Home Gaya Hidup Balasan Manjur Urusan Sumur

Balasan Manjur Urusan Sumur

Pembuatan sumur submersible (sibel) yang marak dilakukan masyarakat Sragen, Jawa Tengah mulai menuai dampak negatif. Aksi tanpa kontrol tersebut semakin memperparah kekeringan saat memasuki musim kemarau.

Masalah tahunan yang menimpa Kabupaten Sragen adalah kekeringan. Selalu saja banyak masyarakat di daerah itu kekurangan air bersih saat musim kemarau tiba. Data Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) menyebutkan kekeringan tahun lalu melanda 210 Dukuh di 36 Desa yang ada di 7 Kecamatan. Masing-masing, kecamatan Gesi, Tangen,Sukodono, Mondokan, Jenar, Miri, dan Sumberlawang.

Satu sisi, pembuatan sumur sibel telah melampaui ambang normal. Lokasinya juga terus bertambah. Dampaknya? Sumur sibel menghabiskan jatah air tanah dangkal untuk pertanian. Kondisi ini juga mengakibatkan ketersediaan air untuk rumah tangga ikut langka.

Pemerintah daerah tak bisa bertindak. Pemkab Sragen terhalang kewenangan untuk mengurusi masalah itu. Sebab urusan ini merupakan kewenangan pemerintah provinsi melalui Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).

Agar tidak semakin parah, perlu dilakukan kajian dan mengedukasi masyarakat agar berhenti mengeksploitasi air secara berlebihan. “Memang butuh sinergi antara pemkab dan pemprov, karena apapun yang terjadi ini akan membawa dampak di kabupaten itu memiliki banyak sumur sibel,” ujar Sekda Pemkab Sragen Tatag Prabawanto.

Tatag menyayangkan, masyarakat pembuat sumur sibel seakan tidak peduli dengan kelangsungan sumber daya air. Mereka asal-asalan saja menggali tanpa meminta izin instansi terkait.

“Zona merah kekeringan meluas. Salah satu faktornya akibat merebaknya sumur sibel. Pembuatnya sudah keterlaluan. Jika alasannya tidak tahu, perlu diedukasi bahwa air permukaan bakal cepat habis jika aktivitas itu terus menerus dilakukan,” katanya.

Soal ancaman kekeringan, Tatag menegaskan, sudah disiapkan langkah antisipasi kekurangan air bersih. Pihaknya memastikan anggaran darurat bencana alam khusus kekeringan tidak dialihkan untuk penanganan Covid-19. ”Disiapkan dropping air bersih. Kami sudah memiliki data zona merah kekeringan,” katanya.

Sementara itu, sebanyak 13 wilayah dari total 20 kecamatan yang ada di Kabupaten Temanggung masuk kategori rawan bencana kekeringan. Kepala Pelaksana BPBD Kabupaten Temanggung, Djoko Prasetyono mengatakan, hasil pemetaan tahun 2020 ini hampir sama dengan tahun sebelumnya, di mana waktu itu kekeringan terjadi di 50 desa dan ada 8.095 kepala keluarga (KK) terdampak.

Kekeringan mengakibatkan warga kesulitan mendapatkan air bersih, termasuk untuk pengairan lahan pertanian. "Hasil pemetaan untuk wilayah rawan kekeringan masih sama dengan tahun 2019 lalu, di mana waktu itu ada 13 kecamatan, 50 desa dengan bantuan air bersih sebanyak 7 juta liter,” katanya.

Ke-13 kecamatan itu adalah Kaloran, Kandangan, Kranggan, Pringsurat, Selopampang, Jumo, Tlogomulyo, Kledung, Gemawang, Candiroto, Bulu, Kedu, dan Tembarak. Selain kekeringan, pihaknya juga mewaspadai kemungkinan adanya bencana kebakaran hutan. Sebagaimana terjadi tahun 2018 dan 2019 yang melanda hutan Gunung Sumbing dan Sindoro.

“Meski saat ini masih di masa pandemi Covid-19, namun penanganan bencana alam maupun non alam juga tetap akan diprioritaskan tentunya dengan memperhatikan protokol kesehatan,” jelasnya.

Informasi dari BMKG, kata dia, di bulan Juli dan Agustus curah hujan di Temanggung di bawah normal, dengan intensitas 21 sampai 50 mm. “Kalau ada hujan ya sedang. Jadi sekarang berangsur-angsur memasuki musim kemarau. Ke depan kita akan membuat biopori untuk menampung air bersih di bawah tanah,” sebutnya.

Djoko pun mengajak masyarakat untuk bisa mempersiapkan diri menghadapi musim kemarau yang telah mulai sejak bulan Juni dan diperkirakan berlangsung sampai September. Meski informasi dari BMKG kemarau tahun 2020 tidak akan sepanjang seperti tahun 2019, tapi warga diminta untuk mempersiapkan tandon air.

Terpisah, BPBD Kabupaten Banjarnegara mengidentifikasi sebanyak 12 kecamatan rawan kekeringan dan terancam krisis air bersih pada musim kemarau 2020 ini. Plt. Kepala Pelaksana Harian BPBD Banjarnegara, Esti Widodo mengatakan ke-12 kecamatan tersebut berada di sisi selatan Banjarnegara. Berbeda dengan sisi utara yang cenderung basah, sisi selatan Banjarnegara lebih kering. “Ada 12 kecamatan, sama seperti tahun lalu. Cuma tidak tiap desa,” katanya.

Untuk mengantisipasi krisis air bersih, BPBD menyiapkan tiga armada tangki untuk mengirimkan bantuan air bersih. Jika diperlukan, armada ini akan ditambah dengan armada milik lembaga lainnya, seperti PMI atau Damkar. Namun, sementara ini tiga armada tersebut diperkirakan cukup untuk melakukan droping secara simultan di wilayah yang mengalami kekeringan.

Dia mengemukakan, hingga akhir Juni ini belum ada desa yang terdampak krisis air bersih. Pasalnya, terjadi anomali cuaca, di mana hingga dasarian akhir Juni 2020 masih turun hujan, meski tak seintensif sebelumnya. Tahun 2020 ini diperkirakan juga kemarau basah sehingga dampak kemarau tak separah tahun 2019 lalu. “Kalau 2019 itu kemaraunya luar biasa panjang. Dampaknya memang sangat berat,” tandasnya. Muh Slamet

 

36