Home Ekonomi Aturan Pembatasan Merek Hantui Produsen Makanan dan Minuman

Aturan Pembatasan Merek Hantui Produsen Makanan dan Minuman

Jakarta, Gatra.com - Wakil Ketua Umum Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia (GAPMMI), Rachmat Hidayat mengkritisi wacana pembatasan merek ke produk-produk yang dianggap merugikan kesehatan publik. Dia berpendapat bahwa konsumen memiliki hak untuk memilih produk yang diinginkannya. Hal itu disampaikannya pasca diskusi publik bertajuk "Tren Peraturan Global yang Mengancam Masa Depan Merek" yang digelar oleh Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) di Gedung Permata Kuningan, Setiabudi, Jakarta, Rabu (2/10). 

Rachmat menyatakan, mengemukanya isu pembatasan merek awalnya terjadi pada produk tembakau dengan mencantumkan peringatan dan gambar seram, kemudian merembet ke produk lain memperlihatkan bahwa Slippery Slope telah terjadi di Indonesia. "Slippery Slope mencerminkan kemungkinan perluasan aturan ke makanan yang mengandung lemak, gula atau garam yang dianggap merusak kesehatan," ujarnya. Secara global, pembatasan merek dan kemasan telah diterapkan di beberapa negara seperti Australia, Ekuador, Chile, Thailand dan Afrika Selatan.
 
Padahal, menurutnya selama ini pengusaha makanan dan minuman, khususnya produk ritel siap konsumsi selalu menuliskan informasi kandungan gizi dan nutrisi di setiap kemasannya. Dia menolak adanya anggapan produk makanan dan minuman yang beredar di pasaran menjadi penyebab rusaknya kesehatan publik.  "Anggapan tersebut kami rasa tidak tepat, karena ada banyak sekali faktor pemicu risiko kesehatan, pola hidup tidak sehat, lingkungan, sampai dengan keturunan genetis," imbuhnya. 

Dia menuturkan, pihaknya sebagai pelaku usaha akan mengambil sikap atas adanya aturan tersebut. Dia menilai pemerintah dalam hal ini tidak adil. Selain itu, adanya aturan pembatasan merek akan merugikan produsen serta pemerintah itu sendiri. "Tidak bijak rasanya, jika pemerintah membatasi hak seluruh konsumen berdasarkan satu sudut pandang saja," pungkas Rachmat.

192