Home Ekonomi Kementan: Swasembada Bawang Putih 2021 Temui Tantangan Berat

Kementan: Swasembada Bawang Putih 2021 Temui Tantangan Berat

Jakarta, Gatra.com -  Kementerian Pertanian (Kementan) telah mencanangkan swasembada bawang putih pada  2021 mendatang. Upaya  swasembada itu menghadapi tantangan  berat. Disparitas harga yang tinggi kerap dimanfaatkan berbagai pihak untuk mengambil keuntungan.
 
Indonesia pernah mengalami swasembada bawang putih pada tahun 1994. Namun, krisis ekonomi 1998 yang berujung pada ekonomi yang lebih terbuka dengan ditandatanganinya letter of intent (LoI) dengan IMF, menjadikan  impor produk pertanian termasuk bawang putih menjadi tidak terkendali. "Kini ketergantungan bawang putih pada bawang putih impor sangat tinggi," kata Direktur Pengelolaan dan Pemasaran Hasil Hortikultura, Kementan, Yasid Taufik, di kantornya, Jakarta (21/8).
 
Yasid mengatakan, kebutuhan bawang putih nasional mencapai 580.000 ton per tahun dan lebih 95 persennya berasal dari impor.  Menurut kalkulasi, swasembada hanya perlu lahan penanaman bawang putih sekitar 73 ribu hektare, sementara berdasarkan indentifikasi lahan yang sesuai untuk penanaman bawang putih tersedia 600 ribu hektare. 
 
Sejalan dengan program swasembada tersebut, maka telah dirumuskan ketentuan bahwa setiap importir yg mengajukan RIPH (rekomendasi impor produk hortikultura) memiliki kewajiban tanam 5 persen dari volume yg diajukan dalam RIPH. "Di sinilah tantangan penerbitan RIPH," kata Yasid. 
 
Akhir akhir, ini muncul kasus bawang putih yang ditangani oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan membawa-bawa nama Kementerian Pertanian. Dalam UU No. 13/2010 mengenai Hortikultura, importasi produk hortikultura termasuk bawang putih  harus mendapat izin impor dari Menteri Perdagangan,  berdasarkan rekomendasi dari Menteri Pertanian. 
 
Mekanisme rekomendasi dan izin impor  berjalan sejak  2013,  dengan terus mengalami perbaikan. Dalam penerbitan RIPH, Kementan menekankan persyaratan teknis, yaitu terkait keamanan pangan. 
 
Menurutnya, bawang putih yang boleh masuk ke dalam negeri harus berasal dari bawang putih yg dibudidayakan  di lahan yang menerapkan standar good agriculrural practise (GAP) dan penerapan standar pananganan pascapanen dengan menerapkan good handling practises (GHP). 
 
"RIPH tidak mengatur volume impor. Sementara untuk volume impor ditentukan dalam izin impor yg dikeluarkan oleh Kemendag yang dikaitkan dengan kapasitas gudang yg dikuasai oleh importir," tuturnya.
 
Yasid menyatakan, pihaknya memberikan kepercayaan sepenuhnya proses penuntasan kasus OTT (operasi tangkap Tangan) suap izin impor bawang putih kepada KPK.
 
"Kementan sangat kooperatif dalam menyikapi proses tindak lanjut OTT KPK kemarin. Saat ini  dilakukan  audit internal oleh tim Inspektorat Khusus Kementan. Semua elemen yang terkait dengan proses penerbitan RIPH diaudit dan dievaluasi. Kami menilai, inilah sesungguhnya tantangan kami mewujudkan swasembada bawang putih,"  katanya. 
 
 Pihaknya menyadari ada pihak-pihak yang mendompleng momentum ini untuk mendiskreditkan kebijakan RIPH di Kementerian Pertanian dengan opini-opini yang tendensius, bahkan disinyalir bentuk perlawanan tercapainya swasembada bawang putih. 
 
 Yasid  menyatakan,  pihaknya akan terus mengevaluasi pelaksanaan kebijakan RIPH termasuk pelaksanaan wajib tanam bawang putih yang sudah berlangsung sejak akhir 2017 lalu.
 
320