volume gula industri dipicu semakin berkembangnya industri makanan dalam negeri. Menurut perhitungan Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita, Indonesia butuh gula impor untuk industri mencapai 2,8 juta ton pada tahun 2019. Angka itu turun dibandingkan tahun 2018 sebanyak 3,6 juta ton. Indonesia terpaksa impor karena total produksi gula dalam dalam negeri hanya 2,1 juta ton, baik untuk konsumsi maupun industri.

Alasan lain, gula impor dinilai lebih bagus. Ketua Asosiasi Industri Kecil dan Menengah, Agro Suyono, mengatakan, pengusaha makanan dan minuman berskala kecil dan menengah masih membutuhkan gula impor. Alasannya, gula rafinasi impor tidak mengandung molasis, yaitu sampah mikro, bakteri dan kuman, yang masih menempel di gula. "Ketika ada molasis, makanan kami akan cepat kadaluarsa,” ujar Suyono. Pada prinsipnya, selain pasokan dalam negeri diperbanyak, kualitas gula juga harus sesuai kebutuhan, khususnya untuk sektor industri. 


Rihad Wiranto


Lima Besar Negara Asal Impor Garam  (ton)

Australia   

2010: 1 602 880,0   

2011: 1 788 140,0   

2012: 1 648 541,0   

2013: 1 588 514,0   

2014: 2 004 025,0   

2015: 1 489 582,0   

2016: 1 753 934,2   

2017: 2 296 681,3

 

India    

2010: 454 629,8   

2011: 1 021 513,8    

2012: 565 731,0    

2013: 330 750,0   

2014: 235 736,2    

2015: 333 731,2   

2016: 380 505,4    

2017: 251 590,1

 

Tiongkok   

2010: 20 157,1     

2011: 180,0    

2012: 5 980,9   

2013: 496,0   

2014: 24 471,8   

2015: 37 404,1   

2016:  4 630,1    

2017: 269,2

 

Selandia Baru    

2010: 1 056,0    

2011: 1 128,0    

2012: 1 574,0    

2013: 1 728,0    

2014: 2 188,0   

2015: 2 248,0   

2016: 2 926,1   

2017: 2 669,5

 

Singapura     

2010: 53,2   

2011: 24 000,0    

2012: 23,5     

2013: 16,0    

2014: 18,1     

2015: 30,4     

2016: 91,2     

2017: 121,5

 

Sumber: BPS