Home Politik Wira-wiri Uang Haram di Bank Nasional

Wira-wiri Uang Haram di Bank Nasional

ICIJ melaporkan sejumlah bank menjadi perantara aliran uang haram. Banyak di antaranya merupakan bank-bank dari Indonesia. Dicurigai terkait pencucian uang haram korupsi hingga pendanaan terorisme.


Harga saham Bank Mandiri (BMRI) tiba-tiba rontok pada Senin, 21 September lalu. Padahal, dua minggu sebelumnya, saham BMRI menduduki peringkat teratas sebagai emiten yang paling diburu investor asing. Bukan hanya BMRI, saham BCA dan sejumlah bank yang disebut dalam dokumen The Financial Crimes Enforcement Network (FinCEN), juga jatuh cukup dalam.

Dokumen FinCEN yang bersifat rahasia, dibocorkan oleh International Consortium of Investigative Journalist (ICIJ) pada medio September ini. Isi dokumen menyebutkan, sejumlah bank di Indonesia terlibat kejahatan keuangan yang cukup serius, bisa terkait pencucian uang dan pendanaan terorisme. Setidaknya, ada 19 bank yang diduga terlibat dan disebut-sebut dalam dokumen tersebut. Lalu secara bersamaan, harga saham mereka merosot.

Reaksi pasar ini diduga dipengaruhi antara lain oleh bocoran dokumen FinCEN tersebut. Dalam laporan ICIJ, uang yang sempat singgah di Indonesia memang cukup besar. Terdiri dari aliran uang masuk sebesar US$286,16 juta dan aliran uang keluar sebesar US$218,49 juta. Pintu masuk keluar uang ini diduga melewati 19 bank, terdiri dari dua bank BUMN, yakni Bank Mandiri dan BNI, serta 17 bank swasta, termasuk BCA.

Dalam catatan ICIJ, Bank Mandiri paling banyak menerima transaksi mencurigakan. Sebanyak 111 transaksi tercatat dengan uang keluar sebesar US$250,39 juta dan uang masuk sebesar US$42,33 juta. Jika ditotal, transaksi haram di Bank Mandiri melingkupi 58% dari total dugaan aliran uang haram di dokumen tersebut. Di luar bank Himbara, ada juga BCA sebagai bank swasta dengan transaksi sebesar US$753,76 ribu dari 19 transaksi. 

Jika diselisik lebih lanjut, perputaran uang haram dengan tujuan jahat memang sudah sejak lama menjadi perhatian pemerintah. Ini dijelaskan dalam UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme (APU/PPT). Beleid ini mengatur soal pelaporan transaksi mencurigakan yang kemudian dikumpulkan di Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).

PPATK mengaku sudah mengendus anyir pencucian uang dan pendanaan terorisme sejak Agustus lalu. Dalam hasil pemantauan PPATK, keberadaan ormas sebenarnya tidak bebas nilai. Artinya, ada kepentingan banyak pihak di balik suatu ormas. Pihak-pihak ini kerap memberikan pendanaan kepada ormas yang kemudian bisa disalahgunakan dalam kegiatan terorisme.

Beberapa cara yang lazim dilakukan, yaitu menggunakan sistem pembayaran elektronik untuk memindahkan uangnya ke negara-negara tertentu. Selain itu, kelompok teror juga kerap mengumpulkan dana dengan kegiatan ilegal.

Saat ini, bank diminta untuk lebih waspada terkait pengelolaan dana nasabah. PPATK khawatir pendanaan terorisme bisa melewati bank-bank tertentu dan mengatasnamakan rekening ormas-ormas tertentu. "Maka penerapan APU/PPT final hukumnya," kata PPATK dalam pemaparan hasil risetnya.

Ada beberapa indikator yang bisa menjadi lampu kuning transaksi mencurigakan dengan menggunakan nama-nama ormas. Misalnya dengan pengumpulan dana bantuan untuk negara-negara konflik yang di dalamnya terdapat aksi teror, seperti Suriah (lebih lengkap lihat infografis).

Namun, meski sudah melakukan riset, Kepala PPATK, Dian Ediana Rae, tetap tutup mulut perihal laporan FinCEN. Bagi Dian, laporan FinCEN bukan sumber resmi. "Kami tidak dapat melakukan konfirmasi terhadap info seperti ini kepada publik, tapi kita memastikan untuk melakukan langkah-langkah yang diperlukan," kata Dian kepada GATRA.

Sebenarnya, dokumen yang dibocorkan ICIJ bukan hal baru bagi PPATK. Dian mengeklaim, pihaknya rutin melakukan kerja sama lintas lembaga intelijen keuangan dan tentunya makin hari makin kuat menelusuri transaksi keuangan yang mencurigakan. Meski demikian, semua itu bersifat rahasia sebagaimana praktek intelijen keuangan internasional lainnya. "Produk laporan dari PPATK merupakan laporan intelijen yang bersifat rahasia, hanya digunakan untuk kepentingan penyelidikan atau penyidikan oleh aparat penegak hukum," ujarnya.

