Home Batalnya Beleid Pedoman Pemeriksaan Jaksa

Batalnya Beleid Pedoman Pemeriksaan Jaksa

Sempat memicu kontroversi di tengah publik, akhirnya Jaksa Agung, Sanitiar Burhanuddin, mencabut Pedoman Nomor 7 Tahun 2020 tentang pemberian izin Jaksa Agung atas pemanggilan, pemeriksaan, penggeledahan, penangkapan, dan penahanan terhadap jaksa yang diduga melakukan tindak pidana. Pencabutan pedoman ini dilakukan Sanitiar pada Selasa malam lalu. Pencabutan pedoman ini dituangkan Jaksa Agung dalam Keputusan Jaksa Agung RI Nomor 163 Tahun 2020 tanggal 11 Agustus 2020 tentang Pencabutan Pedoman Nomor 7 Tahun 2020.

Pedoman baru saja ditandatangani Sanitiar pada Kamis pekan lalu. Namun, menurutnya, naskah pedoman ini sudah bocor ke publik melalui rantai pesan singkat WhatsApp. Dugaannya, ada pihak-pihak tak bertanggung jawab yang dengan sengaja menyebarkan naskah pedoman ini ke publik.

"Bahwa Pedoman Nomor 7 Tahun 2020 tersebut belum secara resmi dikeluarkan atau diedarkan oleh Biro Hukum Kejaksaan Agung, sehingga beredarnya pedoman tersebut melalui media sosial WhatsApp diduga dilakukan oleh oknum yang tidak bertanggung jawab," ujar Sanitiar dalam siaran persnya.

Meski demikian, Sanitiar masih akan mengkaji lagi ketentuan dalam UU tentang Kejaksaan Agung RI. Terlebih pada pasal 8 ayat (5) yang menyebutkan bahwa jika seorang jaksa diduga melakukan tindak pidana, maka pemanggilan, pemeriksaan, penggeledahan, penangkapan, dan penahanan terhadap jaksa yang bersangkutan hanya dapat dilakukan atas izin Jaksa Agung.

Bagi Sanitiar, meski kajian terkait aturan ini telah selesai, tak menutup kemungkinan menimbulkan tafsiran berbeda. Maka, pihak Kejaksaan Agung akan kembali melakukan kajian dengan Kementerian Hukum dan HAM. "Hal tersebut telah dilakukan kajian yang cukup lama. Namun hingga saat ini, masih diperlukan harmonisasi dan sinkronisasi lebih lanjut dengan Kementerian Hukum dan HAM serta instansi terkait," ujarnya.

Sebelumnya, kelompok masyarakat sipil, seperti Indonesia Corruption Watch (ICW) dan Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), bersuara keras terkait beleid yang dibuat Korps Adhyaksa ini. Ketua Bidang Advokasi YLBHI, M Isnur, misalnya, yang mengkritisi pedoman pemeriksaan jaksa ini, berpotensi menjadi alat impunitas bagi kalangan jaksa dan sudah tentu bisa menghalangi proses penyidikan.

 

Aditya Kirana

KOMENTAR

TINGGALKAN KOMENTAR