Home Hukum Jangan Cari Kambing Hitam Demi Merevisi UU Advokat

Jangan Cari Kambing Hitam Demi Merevisi UU Advokat

Jakarta, Gatra.com – Ketua Umum Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi), Otto Hasibuan, mengakatan, pihaknya berpandangan bahwa belum ada hal-hal yang mendasak sebagai alasan untuk merevisi Undang-Undang (UU) Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat.

"Sebenarnya, enggak ada urgensi sekali buat kita untuk melakukan revisi UU Advokat. Ya karena undang-undangnya tidak bermasalah," kata Otto dalam Rapat Kerja (Raker) Pengurus DPN Peradi Tahun 2021 yang dihelat secara hybrid di Jakarta, Kamis (10/6).

Otto menilai, yang bermasalah adalah pejabat-pejabat yang tidak melaksanakan amanat UU Advokat secara baik dan konsisten, yakni soal penerapan wadah tunggal (single bar).

"Jadi jangan mencari kambing hitam. Ya kan, undang-undang tidak ada yang salah, kok jadi undang-undangnya yang diubah. Ya harus ditanya kenapa Mahkamah Agung tidak melaksanakan UU Advokat dengan konsekuen, itu pertanyaannya," ujar dia.

Dalam UU Advokat Nomor 18 Tahun 2003 itu sudah jelas, yakni menganut sistem wadah tunggal. "Kenapa MA menabrak itu sehingga menjadi multibar. Jadi jangan undang-undangnya yang disalahin. Kalau kita mau mengubah multi bar, tetap juga dong laksanakan single bar-nya karena itu hukum positif," ujarnya.

Otto melontarkan penyataan tersebut menanggapi video yang diterimanya soal pernyataan anggota DPR dan pejabat pemerintah yang menyampaikan mengenai revisi UU Advokat.

Namun demikian, Otto mengaku belum mengetahui arah soal revisi UU Advokat ini, termasuk akan masuk proglegnas atau tidak. "Tetapi di dalam rapat DPR kemarin, Arteria Dahlan mengusulkan agar ini diseriuskan," katanya.

Terkait revisi ini, Otto menegaskan bahwa para pejabat dan anggota dewan harus berhati-hati dalam menyikapi keinginan multi bar. Pasalnya, ini akan merugikan rakyat atau para pencari keadilan.

Menurut Otto, multibar akan membuka peluang advokat menjadi penjahat. Pasalnya, sistem menjadikan tidak ada satu standardisasi kualitas hingga etik advokat. Dengan demikian, advokat akan sulit dikontrol.

"Kalau pejabat memahami makna dan tujuan dibentuknya organisasi advokat yang single bar, pasti mereka tidak akan berjuang untuk multi bar," ujarnya.

Karena itu, kata Otto, Peradi meminta pemerintah maupun DPR harus berhati-hati dalam menyikapi soal wadah advokat ini. "Belajarlah dari sejarah, di seluruh dunia hampir menganut single bar dan itu sudah teruji," ucapnya.

Soal sowan kepada Presiden, DPR, atau Kemenkumham, Otto menyampaikan bahwa pihaknya akan membahas langkah-langkah yang harus diambil. "Kita di Raker ini berupaya mencari jalan, bagaimana," katanya.

"Kami yakin, mungkin Pak Presiden, Mahkmah Agung, mungkin Menteri Kehakiman, atau mungkin pejabat-pejabat lain belum matching dengan single bar. Jadi tugas kami lah yang harus meyakinkan beliau-beliau itu, jangan pilih multibar karena itu merugikan pencari keadilan. Pilihlah single bar kalau kita ingin membela wong cilik, rakyat miskin," katanya.

972