Home Hukum Pelaporan Pidana, Mahfud: Jangan Main di Bawah Meja

Pelaporan Pidana, Mahfud: Jangan Main di Bawah Meja

Jakarta, Gatra.com - Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum dan Keamanan, (Menko Polhukam) Mahfud MD mengingatkan para penegak hukum untuk tak bermain-main dalam pelaporan pidana. Ia meminta para penegak hukum bisa bekerja sama membuat sistem pelaporan pidana satu pintu.

"Saya minta agar dipresentasikan dulu ke semua stakeholder agar perkara pidana tuh transparan tidak main-main di bawah meja, dan cepat," kata Mahfud di kawasan Gambir, Jakarta Pusat, Selasa (25/2).

Mahfud usai memberikan pidato dalam acara Sosialisasi Pelaksanaan sistem database Perkara Pidana Secara Terpadu Berbasis Teknologi Informasi (SPPT-TI), mengatakan, sering kali ada perkara yang sudah diputus masuk dalam ranah pidana, namun masih simpang siur pendataannya. Ia pun membeberkan tiga faktornya. 

"Pertama karena tidak segera diupload, kedua mungkin sistem macet, ketiga karena itu berjalan dari tangan ke tangan," ujarnya.

Mahfud berharap dengan adanya sistem yang terintegrasi berbasis teknologi ini, pelaporan pidana jadi lebih transparan dan efisien, sehingga masyarakat nanti tak perlu datang ke kantor untuk melapor secara langsung dan cukup melalui internet. 

Komisioner Ombudsman, Adrianus Meliala menyatakan, upaya untuk mengintegrasikan sistem sudah beberapa kali dicoba pemerintah, terlebih sudah diamanatkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2014-2019 dan 2023-2024. Namun penegak hukum, seperti kepolisian, kejaksaan, pengadilan hingga lapas itu bekerja sendiri dan tidak memiliki Standar Operasional Prosedur (SOP) yang sama dalam menangani perkara.

"Padahal tadi ini kan sistem, hukumnya sama, digerakkan oleh KUHAP. Pada kenyataannya begitu mulai Perkap (Peraturan Kapolri), Perja (Peraturan Jaksa Agung), Perma (Peraturan Mahlamah Agung), ternyata beda-beda. Lalu karena sudah masuk RPJMN 2014-2019 kemudian Bappenas dan Menko Polhukam menginisiasikan satu proyek, yang tadi disebut SPPT-TI," jelas Adrianus.

Itikad penyatuan itu diakuinya sedikit sulit, mengingat masing-masing instansi memiliki ego sektoral dan telah membuat aplikasi sendiri. Alhasil, data laporan antarlembaga berbeda meski berasal dari kasus yang sama.

"Lidik (penyelidikan), naik sidik (penyidikan), terus dari P21 (berkas dinyatakan lengkap) kemudian diberikan kepada jaksa kemudian ada masalah. Karena ternyata sistem kepolisian beda dengan sistem kejaksaan. Itu yg disebut bolak-balik perkara," jelasnya.

Adrianus menduga tingginya ego sektoral dalam menangani perkara pidana itu didorong niatan petugas untuk menggoreng isu yang ditanganinya. 

"Banyak aparat yang gak mau input data, masih mental manual. Masih mau ngekep diri. Ego dan tidak transparan. Kenapa begitu? Jangan-jangan ada karena mau digorenglah," jelasnya.

Dengan satu langkah awal perbaikan kualitas data, lanjutnya, diharapkan bisa terciptanya sistem yang terintegrasi sehingga sistem tiap lembaga berangsur ditinggalkan. 

Adrianus menilai, kepolisian tak mungkin turun sendiri dalam menangani perkara.

"Selama tidak ada komitmen dr Polri, Kejaksaan Agung, Mahkamah Agung, maka gak ada gunanya ini SPPT-TI, mesti ada niatnya," katanya. 

Acara sosialisasi itu juga dihadiri jajaran Ombudsman, Kejaksaan Agung, Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN).

 

521

KOMENTAR

TINGGALKAN KOMENTAR