Home Politik Pompeo Datang, AS Bidik Investasi Natuna, Cina Gamang?

Pompeo Datang, AS Bidik Investasi Natuna, Cina Gamang?

Jakarta, Gatra.com – Menlu Amerika Serikat (AS) Mike Pompeo berkunjung ke Indonesia dan melakukan pertemuan bilateral dengan Menlu RI Retno Marsudi di Jakarta, pada Kamis (29/10). Dalam pertemuan tersebut, keduanya membahas berbagai isu mulai dari keberagaman, kerja sama ekonomi dan investasi, isu Laut Cina Selatan, Palestina, dan Afghanistan.

Terkait konflik di Laut Cina Selatan (LCS), AS kembali menolak klaim pemerintah Cina terhadap wilayah perairan yang bersisian dengan Indonesia. Pernyataan itu disampaikan Mike Pompeo dalam konferensi pers secara virtual bersama Menlu RI. “Negara kami yang taat hukum menolak klaim tak berdasarkan hukum Partai Komunis Cina atas Laut Cina Selatan,” ujar Pompeo.

Di kesempatan tersebut, Pompeo menyinggung kerja sama perlindungan LCS bersama pemerintah Indonesia. Menlu Retno Marsudi menyatakan pemerintah RI tetap pada sikapnya yakni menolak berbagai klaim maritim dan klaim sepihak di wilayah perairan kaya sumber daya tersebut.

Pengamat militer dan pertahanan, Wibisono mengatakan pembahasan situasi terkini di LCS dengan pemerintah AS sangat strategis untuk kepentingan Indonesia. LCS menurutnya harus dipertahankan sebagai tempat yang netral dan stabil untuk perdamaian di wilayah Asia.

Indonesia menurutnya cukup berpijak pada konvensi III PBB tentang hukum laut atau The United Nations Convention on the Law of the Sea (UNCLOS 1982) yang menjadi acuan hukum yang harus diterapkan dan dihormati semua negara.

“Oleh karena itu klaim apa pun harus didasarkan tentang prinsip-prinsip hukum internasional yang diakui secara universal termasuk UNCLOS 1982,” ujar Wibisono kepada Gatra.com, Sabtu (31/10).

Dirinya menambahkan penandatanganan kesepakatan bersama akan diikuti dengan langkah taktis AS untuk memulai investasi di Kepulauan Natuna. Pemerintah Indonesia, terang Wibi, tentu akan mendukung kerja sama pembukaan keran investasi di Natuna dalam rangka perbaikan ekonomi dan investasi.

Namun ia mengingatkan pemerintah AS tentu memiliki rencana jangka panjang untuk membuat landasan pesawat pengintai bahkan pangkalan militer di kawasan tersebut. Bila hal itu terjadi maka konflik di LCS memasuki babak baru dimana AS memulai penguatan strategisnya di kawasan Asia Tenggara yang pada akhirnya mengusik pemerintah Cina yang selama ini berdalih LCS sebagai warisan kesejarahan.

“Jika serius kerja sama dengan Amerika dapat dibayangkan marahnya Cina kepada Indonesia, karena kepentingan Cina untuk mensukseskan OBOR akan terganggu,” ujar pria yang juga menjabat pembina Lembaga Pengawas Kinerja Aparatur Negara (LPKAN) itu.

Investasi AS di bagian terluar kepulauan Natuna, terang Wibi, menjadi fase awal masuknya kepentingan AS ke kawasan. Dengan dalih pengamanan teritorial Indonesia, AS akan punya kebebasan naviasi hilir mudik di kepulauan Natuna. "Faktualnya adalah optimalisasi fungsi pangkalan militer AS di kawasan tersebut," sambungnya.

Sementara Indonesia, terang Wibi, berada dalam posisi yang dilematis. Di satu sisi ekonomi tengah memburuk akibat pandemi Covid-19. Di sisi lain peluang investasi terbuka namun berada di kawasan yang penuh “pertaruhan”.

Kedatangan Pompeo, terang Wibi, akan berdampak marahnya Cina, ambivalensi terjadi dan sikap Indonesia bermain di kekuatan besar akan sangat menentukan. “Pompeo sukses memainkan panggung diplomasi. Memang langkah kelas dunia. Sekali datang Natuna sudah di tangan. Indonesia dibuat kebingungan menghadapi jasa-jasa investasi dan debt trap Cina,” pungkas Wibisono.

990