Home Hukum The Trust Law, Hukum Adat Tak Lekang Digerus Zaman

The Trust Law, Hukum Adat Tak Lekang Digerus Zaman

Jakarta, Gatra.com - Ketua Komisi Yudisial (KY), Dr. Jaja Ahad Jayus, S.H., M.Hum., mengatakan hukum adat bukan sekadar hukum yang hidup dan berkembang di masyarakat (the living law), namu lebih dari itu, yakni hukum yang terpercaya (the trust law).

"Hukum adat merupakan the trust law, atau hukum yang terpercaya," kata Jaja dalam webbinar peluncuran bukunya berjudul "Hukum Adat Teori, Sejarah, Pengakuan Negara & Yurisprudensi" pada Selasa (10/11).

Menurutnya, hukum adat merupakan hukum terpercaya karena mampu mengikuti perkembangan zaman atau tidak usang termakan zaman dan menjadi bagian dari sejarah panjang dari keberadaan suatu bangsa.

Adapun definisi hukum hukum adat menurut Jaja adalah hukum yang mengatur tingkah laku manusia dalam kehidupan sehari-hari yang lahir dan berkembang dari dan oleh masyarakat yang memiliki karakteristik khusu yang tidak tertulis, tidak terkodifiksi, dan berbeda satu komunitas dengan komunitas lain, serta mempunyai akibat hukum berupa sanksi pidana dan sosial.

Menurutnya, Indonesia mempunyai beragam hukum adat karena terdiri dari 714 suku dan lebih dari 1.100 bahasa daerah. Hukum adat merupakan hukum ibu (mother of law) dari bangsa Indonesia.

"Karakteristik hukum adat dengan karakteristiknya telah menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan masyarakat. Bahkan, hal itu lambat laun menjadi konsepsi para pendiri bangsa terhadap Pancasila sebagai pandangan hidup sekaligus falsafah kebangsaan," ujarnya.

Jaja menjelaskan, keberadaan hukum adat menjadi bagian yang tidak terpisahkan dalam sejarah kehidupan bangsa Indonesia dari masa ke masa. Namun, keberadaan hukum adat ini tidak muncul begitu saja atau tiba-tiba.

"Melalui proses panjang yang penuh lika-liku sehingga terbentuk apa yang dinamakan Negara Indonesia yang diproklamirkan pada 17 Agustus 1945," katanya.

Lebih jauh Jaja mengungkapkan, hukum adat ini mengalami berbagai masa yakni era kerajaan, periode Negara Belanda, pemerintahan Inggris 1811-1816, dan periode zaman Jepang.

"Hukum adat dalam kerangka pembangunan. Hukum adat bisa menjadi kerangka pembangunan karena hukum adat meperhatikan keseimbangan," ujarnya.

Meski demikian, kata Jaja, penerapan hukum adat di negeri yang mempunyai hukum positif, beraneka ragam, ada yang sepenuhnya dilakukan atau hanya sebagian alias tidak utuh. "Pengakuan hukum adat dalam hukum positif ini diakui meski ada yang utuh dan tidak utuh," ujarnya.

Ketua APHA Indonesia, Laksanto Utomo, menjadi penanggap buku karya Ketua KY, Jaja Ahmad Jayus, dalam webbinar pada Selasa (10/11). GATRA/Iwan Sutiawan)

Senada dengan Jaja, Ketua Asosiasi Hukum Adat (APHA) Indonesia, Dr. Laksanto Utomo, S.H., M.H. bahwa hukum adat tak lekang oleh zaman meskipun keberadaannya lebih dulu dari republik atau negara ini.

Laksanto yang dihadirkan sebagai penanggap, menilai bahwa buku ini sangat bagus dan memberikan prospektif anyar serta memperkaya khazanah untuk referensi tentang hukum adat. "Ini sangat penting yang mendalami ?dan bagi penelitian," ucpanya.

Laksanto membahas bab demi bab buku karya Jaja ini. Untuk Bab V tentang Pengakuan Hukum Adat dalam Hukum Positif, Laklanto mengharapkan nantinyanya membahas ini lebih mendalam. Menurutnya, ini belum dikupas lebih jauh demi menghindari konflik kepentingan karena Jaja masih terkait dunia peradilan.

"Saya berharap karena ada beberapa hakim di daerah tidak menguasai hukum adat, sehingga putusannya tidak mencerinkan itu. Mungkin nanti kalau tidak lagi jadi ketua KY, ini saya harapkan untuk dimasukkan," ujarnya.

Selain itu, Laksanto mengharapkan, pada cetakan selanjutnya, Jaja bisa memasukkan peraturan pemerintah daerah (Pemda) terkait masyarakat adat, misalnya soal ulayat, pemerintah nagari, lain-lain di dalam satu bab khusus.

"Ini dijelaskan daerah-daerah mana saja yang sudah ada dan mengatur tentang eksistensi masyarakat hukum adat di daerah masing-masing. Pasti buku ini akan lebih laris lagi karena peneliti banyak yang mencari eksistensi peraturan hukum adat di daerah," ujarnya.

637