Home Gaya Hidup Tantangan Tak Buang Makanan untuk Bantu Warga Bali

Tantangan Tak Buang Makanan untuk Bantu Warga Bali

Jakarta, Gatra.com – Scholars of Sustenance (SOS) Bali bersama Campaign.com mengajak anak muda untuk tidak membuang makanan dan berdonasi untuk warga yang membutuhkan di Pulau Dewata.

Tantangan bertema "Gizi Seimbang, Remaja Sehat, Indonesia Kuat" ini diluncurkan secara virtual bertepatan pada Hari Gizi Nasional ke-61 pada Senin (25/1). Chief Executive Officer Campaign.com, William Gondokusumo, menyampaikan, ini merupakan upaya untuk membantu warga Bali terdampak pendemi Covid-19.

Ia mengungkapkan, lesunya sektor pariwisata sebagai penopang perekonomian utama di Bali, mengakibatkan 44% keluarga di sana kehilangan pekerjaan. Sesuai hasil survei tentang pihak yang membutuhkan bantuan makanan di Bali, sebanyak 47% di antaranya berasal dari pekerja sektor pariwisata.

Adapun tantangan untuk donasi membantu warga Bali, lanjut William, yakni meminta anak muda di manapun, konsisten untuk tidak menyisakan dan membuang makanan selama 15 hari.

Tantangan untuk donasi ini didasari laporan Food Sustainability Index 2018 yang dirilis oleh The Economist Intelligence Unit bersama Barilla Center For Food and Nutrition Foundation bahwa rata-rata orang Indonesia membuang sekitar 300 kilogram makanan per tahunnya.

Sebagai bukti bahwa tidak membuang makan, yakni dengan mengunggah (upload) foto piring yang bersih dari sisa makanan. Hal tersebut setara dengan berdonasi sebesar Rp25.000 yang diberikan dari keempat sponsor, yakni PT Maskapai Reasuransi Indonesia, PT Pioneerindo Gourmet International Tbk (CFC), PT Pelayaran Nelly Dwi Putri Tbk, serta RestoDepot melalui Yayasan Dunia Lebih Baik (YDLB).

Tantangan ini masih berlangsung hingga akhir Maret 2021 dan donasi yang terkumpul akan disalurkan dalam bentuk pasokan makanan bagi pihak-pihak rentan di Bali.

"Keadaan di Bali ini membuat kami juga menaruh perhatian dan mengusahakan kolaborasi kreatif untuk bisa cepat mengumpulkan bantuan bagi keluarga di sana," ungkapnya.

Menurut William, aksi sosial platform Campaign #ForChange ini ternyata dapat menjadi wadah untuk merealisasikan kolaborasi tersebut. "Kami berharap dengan terbukanya peluang bagi anak muda untuk membantu secara daring, isu ini dapat sampai ke lebih banyak orang dan bantuan cepat diberikan.”

Sementara itu, Project Manager SOS, Duane James Denton, mengungkapkan, pihaknya telah menyediakan total 1.530.000 makanan, yaitu sekitar 362,6 ton bagi keluarga yang membutuhkan di Bali sejak pandemi Covid-19 melanda Indonesia pada 2020.

"Penerima manfaat juga terdiri dari 16 panti asuhan, 4 panti bagi difabel, 24 komunitas masyarakat rentan, serta 34 desa di Bali," ungkapnya.

SOS sejak 2017 lalu berkolaborasi dengan HORECA dan pemerintah untuk mengentaskan isu-isu seputar pangan, juga lingkungan. Tetapi, kebutuhan bantuan untuk memenuhi pasokan pangan itu meningkat secara signifikan.

"Kami tak hanya dapat menggandeng sektor swasta, tetapi juga melibatkan anak muda dari seluruh Indonesia untuk turun tangan dalam jarak jauh untuk membantu Bali," ungkapnya.

Adapun harapan dari program ini, adalah anak muda Indonesia semakin peka terhadap krisis pangan dan berkomitmen untuk mengurangi sampah makanan.

Co-Founder dan Chief Executive Officer RestoDepot, Chris Gunawan, menambahkan, pihaknya yang beroperasi di industri F&B, sejauh ini melihat langsung adanya limbah makanan. Di sisi lain, tengah terjadi krisis pangan.

"Industri Food & Beverages juga saat ini sedang mengalami tantangan, termasuk di Bali. Hal ini tentu memengaruhi ketersediaan pangan juga di sana," ungkapnya.

Damian Hoo sebagai Content Creator yang fokus di bidang pangan, mengungkapkan bahwa era media sosial memengaruhi kebiasaan anak muda dalam hal konsumsi makanan.

"Menurut saya, seoarang influencer sangat berkontribusi dalam meningkatkan kesadaran tentang isu ketahanan pangan ini," ujarnya.

Ia mencontohkan bahwa di era media sosial ini banyak anak muda membeli makanan mahal hanya untuk konten, tetapi tidak betul-betul mengonsumsinya. Kebiasaan ini sebisa mungkin harus dihilangkan.

"Adanya tantangan 15 hari konsisten tidak menyisakan makanan ini, menurut saya bisa menjadi awal kebiasaan baik untuk mengurangi limbah pangan," ucapnya.

238