Home Hukum Ombudsman RI: BPJS Ketenagakerjaan Kerap Dikritik Oleh Masyarakat Terkait Implementasi Inpres

Ombudsman RI: BPJS Ketenagakerjaan Kerap Dikritik Oleh Masyarakat Terkait Implementasi Inpres

Jakarta, Gatra.com – Ombudsman Republik Indonesia mencermati serta telah mendapatkan banyak laporan bahwa Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan kerap dikritik oleh masyarakat terkait konteks pelaksanaan atau implementasi dari Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 2 Tahun 2021 Tentang Optimalisasi Pelaksanaan Program Jaminan Sosial Ketenagakerjaan.

Hal itu diungkapkan oleh Anggota Ombudsman Republik Indonesia, Hery Susanto, lewat Zoom dalam konferensi pers daring bertajuk “Pengawasan Ombudsman RI dalam Optimalisasi Pelaksanaan Program Jamsos Ketenagakerjaan”, yang juga disiarkan langsung dari kanal resmi YouTube Ombudsman RI pada Rabu siang, (9/6).

Ia menerangkan, Inpres tersebut merupakan satu regulasi yang sangat positif untuk BPJS Ketenagakerjaan sebagai Badan Penyelenggara Jaminan Sosial yang mempunyai program perlindungan dan jaminan sosial bagi seluruh pekerja di Indonesia, baik formal maupun informal.

“Nah dengan adanya Inpres Nomor 2 Tahun 2021 ini, perlindungan dan jaminan sosial yang dimaksud tidak lagi jadi sebuah concern bagi para pemilik kerja yang ada kebanyakan di ranah swasta ya, misalnya perusahaan. Tapi sudah menjadi satu bagian tanggung jawab konstitusional bagi negara, yang mana negara juga mempekerjakan non-ASN [Aparatur Sipil Negara]. Nah, non-ASN ini ada di banyak institusi pemerintah. Yang tentu saja ketika ini terkait dengan non-ASN, maka iurannya menjadi beban APBN [Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara] dan APBD [Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah],” jelas Hery.

Sementara itu, lanjutnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam Inpres tersebut, menginstruksikan kepada 26 kementerian lembaga guna mengambil langkah-langkah yang diperlukan sesuai tugas, fungsi dan kewenangan masing-masing. Tentu, melakukan optimalisasi pelaksanaan program jaminan sosial ketenagakerjaan.

Hery menuturkan, optimalisasi pelaksanaan program jaminan sosial ketenagakerjaan dalam Inpres Nomor 2 Tahun 2021 itu pendanaannya dibebankan pada APBN atau APBD dan sumber lain yang sah dan tidak mengikat, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Direksi BPJS Ketenagakerjaan khususnya dalam Inpres tersebut, terangnya, diinstruksikan oleh Presiden RI untuk, pertama, meningkatkan kerjasama dengan kementerian lembaga atau pihak lain dalam rangka kampanye dan sosialisasi. Termasuk public education, kaitannya adalah program jaminan sosial ketenagakerjaan. Dan kedua, meningkatkan kerjasama dengan pemangku kepentingan dalam rangka meningkatkan pelayanan, kepatuhan dan kemudahan pembayaran iuran pada program jaminan sosial ketenagakerjaan.

“Nah, mencermati implementasi Inpres tersebut, melalui Inpres itu kini BPJS Ketenagakerjaan tentu akan mendapatkan sumber dana APBN dan APBD, khusus bagi para pesertanya terdiri dari non-ASN,” kata Hery.

Sebelumnya, ia mengungkapkan bahwasanya data pengelolaan BPJS Ketenagakerjaan ini mayoritas bersumber dari murni dana pekerja yang dibayarkan oleh perusahaan. Dalam hal ini pemilik pekerja. Kemudian, sumber dana APBN atau APBD yang digunakan untuk implementasi Inpres wajib dikelola oleh BPJS Ketenagakerjaan berdasarkan 9 prinsip sesuai Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang BPJS. Yakni, kegotongroyongan, nirlaba, keterbukaan, kehati-hatian, akuntabilitas, portabilitas, kepesertaan bersifat wajib, dana amanat serta hasil pengelolaan dana jaminan sosial dipergunakan seluruhnya untuk pengembangan program dan untuk sebesar-besarnya kepentingan peserta.


 

94