Home Politik Makin Gampang Politik Uang

Makin Gampang Politik Uang

Pandemi Covid-19 tidak menjadi penghalang digelarnya pemilihan kepala daerah(Pilkada) 2020. meski diundur dari September ke Desember, pesta demokrasi lima tahunan ini tetap digelar pada tahun yang sama. Politik uang berpeluang tumbuh subur, di tengah keterpurukan berbagai lini.

Covid-19 telah meluluhlantakkan semua sektor di masyarakat. Tak hanya kesehatan, sektor lain seperti ekonomi, pendidikan, ibadah juga turut terdampak. Kondisi ini membuat masyarakat berupaya bertahan dengan kondisi yang ada. Jika ada peluang, sulit untu mengabaikannya.

Pilkada sering menjadi arena pertaruhan. Mulai partai politik hingga para kandidat. Jalan pintas pun sering diambil. Bagi-bagi uang, agar bisa mendulang suara. Apalagi, praktik politik uang sudah menjadi rahasia umum. Meski sejauh ini penegakan pelanggaran itu telah dijalankan namun, tetap saja tradisi ini tak pernah berhenti.

Sehingga bila melihat kondisi saat ini di tengah wabah Covid-19, ditambah ekonomi sedang terpuruk, menjadikan keadaan semakin sulit, maka politik uang ini akan tumbuh subur bila tidak segera diantisipasi sejak dini. Petugas pengawas pemilu harus bekerja kerja secara maksimal, menegakkan aturan.

Pengamat politik Universitas Veteran Bangun Nusantara (Univet Bantara) Sukoharjo Joko Suryono tak memungkiri, Pilkada serentak di tengah pandemi Covid-19 ini akan mempermudah praktik politik uang. "Pilkada ini dijadikan sebuah komoditas barang dagangan, salah satunya nanti yang dijadikan komoditas alat kesehatan APD (alat pelindung diri), dan sembako," katanya Senin (29/6).

Menurut Joko, sejauh ini tingkat kesadaran politik di masyarakat dirasa masih sangat rendah. "Semuanya kembali ke lembaga pendidikan, saat lembaga pendidikan menjadi lemah ya itu awal dari tingkat kesadaran rendah," ucapnya.

Dia menilai, meski muncul pandemi, tidak serta-merta bisa menjadi penghalang untuk menunda pelaksanaan Pilkada 2020. "Saya kira tidak masalah, tetap akan berjalan efektif, dari perencanaan pelaksanaan evaluasi akan menghasilkan suatu yang maksimal," jelasnya.

Mengingat sampai saat ini vaksin virus corona belum kunjung ditemukan, maka Joko menilai kehidupan harus tetap berlangsung. Baik dari bidang politik, ekonomi, budaya, pertahanan dan keamanan. "Jadi semuanya harus bisa menyesuaikan dengan kondisi pandemi wabah Covid-19 ini. Jadi harus tetap berlangsung lebih-lebih ini menyangkut kepemimpinan publik. Kaderisasi regenerasi kepemimpinan harus berjalan sesuai regulasi bahwa masa jabatan pemimpin daerah itu lima tahun," ujarnya.

Sehingga agar Pilkada 2020 tetap bisa dijalankan dengan baik, maka ia menyarankan Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) bisa mengakomodir protokol kesehatan. Hal ini sebagai upaya pencegahan penyebaran Covid-19 selama pelaksanaan Pilkada. "Tidak masalah. Yang penting protokol kesehatan tetap, jaga jarak, disediakan handsanitizer atau sabun," ujarnya.

Disinggung mengenai penggunaan face shield oleh petugas penyelenggara pemilu, menurut Joko bakal akan menimbulkan kecemburuan sosial. "Pakai masker saja, justru kalau petugasnya pakai face shield terus yang hadir pakai masker saja menimbulkan kecemburuan sosial, yang penting sesuai dengan protokol kesehatan," ucapnya.

Sementara itu, Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Jawa Tengah menyebutkan ada 9 daerah masuk dalam kategori rawan tinggi pada Pilkada serentak 2020 di 21 kabupaten/kota. Bahkan untuk Kota Semarang dan Kabupaten Semarang masuk dalam ketegori rawan tinggi pandemi Covid-19.

Koordinator Divisi Pengawasan dan Hubungan Antar Lembaga Bawaslu Jawa Tengah Anik Sholihatun mengatakan, sembilan daerah itu adalah Kabupaten Pekalongan, Klaten, Sukoharjo, Pemalang, Wonosobo, Sragen, Rembang, Semarang, dan Kota Semarang. “Sedang 12 kabupaten/kota daerah lainnya masuk dalam kategori rawan sedang. Meski tetap perlu melakukan pencegahan dan antisipasi,” katanya.

Anik menyatakan, ketegori kerawanan ini berdasarkan Indeks Kerawanan Pemilu (IKP) di 21 kabupaten/kota yang akan digelar pada Desember 2020. Kategori IKP yang meliputi empat dimensi yakni sosial (gangguan keamanan, bencana alam, kekerasan atau intimidasi pada penyelenggara pemilu).

Dimensi politik (keberpihakan penyelenggara pemilu, rekruitmen penyelenggara pemilu yang bermasalah, ketidaknetralan aparatur sipil negara, penyalahgunaan anggaran). Sedangkan dimensi infrastruktur daerah (dukungan teknologi informasi, sistem informasi penyelenggara pemilu, dan dimensi pandemi (anggaran pilkada terkait Covid-19, data terkait Covid-19, dukungan pemerintah daerah, resistensi masyarakat, hambatan pengawasan pemilu).

Berdasarkan dimensi tersebut, lanjut Anik, Kabupaten Pekalongan dan Kota Semarang masuk kategori rawan tinggi untuk dimensi sosial. Untuk kategori rawan tinggi dimensi politik adalah, Klaten, Sukoharjo, Pemalang, Sragen, Rembang, Kabupaten Semarang, dan Kota Semarang.

Terkait dimensi infrastruktur daerah, Kabupaten Wonosobo memiliki kerawanan tinggi, sedangkan dimensi pendemi yang memiliki kerawanan tinggi adalah Kota Semarang dan Kabupaten Semarang. Muh Slamet

 

 

89