Untuk konteks dalam negeri, PPATK bekerja sama dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk mengawasi aliran dana haram, dari dan ke Indonesia. OJK yang merupakan Lembaga Pengatur dan Pengawas (LPP) sektor keuangan memiliki tugas pengawasan terhadap seluruh kesehatan bank dan nonbank.

Dian menambahkan, PPATK merupakan focal point penanganan pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang dan tindak pidana pendanaan terorisme (TPPU/TPP). "Prinsipnya, kita saling memperkuat melakukan pengawasan dan pemberantasan TPPU/TPPT. Sering juga kita melakukan joint audit kalau ada hal-hal yang perlu dilakukan pemeriksaan bersama," ucapnya.

Bocornya dokumen FinCEN ini juga menjadi perhatian parlemen. Setidaknya Anggota Komisi XI, Anis Byarwati. Menurutnya, publik perlu ingat bahwa ada aturan terkait APU/PPT. Dengan adanya beleid ini, penyedia jasa keuangan wajib menyampaikan laporan transaksi keuangannya dengan memenuhi kriteria tertentu. "Termasuk transaksi keuangan mencurigakan PPATK. Jadi, dokumen FinCEN itu akan menjadi area tugas dan wewenang PPATK untuk menindaklanjuti," tuturnya saat dihubungi Muhammad Guruh Nuary dari GATRA.

Jika dokumen FinCEN ini terbukti benar, maka PPATK, OJK, dan penegak hukum perlu mengambil langkah sesuai dengan aturan lalu lintas transaksi keuangan mencurigakan. "Namun apabila dokumen itu tidak benar, regulator harus mengambil langkah untuk melindungi bank-bank nasional," ujar Anis.

Meski demikian, Komis XI belum mengambil inisiatif lebih jauh untuk memanggil para pihak yang terkait dalam laporan tersebut. Kalaupun ada, tentu melalui mekanisme awal, yakni Rapat Dengar Pendapat (RDP). "Tetapi kan sampai hari ini di Komisi XI belum ada pembahasan soal ini," ucap Anis.

***

Ketika dikonfirmasi, baik BCA dan Bank Mandiri enggan buka suara. Direktur Utama BCA, Jahja Setiaatmadja, hanya berujar bahwa BCA selalu taat aturan di bidang perbankan dan APU/PPT. "Jika ada yang aneh, selalu kita laporkan," ujarnya kepada Ryan Puspa Bangsa dari GATRA.

Aksi tutup mulut juga dilakukan OJK ketika dimintai keterangan oleh Wartawan GATRA, Qonita Azzahra, soal benar atau tidaknya laporan FinCEN tersebut. Deputi Komisioner Humas dan Logistik OJK, Anto Prabowo, kembali mengulang soal aturan APU/PPT. "Dengan mekanisme tersebut, bank mampu mengidentifikasi lebih baik [tentang] adanya transaksi mencurigakan dan dapat menindaklanjutinya kepada PPATK," katanya kepada GATRA, Kamis, 24 September lalu.

Dari jumlah dan presentase kumulatif transaksi keuangan mencurigakan (TKM) dalam laporan yang diterima OJK sampai April 2020, jika dilihat dari jenis pelapor, Anto mengatakan, paling banyak berasal dari sektor perbankan. "Sehingga sistem APU/PPT ini sudah menjadi parameter yang cukup memadai dan telah diterapkan secara efektif di industri perbankan," ucapnya.

Aditya Kirana

1. Pengumpulan Dana (Collecting)

- Transaksi untuk bantuan negara-negara konflik yang terdapat banyak kegiatan terorisme. 
- Keterangan transaksi untuk infak aseer keluarga syuhada, keluarga mujahidin, khilafah, syahid, dan berbagai kalimat yang mengarah kepada dukungan kegiatan terorisme.
- Rekening ormas menerima aliran dana dari banyak pihak di dalam negeri dengan underlying transaksi "dana untuk bantuan bencana kemanusiaan di luar negeri".
- Memiliki binaan yayasan lain yang memiliki hubungan dengan yayasan/organisasi teroris.

2. Perpindahan Dana (Moving)
- Pada rekening atas nama yayasan, transaksi debit yang banyak terjadi, yaitu penarikan tunai menggunakan cek dalam jumlah besar oleh pengurus di wilayah yang sama dengan lokasi pendirian yayasan.
- Melakukan layering dengan mentransfer kepada rekening yayasan/ormas yang sama pada bank berbeda, dan terus dilakukan berulang.
- Melakukan transfer kepada rekening pengurus yayasan/ormas dengan frekuensi sering.
- Melakukan transfer kepada pihak lain yang tidak terdapat keterangan jelas dengan kegiatan amal atau transfer ke daerah berisiko tinggi kegiatan terorisme.
- Ormas melakukan transaksi, baik aliran dana masuk maupun keluar, di daerah rawan pendanaan terorisme, konflik, dan separatisme.

3. Penggunaan Dana (Using)
- Pembelian valuta asing dengan keterangan untuk investasi atau tabungan. 
- Pada rekening atas nama yayasan yang tidak terdaftar, banyak terdapat transaksi debit atau transaksi cek.
- Menggunakan rekening pribadi dengan transaksi debit ATM dalam jumlah maksimal per hari.

Sumber: PPATK