Home Gaya Hidup Kitab Kuning Beres Agroindustri Yes

Kitab Kuning Beres Agroindustri Yes

Tak melulu belajar mengaji atau kitab kuning. Kemampuan di bidang lain, seperti agroindustri juga diajarkan di pondok pesantren. Semuanya dilakukan agar mereka paham ilmu agama sekaligus ilmu ekonomi. Semuanya berjalan beriringan.

Pondok Pesantren Rubat Mbalong Ell Firdaus, Tambaksari, Kecamatan Kedungreja, Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah membekali santrinya dengan kemampuan berbasis agroindustri. Pemilihan bidang agroindustri itu tak lepas dari latar belakang santrinya yang sebagian besar merupakan anak petani. Harapannya, mereka bisa mengembangkan apa yang telah dimulai oleh keluarganya, namun dengan proyeksi lebih besar atau berskala bisnis.

Hasil pertanian dan peternakan itu, sebagian dijual, sebagian lainnya dikonsumsi oleh santri. Santri tidak perlu lagi membeli lauk pauk untuk makan sehari-hari. Untuk mengembangkan agrobisnis, UMKM, dan keterampilan lainnya, ponpes menggandeng pemerintah, BUMN, sekolah, hingga pihak lain yang memiliki kemampuan yang dibutuhkan santri. Mereka turut mendidik santri agar memperoleh pendidikan vokasi yang berguna saat lulus pesantren.

Pengasuh Ponpes Rubat Mbalong KH Ahmad Hasan Mas’ud mengatakan bekal kewirausahaan itu merupakan salah satu materi yang ditekankan di ponpesnya. Tujuannya yakni agar saat santri lulus dari ponpes, mereka tak hanya paham ilmu agama, namun juga kemampuan secara ekonomi. “Jadi bagaimana agar bisa memanfaatkan, bersyukur di dunia ini, dengan pemanfaatan potensi yang ada di sekitarnya,” katanya.

Kiai yang akrab disapa Gus Hasan itu mengungkapkan, agroindustri itu terbagi menjadi beberapa bidang. Meliputi pertanian, peternakan, perikanan, hingga pengelolaan pascapanen. Pertanian sendiri terdiri dari beberapa divisi, yakni pertanian padi, sayur mayur, budidaya pertanian organik, dan pengembangan pertanian terpadu. “Di bidang peternakan, ada sapi, kambing, unggas, cacing, maggot. Adapula budidaya jamur dan produksi tepung mocaf. Pertaniannya terpadu,” ucapnya.

Selain bidang agroindustri, santri juga dibekali dengan kemampuan wirausaha lainnya, yakni pengelolaan koperasi. Ada pula produksi sandal, teknik pertukangan, pengelasan, dan skill life lainnya. Sejauh ini, Ponpes menggratiskan biaya untuk seluruh santrinya. Operasional pesantren, ditopang oleh keberhasilan ponpes mengembangkan agrobisnis berupa pertanian terpadu. “Santri tak dipungut biaya apapun saat mondok di pesantren ini. Bahkan, pihak ponpes juga mampu menyuplai kebutuhan makanan santri,” bebernya.

Ponpes juga menyediakan beras dari sawah yang juga dikelola santri. Tetapi, seperti kebiasaan pesantren tradisional, santri biasanya tetap membawa beras dari rumah. Beras itu kemudian dimasak, dengan lauk pauk yang terpenuhi dari kebun yang dikelola oleh santri sendiri. “Tidak ada biaya. Semuanya gratis. Kalau pun ada kekurangan itu, sangat sedikit. Ada bayaran itu paling untuk membeli air minum,” katanya.

Dia mengemukakan, selain mengaji, di pesantren ini santri diarahkan untuk memiliki life skill, atau keterampilan wirausaha. Santri dibebaskan memilih jenis keterampilan sesuai dengan minat dan bakatnya.

Manajer Unit Pengembangan Ekonomi Kantor Perwakilan Bank Indonesia (BI) Purwokerto, Kunto Hari Wibowo mengatakan BI mendukung pengembangan ekonomi sebuah lembaga pendidikan. Di pesantren misalnya, BI mendukung pengembangan pertanian, peternakan, keterampilan, hingga pemanfaatan sampah yang bernilai ekonomi.

“Kemandirian ekonomi itu penting agar lembaga pendidikan lebih berdaya. Sebab, lembaga pendidikan memiliki potensi yang besar. Di sisi lain, kebanyakan lembaga pendidikan masih mengandalkan iuran siswa atau santri dan bantuan pihak lainnya,” tegasnya.

Menurut dia, kemandirian ekonomi akan memastikan semua potensi yang ada di lembaga pendidikan lebih produktif. Iuran santri, bisa dimanfaatkan untuk kegiatan yang bernilai lebih. Muh Slamet

 

 

46