Home Ekonomi Kedelai Mahal, Daya Beli Jeblok, Perajin Kurangi Bikin Tahu

Kedelai Mahal, Daya Beli Jeblok, Perajin Kurangi Bikin Tahu

Karanganyar, Gatra.com- Kenaikan harga kedelai impor membuat perajin tahu di Karanganyar mengurangi produksinya. Daya beli masyarakat yang rendah makin menyulitkan para relaku usaha mikro tersebut.

Ditemui di rumah produksinya di Dusun Delenan, Kelurahan Gayamdompo, Karanganyar Kota, Jawa Tengah, Kamis (10/9), Jumadi mengatakan tak mampu membeli bahan baku tahu putih dalam jumlah normal. Biasanya, ia memproduksi 2 kuintal kedelai impor dari Amerika per hari. Sejak kedelai impor itu naik sepekan lalu, sampai sekarang ia mengurangi jumlah bahan baku yang dibelinya.

"Dari semula biasanya beli 2 kuintal. Sekarang enggak nyampe 1 kuintal. Harganya mahal," katanya kepada Gatra.com.

Ia yang sudah lima tahun menggeluti produksi tahu putih ini mengatakan membeli kedelai impor di Pasar Legi Solo. Saat ini harganya bervariasi mulai Rp7.200 sampai Rp7.500 perkilogram. Padahal harga normalnya Rp6.700 per kilogram. Kenaikan harganya mengikuti nilai tukar rupiah terhadap dolar amerika serikat, dimana rupiah sedang melemah.

Sebenarnya ia bisa saja mengganti bahan bakunya dengan kedelai lokal. Kualitasnya pun tak kalah dengan kedelai impor. Hanya saja, ia terlanjur bermitra dengan penyedia kedelai impor di Pasar Legi Solo.

Lantaran mengurangi bahan baku, produksi tahu juga menurun. Di rumah produksi tahu miliknya, ada dua jenis tahu yang dijualnya. Yakni matang atau digoreng dan mentah atau tahu putih.

"Jualnya hanya di Pasar Karangpandan. Saat harga kedelai normal, bisa menjual 20 ember. Tiap ember bobotnya 15 kilogram. Karena kedelai mahal dan enggak banyak bikin tahu, sekarang hanya mampu menjual 15-17 ember saja," katanya.

Selain produksi berkurang, omzet penjualan juga menurun. Hampir tiap hari ia menerima pengembalian atau retur dari pengecer yang tak terjual. Meski mengalami berbagai kendala, Jumadi tak lantas menyiasatinya dengan mengurangi kualitas atau menaikkan harga penjualan.

"Ukuran normal tahu putih 3X3 sentimeter. Meski bahannya mahal, saya tidak mengurangi ukurannya. Juga tidak menaikkan harga jual. Masih sama. Tahu goreng tetap Rp200 per biji. Kualitas juga tidak berubah," jelasnya.

Ia mengaku mengalami penurunan pendapatan yang signifikan. Meski demikian, ia berharap kondisi kembali normal. "Kedelai impor memang fluktuatif. Saat harga kedelai mahal, saya tetap untung. Tapi tidak banyak," jelasnya.

Supaya margin tetap terjaga, ia memilih merumahkan salah seorang buruh. Sebagai gantinya, ia turun tangan sendiri memproduksi tahu goreng. "Sekarang hanya bersisa dua karyawan. Saya sendiri yang menggoreng. Lainnya memproduksi tahu mentah," katanya.

275