Home Teknologi Cerita Warga Atasi Kekeringan Dengan Pompa Air Tenaga Surya

Cerita Warga Atasi Kekeringan Dengan Pompa Air Tenaga Surya

Banyumas, Gatra.com - Sudah lebih dari sepuluh tahun, warga Desa Wlahar Wetan, Kecamatan Kalibagor, Banyumas, Jawa Tengah selalu mengalami gagal panen karena kekeringan. Selama ini mereka hanya mengandalkan curah hujan untuk mengairi lahan persawahan di desanya.

Kepala Desa Wlahar Wetan, Slamet Zaenudin mengatakan, lahan pertanian di desa tersebut mencapai 80 hektare. Seluruhnya merupakan sawah tadah hujan.

Ia menuturkan, meski desa itu berada di tepi Sungai Serayu, mereka tidak bisa memanfaatkan air secara maksimal. Mereka harus menggunakan mesin diesel untuk mengairi lahan. Mesin itu dipakai secara bergantian oleh petani dari desa tetangga seperti Desa Sokawera, Wlahar Kulon, dan Kaliori.

"Kalau musim kemarau panjang seperti ini, lahan pasti kering. Petani itu harus menyewa pompa air diesel seharga Rp25 ribu per jam. Mereka juga harus keluar uang Rp1,2 juta untuk membeli bahan bakar solar," kata Slamet, di Boemi Tambangan, Desa Wlahar Wetan, Kecamatan Kalibagor, Jumat (8/11).

Slamet berujar, sebagian lahan warga yang berada di tepi sungai masih bisa ditanami, berbeda dengan sawah yang berada di perbukitan. Para petani terpaksa hanya menanam satu kali pada waktu musim hujan. Apabila ada yang mencoba menanam dalam dua kali, bisa dipastikan hasil panennya gagal.

Semasa menjabat kepala desa tahun 2009 silam, Slamet mengatakan, pernah mencoba untuk menormalisasi saluran irigasi sekunder untuk menyedot air dari Daerah Aliran Sungai (DAS) Banjaran. Namun, upaya tersebut gagal, lantaran jaraknya terlalu jauh yakni 10 kilometer.

"Kalau yang di pinggir Sungai Serayu bisa langsung sedot dengan diesel. Tapi ongkosnya mahal. Dari embung juga bisa, tapi embung hanya terisi air kalau musim hujan. Sekarang kering," tuturnya.

Tenaga ahli Program Pendampingan Desa Binaan Fakultas Pertanian Unsoe, Arief Sudarmaji mengatakan, persoalan yang dialami oleh warga desa tersebut kini dapat diatasi dengan penggunaan instalasi listrik tenaga surya. Panel surya yang terhubung dengan pompa menyalurkan air Sungai Serayu ke lahan milik petani.

"Alat ini terdiri dari dua panel surya berkapasitas total 200 watt. Ini bisa menghidupkan pompa air dengan berdaya 125 watt. Air dari sungai Serayu dinaikkan dari 32 meter dan ketinggian 4 meter. Di lahan yang menjadi percontohan terpasang sprinkel pada tiga titik dengan jarak 30 meter dari pompa," katanya.

Pemasangan alat, kata Arief ini menelan biaya maksimal Rp7 juta. Angka ini belum termasuk ongkos pasang. Meski panel surya merupakan barang impor, tetapi mudah dipesan melalui laman jual beli daring.

Arief mengatakan, pernah memasang instalasi semacam ini di Brebes untuk mengairi lahan bawang. Sementara itu, di daerah pesisir Cilacap terdapat di wilayah Adipala dan Banjarsari, Kecamatan Nusawungu.

"Tadinya saya mau pakai [tenaga] angin, tapi anginnya kurang stabil. Kalau memakai ini lebih hemat biaya. Petani tidak perlu lagi membeli air dan ramah lingkungan," kata dia.

Arief memperkirakan, alat tersebut dapat berfungsi lebih dari lima tahun. Hanya saja, aki sebagai penyimpan daya membutuhkan perhatian lebih karena usianya lebih pendek. "Kalau perawatan mungkin hanya akinya saja. Kalau daya berkurang atau tidak bisa menyimpan bisa diganti," katanya.

Ketua Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM) Unsoed, Rifda Naufalin mengatakan, Wlahar Wetan termasuk pada program desa binaan Unsoed. Program ini sudah berjalan memasuki tahun kedua.

"Tahun ketiga nanti saya mohon masyarakat bisa mengungkapkan masalah apa lagi yang dihadapi. Nanti kita pecahkan bersama. Masyarakat juga bisa menjadi kader untuk menjelaskan tentang teknologi yang diterapkan di sini," ujarnya.

727