Home Kebencanaan Sulitnya Membujuk Warga untuk Mengungsi dari Merapi

Sulitnya Membujuk Warga untuk Mengungsi dari Merapi

Boyolali, Gatra.com – Mata Felis (4), bocah Dukuh Stabelan, Desa Tlogolele, Kecamatan Selo, kabupaten Boyolali terlihat berbinar saat menaiki mobil bak terbuka milik Polsek Selo. Ia bersemangat karena akan bertemu dengan banyak kawannya, tanpa tahu bahwa itu di pengungsian. 

Dia diantar oleh neneknya karena orang tuanya masih harus bekerja di ladang. Dengan mengenakan baju kuning bergambar kartun dan bando pink kebanggaannya, dia terlihat sangat ceria. ”Senang karena bisa main,” ucapnya.

Felis salah satu dari sekian banyak anak yang diungsikan ke Tempat Penampungan Pengungsi Sementara (TPPS) di Desa Tlogolele. Pengalaman ini akan menjadi yang pertama bagi Felis. Toh tak ada raut ketakutan di wajahnya. ”Mau diajak piknik menginap di Tlogolele,” ucap Felis menirukan kata neneknya.

Pemerintah Desa Tlogolele sudah menyiapkan dua pengungsian atas ancaman erupsi Gunung Merapi. Sayangnya banyak warga memilih bertahan di rumah mereka dengan berbagai alasan. Untuk itu, saat ini hampir tiap hari relawan mendatangi warga untuk membujuk mereka agar mengungsi.

Dari data Pemerintah Desa Tlogolele, tercatat 233 warga yang diutamakan mengungsi. Mereka adalah anak-anak, ibu hamil, ibu menyusui, lansia, dan penyandang disabilitas.

”Sementara ini ada 32 anak-anak dan balita yang sudah masuk ke TPPS. Lainnya kami masih menunggu,” ucap Sekretaris Desa Tlogolele Neigen Achtah Nur Edy Saputra, Minggu (15/11).

Neigen mengakui tidak bisa membujuk semua warga untuk mengungsi. Sebab mereka memiliki tanggungan untuk ke ladang atau mengurusi hewan ternak. Hingga Jumat siang, sebanyak 133 warga masuk ke TPPS. Sisanya akan mengungsi setelah kondisi genting.

”Saat ini ada sekitar 500-an hewan ternak milik warga. Hewan ternak ini tidak mungkin ditinggal begitu saja, makanya mereka biasanya memilih untuk bertahan dan belum mau mengungsi,” ucapnya.

Pemerintah Desa Tlogolele tidak mau memaksa warga mengungsi. ”Dari pada mereka mau pindah sekarang tapi hanya bertahan dua hari, mending mereka beraktivitas dulu di rumah, baru mengungsi setelah kondisi memburuk,” ucap Neigen.

Saat ini dua TPPS disiagakan Pemerintah Desa Tlogolele. Selain itu, rumah warga di sekitar TPPS digunakan untuk menampung pengungsi.

”Mereka tidak bisa ditampung dalam satu lokasi. Misalnya saja ibu hamil dan menyusui kami tempatkan terpisah dengan para lansia. Apalagi yang lansia laki-laki biasanya merokok. Untuk itu, kami memanfaatkan rumah warga,” ucapnya.

TPPS juga memanfaatkan lapangan untuk tempat bermain anak-anak. Biasanya anak-anak ini akan bermain dengan kawan sebayanya dan didampingi oleh para relawan. ”Kalau hanya di rumah mereka rewel, tapi kalau di sini mereka bisa bermain dengan kawan-kawannya. Jadi lebih menyenangkan,” katanya.

Menurutnya, TPPS sudah berjalan dengan baik. Selain relawan, para ibu dari Program Kesejahteraan Keluarga (PKK) juga membantu di dapur umum. Biasanya mereka membantu di dapur umum.

”Kalau di pengungsian memang sudah berjalan baik karena sudah ada simulasi tiap tahun. Saat ini kendalanya hanya kekurangan tong sampah besar dan handuk saja. Kalau logistik sejauh ini masih aman,” ucap Neigen.

Pemdes Tlogolele juga terus berupaya menerapkan protokol kesehatan di pengungsian. Tenda untuk para pengungsi pun dibuat untuk menampung satu keluarga kecil. "Meski berada di pengungsian, kami mengupayakan tetap ada protokol kesehatan," ucap Neigen.

130